51

"Perebut kekasih orang tidak berhak bahagia. Kekasihku pernah direbut, tapi malah hidupku yang tidak bahagia."

***

Bahkan ketika pulang sekolah, Alin sampai berlari sebab feelingnya mengatakan Sadam pasti akan mendatanginya. Tapi syukurlah saat tiba di gerbang, mobil abangnya sudah lebih dulu menunggunya.

Napas Alin terlihat memburu, hingga wajahnya ikut pucat.

"Kenapa malah lari-lari segala sih?" Tanya Cakra.

Alin menggeleng. "Olahraga bang." Jawabnya asal.

Beberapa saat kemudian, mereka akhirnya tiba di rumah. Pelukan erat dari sang Mama langsung Alin dapatkan tepat saat ia turun dari mobil.

"Udah mulai bandel kamu sekarang ya!" Alin sukses dibuat was-was mendengar omelan sang Mama. "Telpon gak pernah diangkat, alasannya sibuk. Kamu gak kangen sama Mama?"

Kebetulan, Sadam juga baru pulang. Alin sengaja tak menoleh pada lelaki itu. Namun sialnya, pandangan sang Mama malah teralihkan ke sana.

"Seragam kalian sama. Satu sekolah ya?"

Tak menggubris ucapan sang Mama, Alin beralih untuk mengajak sang Mama masuk ke dalam rumah.

"Mama bawa oleh-oleh apa? Ada brownies gak?"

"Ada dong."

"Papa mana?"

"Kamu kayak gak tau Papa aja. Biasalah, sibuk kerja."

Alin mengambil sekotak brownies di atas meja. "Aku ke kamar dulu ya, Ma."

"Lin, duduk dulu." Titah sang Mama.

Mau tak mau Alin nurut untuk duduk bersama sang Mama.

"Gimana rencana kamu kedepannya?"

Alin menggaruk kepalanya, pura-pura tak mengerti. "Rencana apa, Ma?"

"Kuliah. Kamu janji sama Mama mau pulang dan lanjut kuliah di sana kan?"

Alin mengangguk. "Aku pasti pulang kok, Ma."

"Belajar yang bener. Mama denger Chia udah aktif nyari-nyari informasi masuk universitas."

Alin mengernyit heran. "Kok Mama bisa tau?"

"Semenjak damai dan setelah Chia sembuh, dia jadi lebih sering datang ke rumah."

"Kenapa Mama biarin?!" Sungut Alin tak terima.

"Loh, apa salahnya? Chia kan anak yang baik, pinter, mandiri. Dia yang nemenin Mama pas kamu gak ada di rumah. Brownies ini juga buatan Chia."

"Sekalian aja angkat Chia jadi anak Mama!" Ketus Alin. Ia menaruh kembali brownies itu di atas meja, lantas masuk ke kamar begitu saja.

Setibanya di dalam kamar, Alin merasa sangat emosi. Dia benci ada di situasi seperti ini. Chia seperti punya banyak muka. Munfik bahkan lebih dari itu. Bisa-bisanya dia mendekati Mamanya Alin sementara di belakang, dia malah menusuk Alin habis-habisan.

Harusnya Chia menderita!

Perebut kekasih orang tidak berhak bahagia!

Sialnya, semesta malah bersikap tak adil. Atau mungkin semesta hanya tak pernah adil pada Alin saja. Jadi semua yang Alin lakukan selalu salah di mata dunia.

Alin hanya berdo'a, semoga suatu saat orang yang telah merebut kebahagiaannya, menerima ganjaran yang sepantasnya.

***

Terhitung dua hari, Naumi mengurung diri di kamar. Sang Mama bahkan lelah sendiri mengetuk pintu kamar dan menyuruh Naumi untuk keluar. Naumi masih baik-baik saja. Hanya saja, pikirannya tampak kacau. Entah sampai kapan ia akan seperti ini.

Naumi butuh teman cerita.

Setidaknya di saat down seperti ini, ia hanya ingin didengarkan, bukan dilempari kalimat fakta menyakitkan.

Naumi butuh dirangkul.

Tangannya tergerak mengambil ponsel, lantas mencari kontak seseorang. Begitu menemukannya, Naumi menggerakkan jarinya untuk menekan tombol panggilan.

"Halo?"

"Kak..."

"Hmm? Kenapa, Nau?" Balas Nada – Kakaknya Naumi di seberang sana.

"Lo lagi sibuk gak?"

"Lumayan. Kenapa tuh?"

"Gue mau minta pendapat."

"Tentang Mama ya? Nau, nanti dulu deh. Gue lagi ngejar deadline nih. Nanti gue telpon balik."

Tut!

Naumi menatap layar ponselnya dengan hampa. Benar kata orang-orang. Kita memang makhluk sosial, tapi bukan berarti kita terus-terusan bergantung pada orang lain. Ada kalanya untuk belajar mandiri, menyelesaikan masalah sendiri, sebab orang lain pun juga punya bebannya masing-masing.

***

Alin terbangun dari mimpi buruk. Napasnya tampak memburu. Badannya bahkan ikut berkeringat. Begitu melirik jam dinding, Alin baru sadar. Dia baru tertidur sejam yang lalu, tapi mimpi barusan seolah berdurasi lama hingga membuatnya tremor hingga berkeringat.

Alin bermimpi bahwa Naumi melabraknya ketika di sekolah. Sudah jelas masalahnya karena Sadam.

Bunyi ketukan halus pada kaca jendelanya membuat Alin kembali kaget.

Alin sontak merapatkan posisi tubuhnya ke dinding.

Ponselnya kini bergetar, menampilkan notifikasi pesan masuk dari orang yang sedang ia hindari saat ini.

Ssst

Gue di depan jendela

Ketukan itu kembali terdengar. Alin semakin was-was. Matanya selalu melirik pintu kamar yang tak ia kunci. Alin takut jika keluarganya mendengar lalu membuka pintu kamarnya tiba-tiba. Demi apapun, Alin tak mau jika sampai hal buruk itu terjadi.

Masih bertahan dengan posisi yang sama. Selanjutnya tak ada lagi gangguan dari Sadam. Alin beranjak turun dari ranjang dan mengunci pintu kamarnya. Sebenarnya ia ingin mengecek keadaan jendelanya apakah terkunci dengan benar atau tidak. Tapi Alin tak ingin mengambil resiko jika ternyata Sadam masih ada di depan sana dan melihatnya.

***

Hari ini Alin melihat bahwa kursi Naumi masih kosong. Entah apa yang terjadi pada gadis itu. Alin tak tahu.

Tidak hanya Alin. Murid-murid lainnya juga membicarakan Naumi. Jika besok absen Naumi tetap alfa, maka pihak sekolah akan langsung menghubungi orang tuanya.

Anehnya, Sadam kelihatan biasa saja. Maksudnya, Naumi itu kan pacarnya. Harusnya ia marah saat mendengar gunjingan orang lain tentang pacarnya.

Ada yang mengatakan bahwa Naumi masih nekat mengajari ekskul dance. Ada pula yang bilang jika Naumi sedang patah hati sebab Sadam lebih memilih Alin. Entah darimana mereka mendengar berita itu.

Di jam pelajaran matematika, setelah selesai mengerjakan tugasnya, Alin meminta izin ke toilet. Cuaca pagi ini tampak mendung. Alin juga banyak meminum air putih sejak pagi hingga membuatnya tak tahan untuk buang air kecil.

Setelah selesai dari kamar mandi, ia lantas mencuci tangan di wastafel.

Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Sialnya yang masuk bukanlah perempuan, tapi sebaliknya.

Sadam. Lelaki yang dua hari ini Alin hindari, kini persis di depan matanya. Alin sontak melirik ke bilik wc. Ada satu pintu yang tertutup. Itu artinya ada orang di dalam sana.

Alin mengembuskan napas dengan berat. Sadam benar-benar cari mati!

Sejak dinasehati oleh Cakra, pikiran Alin sedikit terbuka. Sebenarnya banyak hal yang membuatnya memilih untuk menjauh saja. Terlebih perihal mimpi buruk tadi malam.

Sadam masih berdiri di depan sana. Sudah jelas bahwa Alin yang sedang diincarnya.

Tanpa menatap kedua mata lelaki itu, Alin memberanikan diri untuk melewatinya begitu saja. Tapi sayang, jalannya tentu tidak mudah. Sebab yang di depannya saat ini adalah Sadam.

Sadam mencengkram lengan Alin tepat ketika gadis itu melewatinya. Alin jelas memberontak.

"Lepas!" Ucap Alin dengan pelan, sebab takut terdengar oleh orang lain.

Bukan Sadam namanya jika langsung melepaskan mangsanya begitu saja. Lelaki itu malah membawanya masuk kembali ke toilet, dan mendorong Alin ke dinding.

"Ada masalah apa lagi?" Lelaki itu berujar dengan  nada berbisik.

Alin menatap Sadam tak santai. Selanjutnya, ia kembali mengedarkan pandangan. Terutama di bilik wc yang masih tertutup.

"Lo udah gila, sumpah!" Sahut Alin.

"Siapa yang gila di antara kita? Gue, atau lo yang tiba-tiba menjauh?"

"Gue minta putus!" Alin mengucapkannya dengan tempo cepat.

"Lo lupa kita gak pacaran?" Balas Sadam sontak membuat Alin kehabisan kata-kata.

Alin akhirnya berani menatap wajah Sadam. Sudut bibir lelaki itu masih memar dan sedikit luka. Tapi yang membuat Alin takut saat ini adalah tatapan mata lelaki itu.

Alin mendorong bahu Sadam cukup keras, hingga membuat lelaki itu jatuh menabrak pintu bilik wc. Hal itu tentu memicu suara ribut, hingga dapat Alin lihat bahwa pintu bilik wc yang tertutup tadi, kini mulai ada celahnya.

Melihat Sadam yang tampak lemah, Alin memanfaatkan kesempatan untuk kabur.

Namun sial, semua tidak semudah itu. Sadam menjulurkan sebelah kakinya, hingga membuat Alin terjatuh ke lantai.

Lelaki itu kembali mendekat. Ia mendorong tubuh Alin ke dinding, lantas dengan gerak cepat mencium bibir Alin.

Jantung Alin berdebar tak karuan. Harusnya sejak awal ia tak usah memberikan bibirnya pada lelaki itu.

Alin menggigit bibir lelaki itu kuat, hingga Sadam berteriak dan melepaskan pagutan bibir mereka. Tak hanya itu, Alin juga menendang kepunyaan Sadam cukup keras hingga membuat lelaki itu kembali jatuh menabrak pintu bilik wc.

"Brengsek! Lo deketin gue cuma karena nafsu! Gue berdo'a semoga Naumi secepatnya putus dari lo! Cowok nafsuan kayak lo gak ada gunanya!" Alin mengatakan itu dengan keadaan tubuh yang tremor. "Detik ini juga, kita selesai!"

Selanjutnya, Alin pergi sembari menutup pintu toilet dengan kuat. Air matanya jatuh, sebab tak kuat menahan emosi di dadanya. Sebelah tangannya terangkat guna menghapus bekas darah dari bibir Sadam.

Alin menghapus air matanya dengan kasar sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke kelas.

Tepat saat Alin duduk di kursinya, tiba-tiba Alma juga baru masuk ke kelas.

Sejak kapan gadis itu permisi keluar?

***

TBC

Yuhuu!!!

Gimana dengan part ini?

Tinggalin komentar kalian di sini ya🔥

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top