Bab 3 - Terpikat
"Aku menginginkanmu sekarang, detik ini juga Malik! Jadi apa pun urusanmu itu, urus setelah kegiatan kita selesai,"----Laura Paris Aditya.
_______________________________________
Selamat Membaca
Dua orang yang belum dinyatakan sebagai pasangan itu, terus memagut kasih dalam sebuah lumatan yang dipenuhi rasa nikmat. Entah siapa yang lebih dulu memulai kegiatan panas itu, yang Laura tau, saat ini dirinya hanya menginginkan pria ini.
Pria yang memenjarakannya dalam kukungan tubuh kokoh itu, Azka terlihat tidak kesulitan memegang kedua tangan Laura ke atas, menabrak dinding. Mengunci pergerakan Laura.
Tubuh Laura menggelinjang tepat ketika jari telunjuk Azka menyentuh, hingga memelintir ujung puncak dadanya.
"Ahhh..." desah Laura di sela-sela ciuman mereka.
Bibir Azka mulai turun, membiarkan ujung lidahnya mengekpos leher jenjang Laura. Kemudian, Laura bisa merasakan hisapan pada cekukan lehernya. Laura mencoba memberontak, dia ingin tangannya dilepas.
Tapi, pemberontakan itu justu membuat gaun yang dikenakan dirinya, dirobek oleh pria blasteran timur tengah itu. Hingga terpampang sudah dada yang sejak tadi menggoda Azka, meminta untuk dijamahnya..
"Di sini terlihat mengeras, apa aku juga perlu menggigitnya?" goda Azka kembali menyentuh puncak dada Laura.
"Kau tidak perlu menanyakan itu, Azkanio Malik." Laura kesal pada godaan Azka, pria itu sudah tau apa yang diinginkan tubuh Laura. Tapi tetap saja menanyakan kalimat yang tidak perlu itu.
Bibir Azka kembali menyapu bibir Laura, diangkatnya tubuh gadis itu melewati ruang tamu. Sampailah pada ranjang besar yang sudah menunggu kedatangan mereka. Perlahan Azka merebahkan Laura, dia tidak ingin gadisnya merasa sakit.
Perlakuan manis itu bisa ditangkap otak Laura, ada desir aneh pada dadanya, merasakan kelembutan Azka. "Kau harus tau, Laura. Jika kita terus melanjutkannya, aku tidak akan membiarkanmu beristirahat."
Azka mulai menurunkan wajahnya, mengecup leher Laura, terus turun hingga dia bisa menghisap dada sintal yang sudah mengeras. Sangat kenyal, dan lembut. Tangan Laura tidak tinggal diam, dia menekan kepala Azka agar lebih kuat menghisap dadanya.
Desahan Laura tak tertahan, ini adalah sensasi pertama dirinya merasakan sentuhan pria. Rasa nikmat yang unik, sangat unik hingga dia tidak bisa menjelaskan apapun.
Salah satu ponsel, tiba-tiba berbunyi, Laura berniat melihat ponselnya. Karena, nada deringnya, seperti milik ponselnya. Tapi, Azka tidak mau menyingkirkan tubuhnya, tangan kanan pria itu yang terbebas mulai menyusuri titik sensitif milik Laura yang berada di bawah sana.
"Egghhh, biarkan aku melihat ponselku, Malik."
Namun hingga dering ponsel itu berhenti, Laura justru merasakan jari Azka menggesek titik sensitif itu, sangat lihai memainkan setiap bagian di sana. Laura ingin jari itu menembus masuk, dia benar-benar sudah menggila hanya karena jari nakal Azka.
Laura bersiap ingin berteriak, tapi sebuah denting pesan masuk, membuat Azka bangun dari posisinya. Pria itu berdiri mengambil ponselnya di meja. "Shit!!!"
Walau kesal dengan perbuatan Azka, Laura tetap bangun dari posisi terlentangnya. "Ada apa?" tanyanya yang melihat raut wajah Azka terlihat kesal.
Azka membenarkan letak dasinya, rambut acak-acakannya dia rapikan asal dengan kirinya. Sedangkan tangan kanannya yang sempat menjamah milik Laura, dicelupkan pada mulutnya. "Tetap di sini, kita lanjutkan nanti."
"What?"
Tangan besar Azka menyentuh pipi Laura. "Aku harus pergi sebentar, Laura. Aku janji, setelah urusanku selesai, kita akan melanjutkan hal yang tertunda ini."
Setelah itu, Azka berjalan menjauhi ranjang. Pria itu mau pergi begitu saja, saat Laura sudah hampir menikmati jari nakal miliknya. Laura turun dengan cepat, dibiarkannya tubuhnya yang hanya mengenakan celana dalam.
"Tidak bisa! Aku menginginkanmu sekarang, detik ini juga Malik! Jadi apa pun urusanmu itu, urus setelah kegiatan kita selesai," teriak Laura tidak terima.
Azka berhenti begitu mendengar teriakan itu, tapi pria itu tidak membalikkan tubuhnya. Hanya punggung tegap yang bisa dilihat Laura. "Maaf, Laura. Urusan apa pun itu, pasti akan aku tunda. Tapi tidak dengan ini. Aku harap kau mengerti."
Urusan apa? Hal apa yang lebih penting dari sekedar melakukan sex dengan Laura?
"Kau pergi, maka aku akan pergi," ancam Laura.
Namun, Azka tetap berjalan meninggalkan kamar hotel itu tanpa menjawab. Laura yang kesal pun langsung mencari pakaian Azka, dia semakin kesal karena Azka sudah merusak gaun mahal yang dibeli menggunakan uang pinjaman dari Almyra.
Hutang belum lunas, barang sudah rusak. Menyebalkan sekali.
Setelah memakai kemeja hitam, dengan celana dalam Azka. Laura kembali berjalan mendekati meja. Tangannya terlihat menulis sesuatu.
oOo
"Maafkan atas kelalaian kami, Tuan."
Azka tidak menjawab, dia menatap tajam pada Henry, orang yang dipercaya menjadi kepala pengawal. Atas kelalaian pria usia 50 tahun itu, yang biarkan Juna menghilang dari jangkauan Azka.
Belum lagi, gadis-nya sekarang pasti sedang marah karena kegiatan mereka harus tertunda. Azka sendiri juga ingin marah, tapi dia tidak pernah bisa marah menyangkut keadaan Juna. Dia yakin, anaknya saat ini sedang bersembunyi untuk mengacaukan kegiatan Azka.
Dan, ternyata, rencana anaknya telah berhasil. Azka hanya berharap, semoga Laura mau memaafkan dirinya. Azka benar-benar tidak menyangka, selama ini dirinya yang melihat Laura hanya lewat layar kaca. Bisa langsung dibuat tertarik begitu bertemu Laura.
"Kalian sudah cek seluruh cctv di hotel?" tanya Azka.
"Sudah, Tuan. Dan Tuan Muda menghilang di lantai hotel 30, Tuan," jelas Henry sambil memperlihatkan salinan rekaman cctv pada Azka.
Azka memutar rekaman sebelum anaknya menginjak lantai itu. Terlihat seorang wanita berambut pirang, memakai gaun yang tadi dia sobek. Itu adalah Laura Paris. Anaknya pasti melihat Laura.
"Cari nomor kamar atas nama Laura Paris, atau kamar atas nama Almyra Nandita."
"Baik Tuan."
oOo
Duluxe Suite Korean Style, lantai 30. Tepatnya di kamar yang Laura tempati sekarang, gadis yang sedang kesal bukan main ini dibuat terkejut dengan tindakan Ella. Masih dengan kemeja hitam milik pria itu, Laura duduk menyilangkan kaki di sofa.
"Bisa kau jelaskan, kenapa bisa ada tuyul di kamarku?" tanya Laura.
Ella tersenyum tak enak hati, tapi dia juga kasihan dengan anak kecil yang mengaku lupa nomor kamarnya. "Maafkan tindakan saya, Nona Laura. Tadi ketika Nona Laura sudah pergi ke acara, saya bertemu dengan Juna."
"Kau bahkan tau namanya? Apa ini taktik dirimu mencari pria kaya untuk meminta tebusan?" tuduh Laura.
Ella menggeleng cepat. "Tidak, Nona Laura. Saya sungguh baru pertama kali bertemu Juna, anak ini melupakan nomor kamarnya. Tadi dia juga kelaparan, jadi saya membawanya ke sini."
"Terus, kenapa tidak lapor petugas keamanan? Ini bisa disebut penculikan, kalau sampai orang tuanya mengira kita menculik tuyul ini."
"Nona! Namanya Juna! Bukan Tuyul!"
"Baiklah, JU-NA, sudah puas?" tanya Laura pada Ella yang dibalas senyuman gadis itu. "Terserah kamu aja deh, aku mau bersihin badan. Capek."
"Tapi Nona, kenapa Anda kembali dengan memakai kemeja? Di mana gaun yang baru kita beli tadi?" tanya Ella yang penasaran ke mana perginya gaun indah dengan harga fantastis itu.
Laura terlihat sedikit kelabakan, tidak mungkin dirinya mengatakan bahwa gaun itu dirobek pria yang mencoba menyentuh dirinya. Atau tidak mungkin juga, Laura mengatakan hampir melakukan sex.
"Itu---bukan urusanmu," ucap Laura segera pergi meninggalkan Ella dan Juna.
Sepeninggalan Laura, anak yang bernama Juna itu masih terus tersenyum merasakan kebahagiaan bertemu Mama Cantik. Ternyata, papah-nya tidak berbohong akan membuat Juna bertemu Mama Cantik.
"Juna kenapa?" tanya Ella.
"Juna tidak mau tidul, Tante. Juna mau lihat Mama Cantik."
Mama Cantik?
Kenapa Juna memanggil Nona Laura dengan sebutan Mama Cantik?
Tidak mungkin Nona Laura adalah ibu-nya Juna 'kan?
Seolah menyadari kebingungan Ella, Juna kembali bersuara, "Mama Cantik adalah mama yang ingin Juna punya, Tante. Kalena, Mama Cantik selalu belbuat baik."
Ella membayangkan kebaikan apa yang dilakukan Laura. Dari mulai Laura yang membuat Ella harus kesulitan mencari gaun dengan selera Laura. Belum lagi, Laura juga tidak ingin makan makanan yang memiliki kandungan kolestrol tinggi. Sangat banyak aturan.
Tidak ingin memusingkan diri dengan ucapan Juna. "Yaudah, malam ini, Juna tidur sama Mama Cantik ya. Tante harus mengurus pekerjaan tante yang tertunda tadi," bujuk Ella.
"Siap, Tante."
Kembali pada Laura, gadis itu baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Dia kembali memakai kemeja milik pria itu, ingin kembali mengingat aroma maskulin Azka.
Keluar dari kamar mandi, dia bisa melihat Juna sudah terlelap di ranjangnya. Laura memang tidak menyukai anak kecil, tapi dia tidak juga membenci mereka. Tapi kenapa juga, Ella menyuruh Juna tidur satu ranjang dengan Laura?
Laura mengangkat selimut tebal itu, berniat memindahkan Juna ke sofa. Namun, wajah damai bagai peri kecil menjadi pemandangan yang begitu indah. Juna tertidur sangat damai, dia jadi tidak tega.
"Baiklah, untuk malam ini saja, aku mau tidur denganmu, Juna." Laura menyusupkan tubuhnya, memeluk tubuh Juna yang lebih mungil darinya.
oOo
Di kamar berbeda, seorang pria yang mencampakkan Laura Paris, hampir tertawa keras, begitu melihat note yang ditinggalkan gadis nakalnya itu. "Ganti rugi gaun dan dalam milikku. Pakai cash, karena kartu kreditku sedang diblokir."
"Kau benar-benar unik, Laura Paris."
Bersambung.
Akhirnya bab 3 selesai.🤤🤤🤤
Mohon maaf jika masih banyak kesalahan. Karena kesempurnaan bukan milik Lodi. 😭😭😭
Salam
Lodi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top