Semesta 11
Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐
Better hit the ⭐ first and leave some comments
280 votes for next update
🌻🌻🌻🌻🌻
Benar saja dugaan semua orang, akibat kejadian tak jauh dari tempat acara tadi kini para pemburu berita itu memenuhi separuh lobby KMC menanti Hannah keluar dari dalam sana dan tentu saja menunggu konfirmasi ada hal apa yang terjadi sampai siapakah lelaki yang menolong Hannah tadi.
Sementara di dalam UGD kini Hannah tengah divisum untuk keperluan berkas pemeriksaan kepolisian nantinya dan memperkuat semua perlakuan Ben terhadap Hannah meskipun hanya tamparan namun nyatanya semua itu berbekas di kedua pipi Hannah.
Bryan juga sibuk meminta beberapa perawat dan dokter untuk merawat Hannah karena ia tahu pasti Hannah masih kaget bahkan bisa jadi trauma akibat kejadian beberapa jam lalu hingga Bryan sendiri lupa dengan luka-luka di wajahnya serta lecet di lengannya.
Kesibukan dan kepedulian Bryan itu membuat sepasang bola mata itu iri bukan kepalang. Ada rasa kecewa dan sedih secara bersamaan begitu melihat Bryan yang dikenalnya bahkan baru ia temui tadi sore kini wajahnya babak belur. Bryan tak sadar akan dirinya yang di perhatikan dari jauh oleh rekan sejawatnya, dr. Syahira.
"Maaf dok, di bersihkan dulu itu lukanya." ujar Suster Resna akhirnya bisa menghentikan sejenak kesibukan Bryan yang seperti setrika mondar mandir sambil menerima beberapa panggilan yang tentu diantaranya ada Oma juga Mommy nya yang menanyakan keadaannya.
"Eh, iya sus." jawab Bryan tepat saat adiknya masuk ke UGD. "Sus, biar adik saya aja yang bersihkan lukanya di ruangan saya." lanjut Bryan membuat Bryna mendelik tak percaya.
"Oh, baik dok." Suster segera memberikan kotak aluminum itu pada Bryna yang masih tergugu di tempatnya.
"Di sini aja deh mas, jauh kalau ke ruangan." kata Bryna lantas menyeret kakaknya ke bed yang kosong paling pojol di bagian UGD itu.
Setelah mencuci tangan dan memakai handscoon, Bryna dengan telaten membersihkan luka-luka yang kini menghiasi wajah Bryan sambil sesekali menekan kapasnya keras-keras karena gemas dengan kakaknya itu.
"dr. Syahira tadi sedih banget kayaknya. Kalian ada hubungan apa?" tanya Bryna santai.
"Hubungan apa? Nggak adaa. Jangan ngaco deh," sahut Bryan sesekali meringis perih.
"Serius? Tatapannya lho beda banget." kata Bryna lagi, Bryan masih bergeming. "Aku ini cewek lho mas jadi tahu lah," sambungnya.
"Mungkin dia lagi ada masalah aja. Kamu nggak usah nyangkut pahutin dek, ada-ada aja."
"Tatapan ada masalah, sama orang lagi kasmaran itu beda jauh." sahut Bryna lagi semakin gemas menekan kapasnya kencang.
"Ssssshhh! Pelan-pelan dong! Ikhlas nggak sih? Tahu gitu biar suster aja tadi." protesnya.
"Iyaa ini pelan lagi." Bryna terkikik kemudian. "Jangan bikin anak orang baper mas. Udah cepetan ngaku!" todong Bryna.
"Siapa yang bikin orang baper sih??? Salah mas apa? Heran deh!"
Bryna semakin memicingkan matanya menuntut penjelasan kakaknya itu tentang apa yang berapa kali ia lihat tidaklah salah. "Tahu nggak, berapa kali adek ke sini, selalu mergokin dia natap mas dari jauh. Walaupun abis itu dia langsung buang muka, cewek kalau gitu berarti suka."
"Sok tahu!"
"Jadi ngeraguin adek nih?? Okee kita buktikan."
"Buktiin apa? Jangan macem-macem Bryna!"
Bryan berdecak kesal melihat ekspresi adiknya yang biasa saja bahkan malah menantang dirinya untuk membuktikan bahwa dr. Syahira memang menaruh rasa pada Bryan namun dia tidak peka sama sekali.
"Bisa jalan nggak?" tanya Bryna.
"Nggak bisa, gendong." Bryan merentangkan tangannya membuat Bryna ilfeel.
"Hilih!! Duduk di kursi roda aja ya?" tawar Bryna, Bryan menggeleng keras dan enggan.
"Nanti di lihatin orang, jalan aja, tuntun." sekuat tenaga Bryan bangun dari duduknya bersanggah pada kedua lengan adiknya dan berusaha berjalan meski sekujur badannya sakit semua.
Sementara di sisi lain rumah sakit ini mata yang tadi melihat Bryan begitu peduli pada Hannah kini sedang menitikkan air matanya. Sungguh, apa yang ia takutkan kini terjadi juga. Rasa itu sudah berubah, bukan hanya sekedar kagum pada sang putra mahkota tapi rasa lebih dan terlalu dalam itu timbul begitu saja tanpa permisi, tanpa aba-aba dan tanpa mau pergi dengan begitu mudahnya.
"Astagfirullah... Maafkan aku ya Rabb. Berharap pada manusia sering kali tak sesuai harapan." gumam dr. Syahira di sela tangisnya setelah ia melaksanakan sholat Isya.
Entah dirinya yang terlalu terbawa perasaan atau bagaimana, hati kecilnya bilang bahwa Bryan suka dengan perempuan yang di tolongnya tadi dan ia ingat betul kalau perempuan tadi adalam pasiennya beberapa bulan lalu yang datang dalam keadaan pingsan, anak seorang dokter di sini juga.
Kenyataan itu semakin membuat dr. Syahira menciut. Kenyataan bahwa Bryan tak sepadan dengannya, kesenjangan yang begitu kentara di depan matanya membuat hatinya semakin perih.
Apalah dirinya yang hanya dari keluarga biasa saja?
.
.
.
.
Si kembar sudah dalam perjalanan pulang, Pak Win sampai datang menjemput ke KMC karena Aliya mendapatkan kabar bahwa anak sulungnya tadi ada di UGD dengan luka-luka yang tidak bisa di bilang baik-baik saja.
Bryan hanya diam selama lima belas menit pertama perjalanan sebelum Bryna kembali menodongnya dengan satu pertanyaan yang membuat Bryan terbelalak.
"Mas, atau jangan-jangan selama ini Mas mendem rasa sama Hannah ya?" tanya Bryna to the point.
Jeda beberapa detik Bryan mencoba mencerna pertanyaan adiknya tadi. "Kenapa kamu bisa nanya kayak gitu?"
Bryna terkekeh. "Mas, aku udah tahu kali. Dari dulu bahkan, lupa ya pernah terang-terangan bilang kalau mas kagum sama sikapnya Hannah yang kuat ditengah-tengah masalah yang di hadapinya waktu itu?"
Bryan berusaha memutar otaknya mengingat-ingat kapan ia mengatakan hal itu pada adiknya dan setelah beberapa menit terdiam Bryan menemukan jawaban pastinya dan ia ingat betul bahwa saat itu hubungan Hannah dengan Mami Papinya sedang tidak baik.
"Dari sikap Mas aja adek tahu kok. Nggak mungkin cowok sama cewek temenan tanpa ada rasa sedikitpun. Apalagi lihat reaksi mas waktu Hannah sering di pukuli sama si Ben. Kalau cuma mau sekedar menolong, mas nggak akan seemosi tadi." tutup Bryna membuat Bryan semakin terpojok.
Haruskah ia mengakuinya sekarang?
Terdengar helaan napas begitu berat dari hidung Bryan, sepertinya ia benar-benar akan mengakui sekarang sebelum Bryna akan mencari tahu sendiri.
"Mas sebenernya nggak tahu ini cinta atau gimana? Mas nggak tahu Hannah juga suka atau nggak sama mas. I've stayed for this feeling so long, terserah lah ini mau di sebut apa? Cinta diam-diam atau mas yang jadi bucin karena bertahan tanpa kepastian selama bertahun-tahun belakangan tapi yang mas rasakan dulu dan sekarang itu nggak pernah berubah. Pasti nanti akan ada yang tidak setuju dengan keputusan mas memilih Hannah karena dia... Dia bahkan belum menutup auratnya seperti kamu." ujar Bryan panjang membuat kesimpulan di kepala Bryna yang artinya sang kakak memang sungguh cinta dan bertahan sejauh ini untuk satu perempuan di saat ada perempuan lain menantinya.
"Jadi intinya mas cinta sama Hannah dan sampai saat ini Hannah nggak tahu itu?"
Bryan reflek menggeleng, bibir Bryna tertarik ke atas.
"Kalau mas serius dengan Hannah, bantu dia berubah. Ajak dia menikah dan memperbaiki diri bersama karena nyatanya tugas seorang suami, seorang imam itu membimbing istrinya untuk menuju jalanNya yang lebih baik. Tugas mas bukan untuk menggurui tapi untuk mengarahkan dia jadi lebih baik." ujar Bryna tepat saat mobil berhenti di carport rumah mereka dan ia segera turun tanpa sempat mendengar jawaban Bryan yang kini tertegun dengan ucapan adiknya barusan.
Suara ribut-ribut dari dalam rumah mencari keberadaan si sulung yang belum masuk sejak tadi membuat Bryan menghentikan langkahnya di depan wajah sang Mommy.
"Allahu Akbar mas... Astagfirullah..." Aliya menyentuh pipi putranya pelan namun tetap menimbulkan sensasi perih di sana.
"Shh... Mom, mas nggak apa-apa. Paling tiga hari juga sembuh." kata Bryan lantas mengecup pipi mommynya.
"Mom sama daddy khawatir. Terus Hannah gimana itu?" tanya Aliya setelah si sulung duduk di sofa.
"Hannah nggak apa-apa mom, cuma perlu istirahat aja di KMC tadi langsung masuk VVIP. Setelah itu mas nggak tahu lagi deh, paling nanti mas sama adek ke kantor polisi lagi buat jadi saksi." jawab Bryan enteng.
Rapalan istighfar tergumam dari Aliya dan Adrian saat mendengar penjelasan si sulung. Tak menyangka jika bisa sampai separah dan sejauh itu urusannya.
"Ya udah, sekarang jadikan itu pelajaran untuk kalian. Terutama kamu mas, kamu laki-laki kelak jadi suami jangan enteng tangan sama istri. Marah boleh tapi jangan sampai memukul bahkan agama pun melarang kita untuk memukul perempuan atau istri kita. Jangankan wajah, kakinya saja kita tidak boleh memukulnya." jelas Adrian membuat putra sulungnya mengangguk paham itu.
"Dah sana masuk kamar, istirahat." perintah Aliya, dua anaknya itu langsung bangkit dari sofa dan masuk ke kamarnya masing-masing.
🌻🌻🌻🌻🌻
HAKUNA MATATA
eaaa ihiyy sorry gaes hatinya Mas Bryan masih nyangkut sama Hannah. Silakan kalo mau marah sama aku aja, tapi lanjutannya gak ku kasih nanti HAHAHAHAHAHA, 🤣🤣🤣😂😂😂 nggak ding, canda 😚😚😚😚
Udah ya vote nya jan lupa, komennya ramaikan
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Au revoir
Danke, merci
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top