12

"Lucu ya, tiba-tiba berada di antara hubungan orang lain."

***

Paginya, Alin sudah bersiap-siap hendak berangkat. Begitu pula dengan Cakra. Hari ini cafe buka lebih lambat dari biasanya. Namun demi memantau adiknya tiba di sekolah dengan selamat, Cakra rela berangkat sangat awal.

Begitu Alin membuka pintu, ia kaget kala mendapati Sadam yang sudah duduk di kursi depan.

"Lo mau ngapain?" tanya Alin dengan nada tak santai.

"Mau nebeng," ujarnya tanpa beban.

Cakra lantas keluar, dan sama terkejutnya dengan Alin. Sadam memberikan senyum terbaiknya pada Cakra. Dih! Pencitraan.

"Gak berangkat bareng pacar, Dam?" tanya Cakra. Ia tahu betul bahwa Sadam sering diantar-jemput oleh pacarnya. Itu sebabnya Cakra tak ingin merepotkan adiknya pada lelaki itu.

Sadam hanya terkekeh. "Mau bareng sama Alin, gapapa kan bang?"

Cakra menatap adiknya, sementara Alin, sebenarnya ia ingin menolak, tapi kakinya juga masih sakit. Untuk saat ini, memang lebih enakan dibonceng.

"Mau bareng Sadam gak, Dek? Kalau mau, Abang berangkat kerjanya dipending aja kalau gitu."

Alin benar-benar tak tega melihat Cakra yang harus menunggu sejam lagi di luar cafe.

"Yaudah, bang. Alin berangkat sama dia aja," putus Alin akhirnya.

***

Sudah dua hari belakangan ini, Alin selalu pulang-pergi bersama Sadam. Naumi tak mempermasalahkannya. Semuanya tampak normal. Mereka juga selalu makan bertiga di kantin.

Hari ini, pelajaran olahraga. Para murid kelas dua belas IPS mengganti seragam di kamar mandi. Beberapa dari mereka ada yang mengganti pakaian di aula basket yang kebetulan sedang kosong.

Namun Alin, Naumi dan beberapa anak lainnya memilih untuk mengganti pakaian di kamar mandi. Lebih aman katanya.

Alin masuk ke toilet. Sekalipun pernah berpakaian terbuka tempo hari, namun Alin masih risih jika membuka seragamnya di depan banyak orang, sekalipun perempuan.

"Nau, udah putus sama Sadam ya?"

Dari dalam bilik toilet, Alin dapat mendengar suara teman kelasnya itu. Ia memilih untuk menguping.

"Belum lah. Kenapa?"

"Kok gak berangkat bareng lagi?"

"Gapapa. Emang salah?" Semenjak menjalin hubungan pacaran dengan Sadam, hubungan pertemanan Naumi dengan teman-teman sekelasnya merenggang. Naumi seolah tak butuh teman. Tapi sejak Alin pindah ke sekolah mereka, Naumi akhirnya mulai membuka pergaulan.

"Gak salah sih. Tapi sekarang jadinya Sadam malah berangkat bareng si anak baru."

"Kenapa dengan Alin?" Naumi langsung menentang ucapan orang itu.

"Kok nyolot sih. Kita kan cuma nanya. Lagian hati-hati deh, jaman sekarang pelakor awalnya berkedok sebagai teman dekat loh."

Bersamaan dengan itu, Alin lantas membuka pintu toiletnya. Semua pandangan tertuju padanya. Alin tahu bahwa yang bicara tadi adalah Alma. Gadis cantik yang pernah didekati Sadam di kelas ketika Naumi tak masuk.

"Ke lapangan yuk." Alma lantas beranjak, diikuti oleh teman-teman lainnya.

"Kenapa?" tanya Alin saat melihat Naumi memasang wajah kesal. Gadis itu menggeleng, lantas melangkah duluan keluar dari kamar mandi. Alin mengembuskan napas pasrah hingga akhirnya memilih untuk keluar juga.

***

"Pulang bareng aku ya," pinta Naumi pada Sadam ketika bel pulang sekolah berbunyi.

"Gausah lah, Nau. Bikin capek kamu aja. Kan ada dia," Sadam menunjuk Alin di belakangnya dengan dagu. Alin berpura-pura menyibukkan diri, padahal semua barang-barangnya sudah dibenahkan sejak tadi. Ngomong-ngomong sejak omongan Alma di kamar mandi, Naumi jadi jarang bicara dengannya.

"Gitu ya? Udah enak pulang-pergi sama Alin sekarang?" tuduh Naumi. Alin sontak menatap gadis itu dengan tatapan tak percaya. Hei! Bisa-bisanya dia termakan oleh omongan Alma!

Sadam menatap tak suka pada Naumi. "Apasih! Jangan mulai lagi lah!" Sadam bangkit, namun sebelum itu ia menoleh pada Alin. "Mana kunci?"

Sialnya, Alin malah memberikan kunci motor miliknya begitu saja pada Sadam. Namun sebelum Sadam mengambilnya, Naumi menyambarnya lebih dulu.

"Aku pengen makan seblak!" ujar gadis itu.

Sadam berdecak kesal. "Yaudah, nanti malam kita makan seblak."

"Aku pengennya sekarang!" Kedua mata Naumi tampak berkaca-kaca.

"Nau..." Alin menatap teman barunya dengan tatapan tak percaya. Ia tahu bahwa Naumi memang sangat posesif pada Sadam. Tapi kali ini rasanya sudah keterlaluan. "Lo cemburu?"

Air mata Naumi kini jatuh. Ia beralih menatap Alin, sembari mengusap air matanya.

"Gue sama Sadam gak ada apa-apa."

Dahi Sadam berkerut heran. "Kenapa malah nangis? Cengeng!" Lelaki itu merampas kunci motor Alin di tangan Naumi lantas berlalu begitu saja, seolah tak peduli dengan pacarnya.

"Sumpah! Dia gak sayang lagi sama gue!" Naumi menutup wajahnya dengan kedua tangan, sementara Alin merasa seperti orang bodoh. "Padahal tadi gue cuma prank doang."

Alin mengembuskan napas pasrah. Kenapa orang-orang suka sekali melakukan prank? Padahal tak semua prank berujung manis. Buktinya Alin, hubungannya benar-benar putus hanya karena sebuah prank. Dan Alin sekarang menyesal mencoba trand unfaedah itu.

"Nau, lo nyadar gak sih. Lo egois."

Naumi menurunkan telapak tangan dari wajahnya, lantas menatap Alin, meminta penjelasan.

"Lo pikir di prank gitu enak? Lo pikir dituduh-tuduh gitu gak sakit? Coba sesekali posisiin diri lo jadi dia. Biar lo tau rasanya gimana."

Raut wajah Naumi kini kembali menyedihkan. "Lin, lo kok jahat!"

Alin memutar bola matanya dengan malas. Ia pikir tadinya Naumi benar-benar cemburu dengannya.

"Yaudah yuk, dia pasti udah nunggu di parkiran."

Tepat ketika mereka bangkit, Sadam tiba-tiba saja datang. Lelaki itu berjalan tergesa. Sebelah tangannya memegang kantung plastik. Biar Alin tebak, isinya pasti seblak.

Saat Sadam berada di hadapannya, Naumi sontak memukul dada lelaki itu. "Jahat!" ujarnya dengan nada manja.

Bagaimana mungkin Naumi bisa menduga bahwa Sadam tak lagi sayang padanya? Lelaki itu bahkan rela membelikan seblak yang lokasi jualnya berada di luar sekolah. Mungkin saja lelaki itu habis kebut-kebutan demi membeli seblak itu menggunakan motor Alin.

Tak mau melihat drama sepasang bucin, Alin memilih pergi. Namun sebelum itu, ia mengatakan sesuatu pada mereka. Lebih tepatnya pada Sadam.

"Gue tunggu di parkiran."

***

Ketika Alin memutuskan untuk keluar dari kelas tadi, Naumi dan Sadam mengikutinya dari belakang, meski keduanya memilih langkah santai.

"Lin, hati-hati ya, Sadam suka ngebut," bisik gadis itu saat di parkiran. Sadam sedang sibuk mengeluarkan motor milik Naumi lebih dulu.

"Gue duluan ya. Nanti malem gue ke rumah lo," ujar gadis itu tanpa izin atau persetujuan apapun.

Tak ada bantahan yang keluar dari mulut Alin selain dengkusan pasrah.

Beberapa menit kemudian, ia sudah duduk di motornya, dibonceng Sadam tentunya. Tak ada perbincangan apapun selama di motor. Lagipula Alin lebih suka dengan suasana senyap begini.

Tapi ngomong-ngomong, hingga detik ini, Sadam menjalankan motor dengan kecepatan sedang. Tak pernah kebut-kebutan, kecuali saat Naumi yang mengatakan hendak ke rumah Alin saat itu.

Ketika keduanya tiba di pelataran rumah Alin, Sadam tampak fokus menatap rumahnya. Lagipula di sana memang ada seseorang yang sedang menunggu.

Tanpa membuang-buang waktu, setelah memarkirkan motor Alin, lelaki itu melangkah cepat ke rumahnya. Alin yang masih duduk di atas motor bahkan tercengang melihat kelakuan lelaki itu.

***

TBC!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top