#6 Masih
Peduliku masih dalam
ambang ragu.
-G
Bel istirahat berbunyi dengan nyaring membuat hembusan nafas lega langsung terdengar di kelas itu. Bu Susi yang tadi pagi sempat marah karena ulah Meika memutuskan segera keluar dari kelas untuk mencari minuman dingin. Kepala dan hatinya sedang panas.
Hari ini semua orang tau bahwa kantin pasti akan mendadak ramai. Karena tim futsal sekolah mereka menang melawan sekolah tetangga, alhasil ada traktiran besar-besaran di tempat itu saat ini. Mendengar berita yang baru saja disebar oleh Bobi, Nadia langsung bersemangat menuju kantin dengan senyum cerianya yang semakin lebar.
Jangan salah, meski dia terlihat kurus, gadis itu bahkan bisa makan 2x lipat dari porsi nasi goreng yang ada di kantin. Padahal banyak yang bilang, bahwa menu nasi goreng di pojok kantin itu adalah porsi kuli alias banyak banget.
Ia bangkit menyusul Seva yang sudah berada di ambang pintu dengan badan membungkuk dan mengerakkan tangannya untuk melemaskan otot karena terlalu lama duduk di atas bangku.
"Ayoooo kantinnnnnnn!!! Lauren, lo nggak mau ditraktir?"
"Bakal nggak ada tempat, males ah gue."
"Meika, cantik deh, ke kantin yukkkkk." ucap gadis itu menoleh ke arah Meika yang saat ini sedang menidurkan kepala di pojok kelas sambil melambaikan tangan pertanda ia menolak tawaran Nadia barusan.
"Kaliannnn reseee bangett sih, gue laper nihh."
"Ya udah lo langsung ke kantin aja napa sih? ribet amat perasaan."
"Gue sama Seva berdua doang dong," protes Nadia mencebikkan bibirnya dan menoleh ke luar kelas saat dua orang gila yang sempat ia lihat di koridor dulu sedang berjalan melewati kelas mereka bersama dua manusia datar di belakangnya. "ehhh lo Dian kan?"
"Gue? gue Rian, Dian darimana?"
"Yahhhh, lo nggak dikenali sob, eh eh lo tau gue siapa nggak?" tanya Arsen mengacungkan jarinya pada Nadia yang saat ini mengangguk antusias.
"Tuh kan dia tau gue siapa, susah emang jadi orang terkenal."
"Lo Kusen kan? eh, Tongsen? siapa sih lo?"
"Gue tonjok juga lu lama-lama, nama bagus-bagus diganti seenak jidat." balas Arsen lalu menoleh ke arah Rian yang sedang tertawa sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya bermaksud mengejek.
"Udah deh nggak penting," ucap Nadia mengibaskan tangannya dan kembali bertanya kepada mereka. "kalian mau kemana? kantin bukan?"
"Iya, eh lo ngapain sih Sev?" tanya Rian yang melihat gadis itu masih tetap berada di posisi yang sama.
"Biar nggak kesemutan."
"Berdiri woi, lo nakutin kalau lagi kayak gitu."
Seva berdiri tegak dan merapikan rambutnya sebelum menoleh ke arah Marcell dan Gazza yang sedang memutar bola mata malas.
"HAI SAHABAT MASA KECIL GUEEEE!!!!!!"
"Lo kenal Za?"
"Nggak."
"Oh." jawab Marcell mengangguk singkat membuat gadis itu memicingkan matanya dengan kesal.
"Kalian ke kantin kan?"
"Iya, mau ke kantin bersama pangeran Arsen tuan puteri?" tanya Arsen menunduk hormat sambil mengulurkan tangan seolah menyambut sambutan tangan dari Nadia.
Gadis itu mengangguk senang lalu menoleh ke arah kedua temannya yang sedang tertidur pulas dibangku masing-masing. "Gue ke kantin dulu yaaa." ucapnya berteriak lalu menggandeng tangan cowok idiot itu sambil sedikit berlari.
"Eh toaa, jangan kenceng-kenceng, gue baru lahiran, nggak boleh banyak gerak."
"Tungguin gueeee!!!!" teriak Seva yang berlari dengan diikuti Rian di belakangnya.
"Ayo." ajak Marcell menoleh ke arah Gazza membuat cowok itu mengangguk singkat dan melanjutkan jalan.
Hampir 15 menit tidur dengan berbantal lengan, leher gadis itu akhirnya terasa pegal juga. Ia mengangkat kepalanya, mengucek pelan kedua mata yang masih berat dan sangat terkejut ketika mendapati seseorang sedang duduk di sebelahnya sambil memainkan ponsel.
"Gazza, lo kok bisa disi.....HEH MATA IJOOOO!!!" teriak Lauren mengalihkan pandangan keluar kelas sambil melewati bangku yang diduduki Gazza dengan langkah tergesa.
Mendengar seseorang berteriak kencang dari dalam kelas yang ia lewati, cowok itu berhenti dan mengangkat satu alisnya bingung saat melihat gadis berambut pirang sedang menuju ke arahnya dengan sorot mata penuh dendam.
Lauren berhenti tepat di depan cowok itu dan mengarahkan kedua tangannya menarik kasar jambul Marcell hingga membuatnya meringis dan menjatuhkan botol minum yang tadi ia bawa.
"Lepas!!!"
"NGGAK!! lo nggak lihat apa yang udah lo lakuin sama gue? baju gue kotor!!"
"Lepas nggak!!!"
"Nggak bakal, gue bakal tetep kayak gini sampai rambut lo rontok, biar lo botak sekalian kayak upin ipin."
"Apa-apaan sih?!" maki Marcell yang sudah berhasil melepaskan jambakan dari tangan Lauren yang saat ini sedang meletakkan kedua tangannya di pinggang dengan wajah garang.
"Lo dan motor hitam lo yang gede banget karena kebanyakan gym itu udah bikin baju gue kotor!"
"Kok gue?!"
"Ya emang lo, terus gue harus salahin siapa? Mang Ujang? emangnya Mang Ujang punya motor segede truk gitu? gue nggak mau tau, pokoknya lo harus tanggung jawab soal baju gue!"
"Lo yang punya baju, terus gue yang harus susah?" tanya Marcell datar dan menghembuskan nafas jengah saat melihat gadis itu justru terlihat semakin mengerikan.
"Lo nyebelin banget sih, udah tadi pagi lo ngotorin baju gue, di ruangan Bu Mia lo ngerusak mood, dan sekarang lo justru bersikap nyebelin banget kayak gini."
"Hidup hidup gue kan?"
"MATA IJOOOO!!!"
Melihat singa betina sudah bangun dengan tangan yang sudah siap mencakar, Marcell memilih segera berbalik dan lari dari tempat itu. Alhasil, saat ini mereka justru main kejar-kejaran melewati lorong sekolah yang sudah lumayan ramai.
"Berhenti woeee!!!"
Bukannya merespon teriakan Lauren, cowok itu justru semakin berlari kencang hingga berbelok ke koridor laboratorium yang berada di dekat ruang guru.
"Mata ijo, berhenti atau....auuuuwww!!!" teriak Lauren yang saat ini sudah meringis memegangi telinganya yang sedang dijewer oleh Bu Mia, guru BP berbadan besar yang sering dijuluki beringin oleh anak-anak.
"Atau apa Lauren? enak kan kena jewer? kalian itu udah besar, masih jaman main kejar-kejaran sampai hampir aja bikin gurunya jatuh?" tanya wanita itu gemas sambil menoleh ke arah kedua murid yang masing-masing telinganya sudah berada di genggaman jari-jarinya yang besar.
"IBU JANGAN SENTUH SAYA!!!" bentak Marcell yang kelepasan saat merasakan kulit telinganya bersentuhan dengan kulit orang lain.
Karena terkejut, wanita itu refleks melepaskan jewerannya dan menatap sesal ke arah Marcell yang sedang bernafas tidak teratur dengan sorot mata berubah tajam. Semua orang disekolah ini termasuk guru memang sudah paham bahwa Marcell sangat membenci orang lain menyentuh tubunya. Dan apesnya, barusan Bu Mia benar-benar tidak sengaja dan lupa akan hal itu.
"Maaf buk." ucapnya kemudian sambil mengusap kasar wajahnya sebelum melirik sekilas ke arah Lauren yang juga terlihat terkejut.
"Saya juga minta maaf Marcell, sekarang kalian berdua silahkan berdiri di depan tiang bendera sampai jam pulang sekolah! nggak ada penolakan dan toleransi lagi!!"
Kedua murid itu mengangguk dan berjalan santai menuju lapangan upacara dengan Lauren yang masih menatap lurus punggung tegap di hadapannya. Gadis itu termangu, ia merasa ada sesuatu yang sedang berusaha disembunyikan sosok pemilik mata hijau itu dari traumanya, trauma akan sentuhan dan sejenisnya.
Sampai di lapangan Lauren masih terdiam, matanya perlahan bergerak ke samping untuk melirik cowok menyebalkan yang tidak pernah tersenyum itu sedang memandang lurus ke arah tiang bendera yang berdiri tegak di depan mereka.
"Mata ijo, lo kena..."
"Gue nggak papa." jawabnya cepat memotong pertanyaan Lauren membuat gadis itu kembali diam.
"Tunggu disini."
Gadis itu tidak mengerti, ia mengerutkan alisnya bingung saat melihat punggung Marcell menjauh meninggalkan lapangan ke arah koridor kantin. Belum juga lamunannya buyar, gadis itu tersentak kaget saat tiba-tiba seseorang menempelkan botol minuman dingin di pipi kanannya.
Lauren menoleh lalu terdiam saat melihat Gazza sedang berdiri di sebelahnya sambil membuka botol minuman tadi sebelum menyerahkan ke arahnya.
"Minum."
"Lo nggak masuk kelas?"
"Gurunya nggak ada."
"Emmm Za, boleh gue tanya sesuatu nggak?" ucap gadis itu membuat Gazza mengangguk dan menatap serius ke arah kedua manik mata yang entah kenapa bisa membuatnya bungkam. "Lo tau nggak sih kenapa si..."
"Lo ada disini?"
Suaranya lagi-lagi selalu memotong ucapan Lauren dan berhasil mengalihkan pandangan mereka berdua hingga menatap tubuh itu berjalan mendekat. Kemeja putih berantakan yang dibiarkan terbuka hingga menampilkan kaus putih polos berpadu dengan keringat yang mengucur di kening membuatnya terlihat semakin, apa ya, entahlah, yang pasti Lauren yakin cowok itu bisa membuat sebagian besar gadis di sekolah ini pingsan seketika.
"Lo beli minum?" tanya Gazza membuat Lauren melirik ke arah tangan Marcell yang sedang mengenggam dua botol air mineral dingin dari kantin.
"Buat gue."
"Dua-duanya? lo haus apa rakus?" tanya gadis itu dan hanya dilirik sekilas oleh Marcell yang saat ini sudah membuka salah satu botolnya.
Lauren sempat melongo saat melihat Marcell bukannya minum justru menumpahkan seluruh air dalam botol itu ke arah mukanya. Entah kenapa, bekas guyuran air yang mengenai wajah cowok itu justru membuatnya terlihat semakin keren. Ia mengacak pelan rambut coklat berjambulnya lalu menoleh ke arah Gazza dan Lauren yang sejak tadi masih terdiam.
"Gue ganggu kalian ya?" tanyanya yang hanya membuat Gazza menatap datar sambil menangkap botol yang dilemparkan Marcell tiba-tiba. "biar kalian berdua bisa minum bareng, gue pergi dulu."
Good luck Za.
***
Gadis itu berjalan mondar mandir di depan gerbang sekolah sambil melihat ke jalanan seperti sedang menunggu sesuatu. Bukan seperti lagi, dia memang sedang menunggu taksi yang lewat untuk pulang ke rumah.
Lauren benar-benar menyesal telah menolak Meika yang tadi sempat menawari tumpangan, alhasil dia sekarang harus berdiri di tempat ini dengan ditemani panas matahari yang tidak bersahabat.
Beberapa menit yang lalu, supirnya memberitahu bahwa tidak bisa menjemput karena harus mengantarkan mamanya ke bandara. Lagi-lagi wanita itu harus keluar negeri untuk acara pemotretan brand baru yang memang tidak ada habisnya.
"Woee, udah tau lo lagi panas banget, kenapa nggak mau nurut buat minum obat sih, gue yang nggak salah apa-apa jadi kena juga kan." omelnya mendongak ke langit dengan kedua tangan digunakan untuk menghalau sinar matahari yang terlalu terik.
"Sen, ternyata kita masih tergolong waras." bisik Rian mendapat anggukan dari Arsen yang saat ini sedang memandang heran gadis yang berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri.
"Gue seneng deh."
"Seneng kenapa?"
"Ternyata kita bukan satu-satunya orang gila di dunia ini, masih ada cewek gila yang ngomong sama matahari." bisik Arsen membuat gadis itu perlahan melirik tajam ke arah dua orang aneh di ujung sana.
"Kalau mau ngrumpi, pulang sana pake rol rambut dulu! lagian ngrumpi kok keras banget kayak lagi kampanye." ucapnya sinis sambil berlalu dari kedua orang yang membuat mood nya semakin tidak terkendali.
"Naik, gue anter." ucap seseorang tepat di samping Lauren membuat gadis itu terlonjak.
"Gazza? ihh lo suka banget sih muncul secara tiba-tiba kayak jerawat."
"Iya ini gue, naik cepet." suruh cowok itu membuat Lauren akhirnya mengangguk dan segera menaiki motor ninja merah yang tadi pagi juga ia naiki.
Daripada gue nunggu taksi sampai lumutan.
Tanpa mereka berdua sadari, di belakang sana ada seseorang yang masih setia terdiam di atas motornya sampai Gazza berlalu pergi bersama gadis berambut pirang dengan jaket merah yang masih melekat di tubuhnya sejak tadi pagi.
Marcell tau, seseorang yang bisa membuat Gazza mempersilahkan motornya ditumpangi adalah seseorang yang istimewa. Cowok itu terdiam dengan sudut bibir terangkat lalu mengedikkan bahunya acuh sebelum kembali menyalakan mesin untuk keluar dari gerbang.
"Marcellllll, stop!!!!!" teriak seseorang membuat cowok itu otomatis mengerem kembali dan menolehkan kepala ke arah seorang gadis yang sedang berlari ke arahnya.
"Awas jatuh."
"Makanya jangan pulang dulu, gue nebeng ya." ucap Seva dan langsung naik ke atas motor Marcell tanpa menunggu jawaban dari cowok itu.
"Jangan pegangan!"
"Iya, gue juga tau kali kalau lo ogah disentuh, dasar sok! udah cepetan, panas tau."
Di perjalanan pulang, cowok itu bisa melihat motor Gazza dari jarak beberapa meter. Di depan sana, gadis berambut pirang dengan jaket merah yang ia yakini milik Gazza sedang sibuk memegangi roknya agar tidak tertiup angin. Lauren menoleh ke belakang dan matanya terperangkap dalam pandangan Marcell. Pandangan yang tidak pernah terbaca oleh siapapun, termasuk mamanya sendiri.
Tanpa mengatakan apa-apa, Marcell menambah kecepatan motornya dan mengimbangi laju motor Gazza, membuat cowok berbola mata biru itu menoleh dan mengerutkan alis. Marcell membuka kaca helm dan sedikit berteriak agar suaranya terdengar.
"Jangan ngebut, triplek tipis di belakang lo hampir jatuh." ucapnya lalu segera melajukan motor mendahului mereka.
"MATA IJOOOO!!!!"
.
.
.
.
Jangan bikin dia jatuh, Za.
.
.
.
.
Biar lo nggak buang uang buat bawa dia ke rumah sakit.
.
.
.
.
Jatuhin aja, gue nggak peduli.
Menurut kalian, siapa yang suka sama Lauren dan yang Lauren suka? 😶
Oh ya buat yang bingung ciri" tokoh karena terlalu banyak, gue bantu jelasin :
1. Marcell : mata hijau.
2. Gazza : mata biru.
3. Lauren : rambut pirang sepunggung, mata hijau keabuan.
4. Meika : rambut coklat gelap, mata abu.
5. Nadia : rambut coklat dengan ujung pirang.
6. Seva : rambut pirang sebahu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top