Ara dan Rama
Coba play Cold Water nya JB ya :v
Selamat hari raya Idul Fitri ya bagi yang merayakan. Minal Aidzin Wal Faidzin, mohon maaf lahir & batin. 😇💙💞
Spesial hari ini, akhirnya Sekawan dipublish ea ea ea :v
S E K A W A N
Perkenalkan, namaku, Ara. Lengkapnya Arasy Putri Ndaru, dan sekarang sedang sebal sekali. Aku ingin sekali matanya, bibirnya, telinganya juga semua yang ada pada dirinya itu dicincang lalu dibakar jadi satai. Pasti hidupnya yang selama ini hanya menjadi parasit itu, bisa sedikit lebih berguna dengan bantuan arang dan api.
Omong-omong, aku ini sedang membicarakan manusia yang tingkahnya sama seperti orang gila yang suka malak ke tukang sayur. Menyebalkan!
Dia itu Arama.
Rama
'⊰'
"Mending kamu itu mulih, Ra! Biar di sini ora kerepotan sama kamu!" Teriakannya kali ini benar-benar tak bisa kutahan. Rama, anak laki-laki umurnya lebih tua satu bulan dariku itu sepertinya kangen untuk ditonjok.
Aku berbalik, bersiap melangkah ke arahnya lalu memberikan sebuah. Bukan, memberikan berbuah-buah pukulan pada wajahnya yang sok itu.
"Apa?" Aku memekik tapi tertahan sebab ia sudah berada tepat di depan mataku.
Sebagai perlawanan lainnya, aku mengembuskan napas dengan keras. Sambil memicingkan mata dengan sinis, aku berlalu meninggalkannya, mungkin ia benar. Aku harus pergi, ya, setidaknya aku tak perlu repot-repot menjawab PR yang dikumpulkan esok pagi.
"Yahhhh Ara, aja mulih ta!" pinta teman-teman dengan puppy eyes serta mimik wajah yang dibuat-buat untuk menggagalkanku pulang.
Rama tampak menganga melihat tingkah teman-teman kami. Sebenarnya, mereka semua teman kumpul Rama yang beda kelas, tapi kini kebetulan belajar bersama. Jadi, apa urusanku, iya 'kan?
"Ehh, awakmu kenapa?! Cewek plagiator kayak iki ngapain disayang-sayang?"
Ucapan Rama barusan membuatku kembali memandangnya sinis. Tanpa sadar, tanganku bergerak sendiri untuk mencakar pipinya. Kebetulan kuku tanganku masih belum dipotong dua minggu.
"Aduhh! Awakmu iki kenapa seh, Ra?!!" erangnya sambil memegangi pipi kirinya yang merah. Lantas, melangkah dengan hentakan kaki yang lebar-lebar juga cepat ke arahku.
Sedangkan, aku dengan cepat menghindar dengan berlari ke arah pintu rumah Rama yang besar dan terbuat dari murni kayu, serta pernis membuatnya semakin apik.
Halaman rumah Rama juga cukup lebar, ya minimal untuk lari kecil menghindar dari kejaran orang gila ini, aku bisa bebas lari kemanapun.
Hup!
"Nahh, kena kamu! Arep ngendi maneh awakmu, hah?" Tiba-tiba Rama menghadang jalanku. Bodohnya aku! Langkahnya yang lebar-lebar berhasil mendahului langkah kakiku.
Oke, sekarang aku diam, mematung. Sama seperti singa yang mengincar mangsanya, seperti itulah wajah Rama. Matanya menatap tajam didukung oleh alis tebal yang menukik itu. Mati aku!
"Sini kamu, Ra! Atau aku yang datang ke sana?" katanya menantang sembari menggerak-gerakkan telunjuknya, salah satu sudut bibirnya terangkat.
Aku menelan ludah. Tapi aku bukan mangsa yang mau menyerahkan hidupku pada predator.
Berjalan pelan-pelan, selangkah demi langkah mendekati Rama yang berada 200 meter di depanku. Menurutku, ini cara pengalihan yang paling berhasil.
Lima menit kemudian, Rama sudah tengkurap jatuh dengan posisi di belakangku. Kalau saat itu aku membawa ponsel, pasti sudah kufoto. HAHAHA!
Ternyata teknik bersalaman pada bela diri yang selama ini kupelajari di sekolah berguna juga untuk menghajar si gila ini. Percaya atau tidak, Rama yang tubuhnya lebih besar dariku itu, jatuh dengan sekali banting olehku. Benar-benar di luar dugaan!
"Kok gak tangi-tangi?" tanyaku lalu menoleh ke belakang, tempat Rama terbaring. Tenang saja, meski terbanting cukup keras, Rama hanya mendarat ke halaman rumputnya saja. Bukan ke aspal atau ke bebatuan.
Ternyata Rama kesakitan. Aku menahan tawa lantas berbalik dan jongkok di depannya.
"Wis dikasih tahu, jangan macam-macam sama aku. Malah ngelunjak," ucapku seraya tersenyum penuh kebanggaan.
Terdengar decakan lidah sebelum akhirnya Rama mengucapkan sesuatu, "Kalau mau ngelawan, tadi juga bisa. Cuma tadi aku lagi males ae! Dasar plagiator nama!"
Aku terperanjat. Masih bisa-bisanya dia bicara seperti itu, seolah-olah dia masih kuat melawanku.
"Ara! Jangan pergi! Aja ngalih awakmu!"
Aku mendengus pelan, buat apa dia masih panggil-panggil namaku? Gak berguna banget!
'⊰'
Rama govlok tingkat dewa 7 turunan 7x muter lapangan 7x mati urip
Kok ngalih awakmu?
Aku mendecak kesal. Sekarang, setelah apa yang sudah ia lakukan kepadaku, lalu seperti ini akhirnya?
Tidak!
Kalau begini, kenapa aku harus lelah kejar-kejaran? Harus letih membanting?
Cih!
Aku mau dia berhenti mengontakku, berhenti mengganggu hidupku dengan bibirnya yang nyinyir, yang terkadang aku tergoda untuk meremasnya sampai bentuknya sama seperti bebek yang sering diangon bapakku.
Rama govlok tingkat dewa 7 turunan 7x muter lapangan 7x mati urip
Aku mau ngomong, cepet metu omah!
Mataku mendelik, jelas saja. Mau apa lagi cowok ini? Astaga!
Mau tak mau aku turun. Apapun yang ingin ia bicarakan kuharap itu hanya ucapan selamat tinggal.
"Arep ngomong apa?" ucapku ketika baru sampai pintu. Di beranda sudah menunggu Rama dengan yang duduk manis di kursi rotan sembari memainkan ponselnya.
Tidak ada jawaban. Sebagai gantinya tangannya melambai ke arahku, menyuruhku mendekat. Layaknya ia pemilik rumah. Dasar sok!
"Aku gak suka kamu asal pergi kayak ngunu, Ra," ujarnya dengan tegas. Kadang, kalau sedang tidak emosi atau sedang 'jinak' aku takut pada gaya bicara Rama yang seperti ini.
Apa ya ... mungkin karena jenis suaranya yang bariton itu. Yang tidak terlalu besar atau cempreng seperti cemeng.
Juga setiap dia bicara, keadaan di sekitar kami selalu saja sepi. Senyap, seakan semuanya juga gentar dengan suara Rama.
"Emang urusanmu apa?!" Aku menjawab dengan nada tinggi, setidaknya dengan begitu ia bisa tahu kalau aku sedang emosi dan tak mau bicara lama-lama.
Rama mengalihkan pandangannya, ucapanku yang mirip gertakan ala-ala itu sukses membuatnya menatap mataku.
Ia menaikkan alis sebelah kanan. "Kamu mau, seandainya ditinggal kayak begitu?"
Aku mengangguk mantap.
Sedetik setelah anggukanku, Rama langsung melenggang pergi. Tak memedulikanku yang masih duduk di hadapannya.
Aku benar-benar dibuat naik darah olehnya. Ejekannya soal namaku yang dinilai meniru namanya, logatnya ketika mengejekku, juga wajahnya yang sok kegantengan.
Argh!
Kalau diingat, dia itu menyebalkan sekali!
'⊰'
Masih pagi-pagi buta ketika pintu rumahku diketuk. Semalam aku ketiduran di depan televisi dengan kecamuk pikiran tentang Rama yang aneh dan menjengkelkan itu.
Mana mungkin, ditinggal begitu saja ia langsung marah, lantas pergi. Tidak biasanya ia berpola aneh seperti itu. Masih menguap, kupaksakan kakiku melewati lantai ruang keluarga ke ruang tamu yang naik satu pijakan.
"Oh!" Aku sedikit terkejut. Ada apa pagi-pagi begini Ibunya Rama datang kemari?
"Nduk, Ibumu mana?" Pertanyaan Ibu Rama seketika membuatku keningku berkerut, tapi tak lama. Aku mempersilakan beliau untuk masuk dan duduk di ruang tamu seraya aku memanggil Ibu.
Tak sulit mencari Ibuku, beliau sudah berkutat di dapur, kini tangannya tengah sibuk memotong ayam yang akan dijadikan santapan pagi ini.
Setelah mengobrol singkat, Ibu langsung bergegas menuju ruang tamu. Bertemu dengan teman mengobrol membuat Ibu kembali bersemangat. Sedangkan aku mengekor di belakangnya saja.
Tunggu.
Sekilas aku dengar ibunya Rama mengucapkan kata pamit. Dari kamarku yang bersebelahan dengan ruang tamu tapi terhalang dinding ini, aku bisa dengar sepintas pembicaraan mereka.
"Gak puas aku!" Dengan gemas dan mengadu kepalan tangan, kuputuskan untuk keluar kamar saat itu juga. Otakku sudah digerogoti rasa penasaran.
Aku berjalan mondar-mandir di depan mereka. Sesekali melirik ke arah para ibu itu, melihat ekspresi dan gestur dari pembicaraan mereka.
Tepat sebelum aku duduk di sebelah Ibuku, terdengar suara bariton memanggil namaku dari arah luar.
"Ara! Coba mrene!" seru Rama ketika aku sudah berada di depannya. Pagi ini ia rapi sekali, rambutnya sudah klimis, baju yang biasanya hanya kaos oblong bergambar sponsor bumbu dapur berganti dengan jaket ber-hoodie yang jarang ia pakai. Pernah sekali ia bilang, kalau dirinya akan memakai jaket itu saat mau pergi ke kota atau pergi jauh saja.
Keningku terlipat, mencoba meminta penjelasan dari tingkahnya yang lagi-lagi di luar nalar kewarasanku.
Tiba-tiba ia menjulurkan tangan kirinya. Keningku semakin terlipat, mulutku terbuka sedikit sebelum akhirnya ia menarik kembali tangannya.
"Eh, salah," ujarnya dengan cengiran yang menyebalkan lalu kembali menjulurkan tangannya. Tapi kali ini yang kanan.
"Aku pamit, ya," ujarnya dengan senyuman terkembang.
Keherananku memuncak, belum dapat jawaban atas tingkahnya yang membuatku sebal berkepanjangan, sekarang ia malah membuat tindakan aneh lainnya.
Bibirnya membentuk garis lengkung panjang. "Aku pamit, Ra! Malah melongo arek iki, rek!" ujarnya berseru sambil memukul-mukul pipiku dengan pelan.
Masih dengan tingkat keheranan yang sama, aku bertanya, "Arep menyang ngendi awakmu?"
Rama masih tersenyum selebar tadi, "Arep menyang kutha, daftar SMA."
Mataku berkedip-kedip lama, mulutku juga terbuka. Daftar SMA? Sampai-sampai ia mau pindah? Astaga!
"Lho, terus omahmu ing kene?" Aku mendesaknya dengan pertanyaan lain. Kuharap ada penjelasan yang lebih masuk akal ketimbang daftar SMA sampai jauh-jauh ke kota sana.
Rama menggeleng, matanya menoleh ke rumah joglo yang warnanya lebih gelap dari rumahku. Seperti menerawang jauh, menelusuk rumahnya dengan tatapan sederhana, namun tak bisa dijelaskan.
"Rumah itu dibiarin saja, Ra. Kan saiki kamu jadi pemiliknya!" ujarnya kembali riang ketika mengucapkan kalimat terakhir.
Otakku berpikir keras, menyusun setiap kronologis kejadian yang baru saja lewat di depan mataku. Aku menggeleng keras.
"Awakmu ora mulih menyang kene maneh?" tanyaku mendesaknya lagi.
"Ora ngerti, Ra. Aja kangen, ya!" ujarnya enteng diikuti cengiran khas ala Rama yang mungkin akan aku rindukan.
Kupaksakan bibirku untuk tersenyum, setidaknya sebelum ia pergi yang diingat olehnya adalah Ara yang tersenyum membiarkannya pergi.
Tangan kanan Rama terangkat, memberiku jempol sebagai pesan sebelum ia pergi lalu beralih mengusap pucuk kepalaku.
"Untungnya aku masih mau pamit, gak kayak awakmu, Ra," ujarnya lagi sambil terkekeh kecil.
"Oh iya, Ra!" seru Rama untuk kesekian kalinya, aku menoleh. "Aja nesu amarga omonganku. Aku cuma guyon, aja digawe serius yo. Awakmu iki spesial lho, mulane iku aku nyeluk awakmu plagiator," ujarnya sambil tersenyum ke arahku, aku hanya membalasnya dengan senyum sambil lalu.
Aku mengajaknya masuk ke beranda rumahku, sesekali kulirik wajahnya yang tengah menikmati guyuran cahaya matahari pagi dengan wajah berseri. Entah bagaimana, sekarang aku berpikir bahwa selama ini aku salah.
Aku terlalu fokus pada caci dan makian yang Rama sering lontarkan, tanpa peduli maksud di dalamnya.
Jahat, ya?
Aku yang jahat. Selama ini ternyata pemeran antagonisnya adalah aku. Aku yang bahkan tak pernah menyadari jika ungkapan "plagiator" adalah sebuah tanda untukku karena aku lebih istimewa dari yang lain.
Aku tertawa kecil, menoyor bahu Rama ketika ia memberikan lelucon-lelucon lainnya, sebelum pada akhirnya pagi ini harus berakhir, saat Ibu Rama keluar dari rumahku. Wajahnya bermandikan air mata karena harus berpisah dengan Ibuku, membuatku tak kuasa menahan air mata ketika akhirnya beliau memelukku.
Dari balik bahu ibu Rama, anaknya—Rama—nampak tersenyum. Entah senyum apa itu, yang pasti senyum itu adalah yang paling manis sepanjang ia pernah tersenyum padaku.
Selamat tinggal, Rama!
Aku bakalan kangen nang awakmu.
'⊰'
S E K A W A N
Assalamualaikum.
Hai! Yo opo kabare rek?! 🤗
Aku mau minta maaf berkenaan cover sama isi yang jauh berbeda dari ekspektasi kalian yang mungkin ngarep adanya fanfict. :3
Oke sebelumnya aku mau jelasin ...
Pertama, jelasin dari judul, kenapa dikasih judul Sekawan?
Karena waktu itu pas dengerin lagu sendirian di kamar. Tiba-tiba otakku ngulang kata itu, jadi sebenarnya itu random banget, eak. 😅
Kedua, kenapa pake bahasa jawa?
Karena terinspirasi dari judulnya yaitu Sekawan + karena mas Bayu Skak yang keluar dari zona nyaman dengan ngevlog pake bahasa jawa. 👍
Ketiga, banyak idiom atau ungkapan bahasa jawa yang mungkin kalian ada yang gak paham. Jadi komen aja ya ehehe :v soalnya kalau dijelasin di sini, nanti kepanjangan. :'3
Oke deh, semoga suka ya. Kritik dan saran selalu diterima. 🙂
Oke bubaiii :v
Wassalamualaikum. 💙
12.30 PM | 5 Juni
-Yang lagi dengerin lagu Fake Love nya mas Jimin💙
sedikit direvisi
Rabu, 13-05-'20 | 9.46 PM
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top