Bagian 1 - Strategi Mentari
"Menyukai lebih dulu bukan suatu kesalahan, kan?"
•
•
•
Habisnya senyum Abang Awan mengalihkan dunia Mentari.
🌤🌤🌤
Jilbab yang Mentari kenakan sudah tidak beraturan, sejak selesai salat subuh ia berkutat di dapur, tetapi, semoga kali ini masakan buatannya tidak gagal lagi.
"Astaghfirullah, Mentariiiii. Kenapa jadi begini nasib dapur Bunda," ucap Riana histeris melihat kondisi dapur seperti kapal pecah.
Mentari menyengir, "Mentari hanya belajar jadi calon istri yang baik aja kok, Bunda."
Riana hanya geleng-geleng kepala seraya menghampiri Mentari.
"Ini lagi, astaghfirullah. Nasi goreng atau remasan areng sih? gosong begini, belum lagi telurnya sudah kayak pantat panci," omel Riana sambil memijat kepalanya yang tidak pusing
"Setidaknya Mentari pernah berjuang."
"Iya berjuang diPHP-in."
"Bundaaaaa."
"Guyon, udah cepet siap-siap ke kampus, ini biar Bunda yang urus."
"Siap ndoro putri," ucap Mentari sambil membungkuk.
Bukannya bersiap untuk ke kampus Mentari malahan menuju balkon terlebih dahulu, karena biasanya Awan akan disana. Sebelum memasuki strategi lebih baik menyapa calon jodoh dulu.
"Abang Awan," panggil Mentari. Namun, tidak digubris padahal biasanya Awan akan menoleh dan memberikan senyuman manis.
Mentari mencoba memanggil kembali, "Abang Awan."
"Abang Awan."
"Berisik banget sih lo pagi-pagi, Awan bukan tukang bakso, Abang, Abang," jawab orang di balkon sebelah.
Mentari terkejut ternyata itu bukan Awan melainkan Langit, ia langsung mengerucutkan bibirnya, "Abang Langit jangan galak-galak sih nanti susah jodoh loh," nasihat Mentari.
"Asal jangan modelan lo," ketus Langit lalu meninggalkan balkon, malas menghadapi spesies macam Mentari tidak akan kelar sampai tujuh hari tujuh malam menghadapi lambe turahnya.
"Abang Langit tunggu! Bilangin Abang Awan, Mentari menuju kesana."
"Nggak peduli."
"Teganya, teganya, teganya. Apa salah Mentari ya Allah. Ampuni dosa Abang Langit yang telah dzolim sama Mentari."
🌤🌤🌤
"Gue kapok ke balkon kamar lo," keluh Langit sambil merapihkan dasinya.
Awan hanya terkekeh.
"Gue jadi lo bisa kena hipertensi ngadepin spesies satu itu."
"Mentari itu asik kok, Bang."
"Bocah banget."
"Bang, jangan ngajakin gue gibah. Mentari enggak seburuk yang ada dipikiran Abang, udah ayo turun," ajak Awan.
"Lo duluan aja, tadi lambe turah mau menuju kesini katanya. Mood gue tambah rusak yang ada kalau lihat dia lagi."
Awan tertawa, "Bang, lo jangan terlalu sensi ya sama Mentari. Gue ke bawah duluan ya."
"Hmm."
Awan meninggalkan Langit, baru saja ia menutup pintu kamar dikejutkan dengan kehadiran Mentari yang sudah ada dibelakangnya.
"Kamu ngagetin aja," ucap Awan sambil tersenyum.
Mentari hanya bisa mengigit bibir bawahnya sambil tersenyum membayangkan kalau setiap pagi Awan akan tersenyum, tetapi, bukan sebagai tetangganya melainkan imamnya.
"Mentari kamu baik-baik aja?" tanya Awan.
"Eh iya, Mentari kesini cuma mau ngasih ini untuk Abang Awan makan di kantor. Karena Mentari tau pasti Abang Awan setiap pagi nggak sempet sarapan," ucap Mentari seraya menyodorkan kotak makan.
Awan meraihnya sambil tersenyum, "terima kasih."
"Mentari bisa kena diabetes kalau lihat senyuman Abang Awan terus, apalagi kalau sudah nikah nanti memperbannyak pahala ini mah," batin Mentari.
Asik dengan khayalannya, Mentari melihat Langit keluar dari kamar Awan, lebih baik melihat jurig daripada tampang sangar Langit. Langit dan Awan dua semesta yang berbeda bagi Mentari yang satu bagaikan macan kelaparan dan yang satu embun penuh kesejukan.
"Lo udah disini aja, cepet banget. Cenayang ya lo," sahut Langit masih dengan nada ketusnya.
Belum sempat Mentari menjawab ucapan Langit, Langit sudah pergi meninggalkannya dan Awan.
"Abang Langit ngeselin banget sih," omel Mentari.
"Omongan Abang Langit jangan di dengerin. Udah-udah kita ke bawah juga yuk," ajak Awan berjalan duluan.
Mentari mendengus sebal, "malahan ditinggalin, gandeng kek apa kek. Diseret Mentari pun rela---,"
"Oh iya, lupa bukan muhrim. Dosa."
"Abang Awan, tungguin Mentari."
🌤🌤🌤
Mentari sangat diterima dengan hangat oleh keluarga Awan, itu sebabnya ia memiliki akses yang mudah untuk mengejar Awan. Terkecuali, Langit. Laki-laki itu sepertinya punya dendam kesumat tersendiri pada Mentari.
"Abang Awan, Mentari bareng Abang ya ke kampusnya," ucap Mentari.
Belum sempat Awan menjawab, Langit main sambar aja seperti petir.
"Awan, inget ya lo ada janji nemuin investor. Waktu lo enggak banyak," sahut Langit seraya memasuki mobil.
"Kamu bareng Abang Langit aja ya lagian searah sama kampus kamu, maaf aku duluan. Assalamualaikum," titah Awan.
"Waalaikumsalam, itu sama aja masuk kandang macam."
Mentari hanya meratapi kepergian mobil Awan.
Langit membuka kaca mobilnya, "lo mau bareng atau gue tinggal?" tawar Langit
Mentari mencoba menimang-nimang pikirannya.
"Cepet! Apa mau gue seret," ucap Langit seraya menutup kaca mobilnya.
Mentari tidak ada pilihan lain selain masuk ke dalam mobil Langit.
Didalam mobil Langit, Mentari hanya tersenyum kecut. Pria disampinya benar-benar kejam, sepertinya benar-benar tidak ada restu darinya untuk Mentari bisa dekat dengan Awan.
"Men---,"
Belum sempat Mentari berbicara Langit sudah memotongnya, "Dilarang buka suara atau gue turunin disini."
"Ais, galak banget sih," lirih Mentari.
"Masih punya telinga untuk dengar."
"Abang Langit," panggil Mentari memohon.
"Jangan galak-galak ya sama Mentari. Mentari ini anak yang baik hati dan tidak sombong, rajin menabung pula," lanjut Mentari.
"Nggak."
Mentari mengerucutkan bibirnya.
"Abang," panggil Mentari lagi.
"Gue bukan Abang lo."
"Calon Abang ihh."
"Nggak."
"Jahat."
"Biar lo diem, berisik."
🌤🌤🌤
22.15 WIB
Mentari mencoba memejamkan matanya, tetapi, tetap saja tidak bisa. Bagaimana mau bisa tidur jika pikiran Mentari berpusat pada Awan. Awan sepertinya pakai susuk, habisnya senyum manisnya ngalahin gula merah bikin Mentari makin suka.
Mentari meraih ponselnya, lebih baik ia membuat strategi baru karena stateginya tadi pagi di gagalkan oleh Langit. Iya, bukannya Awan yang mengantarkannya ke kampus melainkan Langit, mana di dalam mobil dilarang keras buka suara. Padahal niat Mentari mau pepet Langit supaya Mentari dapat restu sakralnya itu.
Strategi baru akan segera di mulai.
[Abang Awan☁]
Abang Awan🌻
☁Iya 🌻, ada apa?
Abang Awan tau enggak?🌻
☁Enggak, kamu belum kasih tau.
Ada dua Awan yang Allah ciptakan🌻
☁Maksudnya?
Awan yang satu untuk jadi semesta dan semua orang bisa menikmatinya.🌻
☁Lalu?
Awan yang kedua itu Abang dan Abang itu untuk jadi Makhluk pelengkap hidup Mentari.🌻
☁Memangnya kamu mau Abang jadi pelengkap hidup kamu?
Mentari langsung melempar ponselnya, seketika tubuhnya panas dingin dan pipinya memanas. Kodenya terlalu keras atau terlalu jujur sih? Bingung mau jawab apa dan bagaimana dengan besok jika bertemu dengan Awan, malu.
"Tante Bulan makan ikan. Nikahin Mentari, Abang Awan."
🌤🌤🌤
26 April 2020 | 3 Ramadhan
🌻Jadikan Al-Qur'an Bacaan Utama🌻
Kalau aku jadi Mentari enggak mau, maksudnya enggak mau nolak😆
Jazakillah sudah berkenan mampir, semoga terhibur dan memberikan manfaat lebih. Mengisi waktu #Dirumahaja dengan membaca Langitku Surgaku.
See you next chapter💜
Jalin silaturahmi melalui instagram @poppytaayunrs & @imajinasipy_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top