Pesan Dari Virgo

Pelangi tak perlu khawatir. Matahari satu dan akan selalu ada. Sementara Awan, dia akan selalu tergantikan.

###

Hai, Fa.

Aku yakin, kamu masih merasa tidak begitu baik saat ini. Aku tahu kamu masih merasa terluka dengan apa yang kulakukan. Tapi tolong, bacalah isi hatiku yang tertuang dalam surat kecil ini, yang semoga saja membuatmu memilih untuk berubah.

Hampir tiga tahun. Cukup lama ya, Fa. Banyak yang telah kita lewati selama kita menjadi sahabat. Kita lalui masa-masa itu dengan senyum dan tawa untuk membuat semua tetap tenang dan seolah baik-baik saja sekalipun dalam masalah dan kekacauan. Dan seiring berjalanya waktu, semua rasa bahagia itu berubah.

Aku mencintai kamu, Fa.

Tapi pada akhirnya, seberat apapun, aku harus melepaskan kamu untuk bersama orang lain, mengikhlaskan kamu untuk bersamanya, dan melupakan kamu untuk selamanya.

Pada kenyataannya pula, Tuhan mendukung kita untuk berpisah, Fa. Itu berarti, Tuhan juga tak menakdirkanmu untuk menjadi milikku. Tuhan telah menakdirkanmu untuk menjadi milik orang lain.

Aku jahat, ya, Fa? Karena tanpa keterangan, tiba-tiba aku memutuskan hubungan kita. Karena aku tiba-tiba menyakiti perasaanmu. Karena aku tiba-tiba membuatmu kecewa hingga pipimu basah oleh air mata. Jika keputusanku ini hanya membuat hatimu sakit, maafkanlah aku, Fa.

Aku memilih pergi, untuk membayar semua kesalahanku pada seseorang yang mendambakanmu dari jauh. Aku memilih pergi agar aku tak menjadi sebuah sekat yang memisahkan kalian berdua nantinya. Ya ... kamu tahu dia, Fa. Mungkin kamu baru menyadari bahwa dia menyukai kamu sejak sering membuatkan kamu bekal makan. Tapi tidak, Fa. Dia telah menyimpan perasaan itu jauh sebelumnya.

Aku tahu, sakit ketika kita memaksakan cinta. Namun belajarlah untuk mencintai kak Rendra, Zifa. Cintailah dia seperti kamu mencintaiku. Cintailah dia sebagaimana dia mencintai kamu dalam bahagia yang dia rasakan dalam diam, sampai-sampai keputusasaannya atas penyakit yang dia idap, yang membuatnya berpikir bahwa dia tidak akan bisa hidup lama saat itu juga melayang hilang entah ke mana. Kamulah alasan kak Rendra untuk terus bertahan, Fa. Maka dari itu jagalah perasaan kak Rendra seperti dia yang selalu menjaga perasaan kamu dari jauh. Jangan menjadi seseorang seperti diriku, Fa. Yang tega membohongi kak Rendra dan menyakiti perasaannya hanya untuk memenuhi egoku; memilikimu.

Sekarang, aku sudah menjadi bagian dari kak Rendra. Aku hidup dalam dirinya. Aku akan selalu hadir untuk menjaga dan menemani kamu lewat detak jantung dan tiap embus napas yang dia hela. Kamu tidak perlu mengeluarkan begitu banyak air mata untuk mengenangku, karena air mata tak akan membuatku hanyut kembali padamu. Dan karena selama kak Rendra ada di sisi kamu, aku pun akan selalu ada, Fa.

Jagalah pula perasaan kak Rendra seperti kamu menjaga perasaan aku selama ini. Karena setiap apa yang dia rasakan, maka aku pun akan turut merasakannya.

Maka jangan sedih lagi, Fa. Kak Rendra tidak pernah suka melihat orang yang disayanginya sedih. Begitu juga dengan aku. Pun waktu yang akan terus bergulir, tak akan pernah berhenti sedetik pun demi menunggu air matamu terbendung.

Kamu tahu? Di balik setiap pandangan orang lain mengenai kedisiplinanku, aku menyimpan kebencian pada waktu. Kadang aku benci pada waktu, Fa. Yang tega berlari lebih cepat dari yang aku inginkan. Aku benci pada waktu yang selalu merenggut apapun milikku dalam sekejap mata. Aku benci pada waktu yang telah memaksaku untuk memilikimu dalam waktu yang begitu singkat. Waktu tak pernah membuat siapa pun puas, Fa. Waktu selalu membatasi kita. Waktu tak pernah mau mengerti keadaan kita, perasaan kita.

Itulah waktu, Fa. Dia memang begitu bebas. Sekeras apapun kita meneriaki waktu untuk berhenti, dia tak akan pernah peduli. Terlepas dari pandangan burukku tentang waktu, belajarlah darinya, Fa. Belajarlah dari waktu, yang berani melepas masa lalu dan dapat dengan cepat mengubah segala hal, dengan atau tanpa kita sadari. Lepaskanlah aku dan ubahlah dirimu menjadi lebih baik.

Tersenyumlah, Zifa. Tuhan tak pernah suka melihat hamba-Nya terlalu sedih. Bahagiakanlah kak Rendra seperti kamu yang selalu membahagiakanku. Karena aku pun, akan turut bahagia ....

Di sini. Di balik tiap ruas rusuk kak Rendra yang melindungiku, di setiap debar jantungnya yang tercipta.

Untukmu, Zifa.

●●●

"Tapi, lo nggak bakal ngelakuin itu kan, Vir? Karna ... sebenernya gue pengen lo bisa janji buat selalu ada di samping gue. Karna gue akan selalu butuh lo, Virgo."

Mungkin, dulu, bagi Zifa, Virgo hanyalah sebuah sekat yang memisahkannya dari kebebasan yang selalu dia damba. Tapi seiring berjalannya waktu, Zifa sadar akan satu hal. Bahwa Virgo melarangnya ini-itu tak lain dengan harapan bisa menghindarkannya dari sesuatu yang tak baik untuknya. Bahwa selama ini Virgo telah menjadi sekat sekaligus tameng, yang membatasi sekaligus melindunginya dari keburukan. Sampai sebuah kenyamanan membuatnya terlena. Berharap agar sekat itu tidak hilang dan tetap berada di sisinya.

Perut Virgo melilit mendengar pernyataan Zifa. Namun seperti yang terjadi sejak awal, dia masih belum kehilangan kata-kata. Dia akan mengatakan apa yang mungkin akan membuat Zifa berhenti dan melepaskannya suatu saat nanti. Ketika mereka tidak bersama lagi. Virgo memakai kembali kacamatanya.

"Kamu liat ayunan itu?" tunjuk Virgo pada sekumpulan anak kecil yang sedang tertawa gembira bermain ayunan yang dipasang pada sebuah pohon di kejauhan sana.

Zifa menyipitkan mata dan mengangguk-angguk.

"Sama halnya seperti ayunan itu. Ketika kita menggantungkannya pada pokok batang, tentu dia nggak akan bergerak. Tapi kalau kita gantungkan tali ayunan itu pada dahan, udah pasti dia bakal bergerak dengan baik." Virgo menghela napas dalam-dalam dan mengembuskannya keras. "Semua manusia itu punya derajat sama, Fa. Posisi kita semua sama. Sama seperti tali dan pokok batang itu. Horizontal. Tahu kan, maksud aku?"

Zifa merasa tenggorokannya tercekat. Tapi dia enggan untuk meminum minuman dari dalam botolnya yang masih lebih dari setengah. Matanya panas. Lalu dia mengerjap. Dia tahu apa yang Virgo maksud.

"Jangan bergantung sama aku, Fa. Aku cuma manusia. Bergantunglah pada Tuhan, yang lebih tahu takdir kamu. Takdir kita. Karena Tuhan punya derajat sangat jauh lebih tinggi dari manusia. Sama seperti ayunan dan dahan pohon itu. Percaya, Fa. Bergantung sama manusia itu cuma bakal bikin kamu capek."

Virgo tersenyum hangat. Meski Zifa melihat, namun itu tak meluruhkan rasa cemas dalam dirinya sama sekali.

"Hehe, makanya aku egois. Karena aku terlalu percaya sama hal itu, sampai-sampai aku mikir kalau aku nggak butuh orang lain. Tapi beneran deh, Fa. Kamu lebih butuh Tuhan. Kamu hanya harus percaya ...."

Rasanya semua kesenangan itu menguap perlahan dari hati Zifa. Dia merasa tenang ketika Virgo mengatakannya. Sekeras apapun dia ingin menyangkal, dia tetap tahu bahwa perkataan Virgo itu seribu persen benar. Namun dia baru benar-benar meyakininya beberapa waktu kemudian, ketika Virgo sudah tidak ada lagi di sampingnya.

●●●

-T A M A T-

Alhamdulillahirabbil'alamiin.

Di sini, saya cuma pengen bilang, terimakasih banyak sudah baca cerita ini dari awal hingga akhir. Semoga setiap pelajaran yang berharga bisa kalian petik di setiap bagiannya.

Sori kalo endingnya jelek, kata-katanya nggak mutu, saya agak bingung ngerangkainya hehe. Kritik aja kalo perlu, atau kalau kalian nggak mudeng komen aja.

Eh iya, enggak terasa besok tanggal 1 Januari. Enggak terasa udah mau masuk sekolah lagi. Waktu emang cepet bangey ya. Sampai jumpa di cerita saya yang lainnya. Walau pun hampir UN, tapi sumpah, tanpa wattpad saya pasti nglangut. Wkwkw. Maka saya nggak bakal hiatus. Paling enggak ya mungkin seminggu apdet satu kali, atau enggak sama sekali, karena paling saya cuma baca karya orang, atau yah nanti tunggu ajalah.

Duh, baru kali ini ngerasa nggak pengen namatin cerita hahaha. Udahlah, saya harus move on.

Big thanks to you all, everywhere you are. I love you so much! See you in my next story!

*sokbgtinggrisguejelekpdhl

Salam Imajiner

Viavidi (ladyrockamateur :v)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top