keras 4

°°°'⠀⠀

⠀⠀⠀Hari ini begitu kacau. Bagaimana bisa seseorang dilarang untuk pulang ke rumahnya sendiri? Padahal aku selalu takut ibu akan khawatir saat aku pulang terlambat. Mau tidak mau aku harus sampai di rumah saat hari mulai gelap.

⠀⠀⠀Setelah memasuki pintu rumah yang tidak terkunci, kakiku dengan ringan menuju dapur untuk menghilangkan dahagaku yang sedang ingin segera diguyur air. Kuambil teko yang ada di atas nakas, habis. Pasti ibu lupa untuk mengisinya kembali. Aku menggeleng pelan, 'ah dasar ibu. '

⠀⠀⠀Deg. Sesaat aku sadar. Biasanya, ibu akan mengomel saat aku terlambat pulang, hari ini malah menjadi begitu pendiam. Dalam keadaan masih teko di tangan, dengan tergopoh aku melepas tas biruku dan mulai mencari gawai di dalamnya.

⠀⠀⠀Aneh, tak satupun pemberitahuan masuk dari ibu. Dan sekarang, rumahku begitu sunyi tanpa tanda keberadaan ibu, pikirku.

⠀⠀⠀Panik mulai kurasakan meskipun masih kukendalikan. Ibu pasti sedang habis pulsa dan kuota, tapi rumahku terpasang wifi.. Ah tidak, pasti ibu sedang asik arisan di rumah salah satu temannya yang bawel juga lalu melupakanku, tapi motor ibu ada di rumah ... Ah sekarang sudah ada bapak gojek, ibu pasti—sialan, sudahlah. Semakin memikirkannya, otakku semakin bereaksi dengan menjawab semua kemungkinan yang ada dengan jawaban lain yang sudah kuketahui kebenarannya. Kupercepat langkahku beranjak dari lantai dapur menuju kamar ibu, kosong. Tidak biasanya sekali ibu tidak bisa aku temukan di kamarnya.

⠀⠀⠀Pencarianku berlanjut ke kamarku sendiri. Ngomong-ngomong, aku baru ingat pernah saat aku menyiapkan sarapanku, ibu sedang mencuci baju dan mengomel padaku segera belajar melipat baju. Dan saat itu ibu membuatku berjanji untuk membantunya. Itu dia, ibu ada disana!

⠀⠀⠀Dengan cepat aku menaiki tangga menuju lantai dua—menuju kamarku sendiri.

⠀⠀⠀"ibu! "

⠀⠀⠀Deg. Aku ambruk, lemas. I—ibu!!

⠀⠀⠀Tanpa aba, aku meluncur memeluk tubuh ibu yang berlumur darah setengah kering. Dingin. Sudah terasa kaku. Aku menangis, sebelum aku menyadari sesuatu. Ohiya—

⠀⠀⠀Cklek. Seseorang terdengar membuka pintu, j-jangan jangan?!  BRUAK!!  untuk kali kedua, aku ambruk. Seseorang memukul kepalaku dengan begitu keras. Di dalam kelimbunganku, aku merogoh saku rok kananku. Dapat! Dengan sigap aku menyemprotkan parfum milik ibu yang kucuri dari meja riasnya pagi ini. Ah, terlalu banyak yang terjadi.

⠀⠀⠀Tanpa membuang waktu aku mencoba bangkit secepatnya dan melompat menuju pintu hingga tanganku mendorongnya sekuat tenaga, dengan harapan tubuhnya akan kehilangan keseimbangannya walaupun sedikit. Usahaku berhasil, ia terdesak sekarang. Dengan masih mengucek matanya, tubuhnya melimbung ke depan menimpa tubuh ibu yang berada tidak jauh dari tempatnya di posisi semula saat memukul kepalaku.  

⠀⠀⠀Aku berlari. Tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan tas biru masih tertenteng mesra di punggung, aku menuruni anak tangga dengan langkah cepat. Samar kudengar suara racauan ayahku yang serak merambat dengan cepat. Gawat, orang itu pasti sudah bangkit. Perlahan dari dalam rumah suara sepatu dan suaranya bersahutan. Dia terus menyumpahiku dari balik pintu.

⠀⠀⠀Baik ibu ataupun ayah, tidak pernah belajar menutup mulut. Seolah dunia ini tuli dan hanya mereka yang harus didengar. Padahal kabur dari rumah sakit jiwa begitu sulit. Tapi mereka bahkan tidak mau melindungi anaknya dengan menutup mulut. Sepertinya aku harus membuat ayah menyusul ibu.

⠀⠀⠀

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top