Semesta 1

Better hit the ⭐ first and leave some comments

.
.
.
Happy reading

Leiden, South Holland

Cuaca Leiden sedang cerah hari ini, musim panas sudah tiba dan matahari akan sering muncul di langit. Bryan sedang mengemasi barang-barangnya di asrama dan bergegas pindah ke apartment Daddy nya sampai waktu wisuda tiba nanti.

Bryan kecil pernah tinggal di kota ini selama lima tahun di awal kehidupannya, beberapa kali sempat juga mengunjungi kota yang sama sampai kini akhirnya genap 4,5 tahun Bryan mengecap pendidikan di negeri kincir angin ini.

Gelar dokter akan di dapatkannya segera setelah lulus nanti, penantian panjang, lelah dan letihnya akan terbayar dua bulan lagi. Bryan akan segera pulang ke Jakarta, bukan hanya karena inginnya tapi juga Daddy nya yang menginginkan Bryan mengenal tempat kerjanya lagi.

Namun ada sesuatu hal yang sama sekali orang lain tak mengetahuinya. Ada alasan lain mengapa Bryan memilih segera pulang, ada hati yang tertinggal di sana yang sampai hari ini Bryan tak tahu kabarnya meski zaman sudah amat sangat canggih ia memilih untuk menyimpan rasa itu sendiri.

"Hah..." helaan napas berat terdengar setelah Bryan selesai mengepak semua barangnya ketika ingatan itu muncul lagi.

Tak banyak barang Bryan di sini, hanya ada dua koper baju dan kardus berisi buku-bukunya yang sebagian bukunya sudah ada di apartment sejak beberapa minggu yang lalu.

"Jadi pindah, Yan?" tanya Dannu room-mate Bryan selama kuliah di sini.

"Ya pindah sebentar ke apartment bokap di Nico Van Der Horstpark. Deket lah dari sini." jawab Bryan.

Dannu mengangguk. "Ada yang bisa gue bantuin nggak, Yan?"

"Udah makasi, Dan. Gue tinggal koper ini aja kok nanti naik Uber X aja. Lo juga mesti beres-beres buat kirim barang balik ke Indo kan?"

Dannu nyengir kuda ketika Bryan mengingatkannya pada barang-barang miliknya yang belum beres untuk di kirim kembali ke Tanah Air.

"Ehe. Ya udah gue beres-beres."

Bryan mengangguk lalu memakai jaket kulit warna hitam serta sneakers kesayangannya yang mulai lusuh namun belum juga ia ganti dengan yang baru.

"Dudui!" kata Bryan pamit sebelum menutup pintu.

Bryan bergegas turun ke lantai satu sambil mendorong dua kopernya di kanan dan kiri. Bisa saja sebenarnya tadi Bryan mengiyakan pertolongan Dannu namun Bryan tak ingin merepotkan temannya itu meskipun hanya satu koper sedang ini.

"Bryan!" panggil seseorang saat Bryan berada di lobby menunggu Uber nya datang.

"Astagfirullah..." gumam Bryan saat menoleh ke samping kirinya dan mendapati Tasha si rambut pirang yang sejak hari pertama Bryan menginjakkan kakinya di asrama selalu diganggu.

Tasha mengerutkan dahinya tak mengerti ucapan Bryan barusan. "Why do you act like this? It looks like you see a ghost..." protes Tasha tak terima saat Bryan menatapnya ketakutan.

Bryan masih diam tak menanggapi ucapan Tasha, ia masih sibuk dengan ponselnya membalas chat driver Uber yang menanyakan apakah Bryan sudah menunggu di lobby atau belum.

Tasha terus menatap Bryan dari samping meskipun terus diabaikan begitu saja. "Where are you going?" tanya Tasha saat menyadari ada dua koper di dekat Bryan.

"I'll move." jawab Bryan dingin.

Tasha nampak kaget saat Bryan mengatakan akan pindah dari asrama. "No, you must be kidding, right?"

"No. I'm not. Sorry but my uber has arrived." sahut Bryan lagi lalu menuju mobilnya yang sudah datang namun Tasha tetap mengejarnya sampai ke mobil.

"Bryan, wait."

Bryan menghela napasnya lalu berbalik. "Now what?"

Tasha memasang wajah sedihnya, ia lalu menarik dua tangan Bryan namun Bryan menarik tangannya lagi sebelum Tasha menggenggamnya lebih erat lagi.

"Why you always act like that? Am i not enough to you, Bryan? Why you so cold to me?" tanya Tasha heran.

"Listen, sorry if it disturbing you at first but in my religion I'm not able to touch woman except my mom, my sister and my future wife." jawab Bryan sesabar mungkin.

Tasha nampak bingung dengan penjelasan Bryan. "But why? I don't get it." Tasha menggelengkan kepalanya.

"You will understand soon..." kata Bryan lalu masuk ke dalam mobil dan meninggalkan sejuta tanya di kepala Tasha tentang mengapa Bryan tidak boleh menyentuhnya.
.
.
.
.

Perjalanan singkat kurang dari setengah jam itu membuat Bryan mengingat kembali pesan Daddy nya ketika ia di dudukkan bersama adiknya di ruang tengah. Pesan untuk tekun belajar, menjauhi maksiat dan tidak main hati dengan perempuan karena tujuan Bryan kuliah untuk jadi dokter bukan playboy membuat Bryan benar-benar menjauhi itu semua.

Beruntungnya Bryan mendapat teman sekamar orang Indonesia yang berasal dari Bandung yaitu Dannu. Kalau bisa dibilang hanya Bryan dan Dannu yang lebih pendiam dibanding teman-temannya yang lain.

Di saat semua pergi ke klub malam di Leiden Central, Bryan dan Dannu malah sibuk mencari Masjid agar mudah saat sholat Jumat. Lalu saat yang lain sibuk merayakan akhir tahun ke Dam Square Amsterdam, Bryan lebih memilih menyambut keluarganya yang jauh-jauh datang dari Jakarta.

Tapi di luar itu semua, saat sedang jam kuliah Bryan dengan supel dan mudah bergabung masuk dalam circle pertemanannya tapi tetap dengan batas-batas yang ada dan mereka semua memaklumi Bryan dan Dannu juga.

"Sir, we're arrived." suara driver Uber yang mengantar Bryan membuyarkan lamunannya.

"Ah. Sorry." Bryan segera membayar ongkos Ubernya lalu mengambil barangnya di dalam bagasi dan masuk ke dalam apartment.

Sambil mengucap salam, Bryan masuk ke dalam apartment yang sudah bersih itu. Wangi lavender kesukaan sang Mommy pun menguar ketika Bryan menoleh ke side table, ada bunga lavender segar yang baru di ganti oleh cleaning service yang biasa datang membersihkan.

Bryan tersenyum kecil mengingat hal kesukaan ratu hatinya itu yang semakin bertambah usia, semakin cantik terlihat. Idolanya, cinta pertamanya.

"Mom..." gumam Bryan lalu meletakkan kopernya di dalam kamar.

Setelah berganti baju dengan celana pendek dan kaos, Bryan bersantai di ruang tengah. Rumah masa kecilnya ini memang tak banyak berubah meski beberapa kali di huni oleh orang lain saat keluarganya tak tinggal di sini.

Masih ada foto-foto masa kecil Bryan dan Bryna sedang bermain salju terpasang di dinding, beberapa foto keluarganya yang lain juga ada. Foto Om dan Tante nya yang pernah tinggal disini dulu saat awal menikah dan kuliah di sini juga masih terpajang di sana. Terlalu sayang apartment untuk di jual karena banyak kenangan di dalam sini.

"Jangan pernah bawa perempuan masuk ke dalam rumah ini kecuali mom dan adikmu."

Ah pesan itu lagi-lagi lewat di kepala Bryan. Superhero nya yang sudah membuatnya ada di titik ini dan membuatnya berani bermimpi, berani mengambil tanggung jawab besar di masa depan.

Menjadi anak sulung, laki-laki pula membuat Bryan harus bisa menjadi sandaran dan contoh bagi adik-adiknya kelak. Mengemban tanggung jawab besar untuk memimpin sebuah rumah sakit nantinya yang tentu takkan mudah karena Bryan melihat sendiri perjuangan Mommy dan Daddy nya di saat terburuk sekali pun.

"Bismillah..., semoga Allah beri kelancaran untuk urusanku nanti..." batin Bryan sambil menatap foto keluarganya di dinding.

Terpisah ribuan mill jauhnya, tak pernah ada dalam pikiran Bryan namun ketika urusan cita-cita dan harapan terlintas, sejauh apapun jarak memisahkan tak mengalahkan keinginan Bryan untuk tetap menuntut ilmu.

Jika pepatah mengatakan, tuntut lah ilmu sampai ke negeri Cina, atau raihlah cita-citamu setinggi langit  namun bagi Bryan tidak begitu, yang benar menurut Bryan adalah tuntutlah ilmu sejauh yang kau mampu dan raihlah cita-citamu bersama ridho Illahi dan ridho kedua orang tuamu.

🌷🌷🌷🌷🌷

Haiii hollaaa... I'm back again yuhuu... Hemm... Boleh kali ya minta ⭐ 100 dulu biar aku semangat lanjutinnya. Ehe. *ketawa ala cute girl*

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top