Hujan
Gadis Pov
Aku berangkat ke kampus seperti biasa, tidak ada yang spesial semuanya sama saja, hambar. Aku kendarai sepeda motorku dengan santai karena kelasku hari ini cuma satu, dan itupun di sesi 3.
Cuaca hari ini lumayan mendung tapi tidak hujan, mungkin sore atau malam hari baru akan turun hujan.
Setelah aku memarkirkan motor, aku langsung menuju ke lantai 2. Kelas baru akan dimulai 10 menit lagi dan karena itulah masih banyak yang pada duduk di depan kelas. Aku melihat ke sekeliling lalu Anggun melambaikan tangannya, ternyata dia sudah bersama Dito.
"Dis, kemaren dengerin radio gak? Gue kan kirim salam buat lo," ucap Anggun langsung nyerocos sesaat setelah aku duduk di sampingnya.
"Engga, lo titip salam apaan?" Tanyaku.
"Ah lo tuh, kan udah gue kasih tau untuk dengerin radionya. Tau ah, gak mau gue kasih tau isi salam gue apaan," jawab Anggun menggerutu.
"Oh yaudah," sahutku singkat.
"Ish lo tuh ya Dis, ekspresi dikit kek muka lo. Datar banget kayak pegawai imigrasi di bandara," dumel Anggun lagi lalu diikuti tawa Dito.
"Haha lo Nggun kayak baru kenal Gadis kemaren aja deh," sahut Dito dan aku hanya tersenyum tipis.
"Justru itu To, udah 2 tahun gue kenal dia tapi mukanya flaaaaat mulu, kalah nih sepatu teplek gue flat-nya sama muka si Gadis."
Aku jitak kepala Anggun pelan, "enak aja lo nyamain muka gue kayak flat shoes lo."
Anggun pun mengelus puncuk kepalanya, "ish lagian lo gak pernah berekspresi."
"Udah-udah, tuh Bu Ningsih dateng. Masuk yuk ah biar dapet bangku di belakang," Dito menyikutku lalu aku langsung berdiri begitupun dengan Anggun. Dan kelas pun dimulai.
"Dis, lo langsung balik?" Tanya Anggun sambil memasukan binder ke dalam tasnya.
"Hemmm kayaknya sih gitu," jawabku.
"To, lo gimana?" Tanya Anggun ke Dito.
"Gue sih mau nongkrong dulu di Hima, lo mau ikutan gak? Katanya Bang Adit lagi dateng ke kampus," jawab Dito.
"Ah serius lo ada Kak Adit? Ikut dong gue," sahut Anggun antusias. Dia memang sangat mengidolakan senior kami yang baru saja lulus, namanya Adit yang dulunya ketua Hima HI (Hubungan Internasional) dan juga kapten tim basket kampus.
"Ck ck ck, masih aja Nggun," timpalku.
"Bodo amat. Gue ikut ya Tooo," Anggun menarik-narik lengan Dito.
"Iye bawel," sahut Dito.
"Yaudah, gue cabut duluan ya. Bye," aku melambaikan tangan ke mereka berdua.
Hemmm setelah dipikir-pikir kayaknya kalau makan bakso seberang kampus enak nih. Aku pun berbalik arah tidak jadi ke parkiran melainkan berjalan ke depan kampus. Aku menyeberang ke tempat bakso langgananku yang letaknya ada di samping taman. Aku memesan semangkuk bakso lalu memakannya dengan lahap.
Baru saja selesai makan, tiba-tiba hujan diikuti angin turun dengan deras. Untung saja tempat bakso ini memiliki tendanya sendiri.
"Yah Beh, saya duduk lagi deh ya di sini?" pintaku ke Babeh Jali.
"Duduk aje Dis, santai," sahutnya sambil sibuk melayani beberapa pelanggan.
Baru saja aku ingin duduk, ada seseorang yang sepertinya tidak sengaja menyenggolku.
"Aduh," reflekku.
"Hey maaf, loh, Gadis?" ternyata orang itu ialah Bu Sekar.
"Eh iya Bu, gak apa-apa," sahutku kikuk. Entah kenapa kalau ada di dekat dia bawaanku jadi salah tingkah gini, tapi aku harus tetap stay cool.
"Kamu sendiri?" Tanya nya lagi.
"Iya Bu," jawabku.
"Dis, ajak duduk temennye. Mau cobain bakso Babeh kagak?" Babeh Jali sedikit berteriak padaku.
"Boleh deh Pak, saya pesan baksonya aja tanpa apa-apa ya Pak. Kamu mau Dis?" Sahut Bu Sekar ke Babeh Jali lalu kembali bertanya padaku.
"Saya sudah selesai makan Bu," ucapku kemudian Bu Sekar duduk di sampingku.
"Kamu udah lama di sini?" Tanyanya.
"Hemmm baru 15 menit," jawabku tanpa basa-basi.
Lalu Babeh Jali menghampiri tempat duduk kami, "ini neng baksonya, saus sama sambelnya tuangin sendiri ya neng. Dis, tumben lu ngajak temen ke sini, mana bening lagi." Babeh Jali kemudian menyenggol lenganku.
"Ini bu-bukan teman kuliah Beh, tapi..." belum sempat aku melanjutkan kalimatku, tangan Bu Sekar sudah memegang lenganku, aku pun secara spontan langsung mengarahkan pandanganku ke lenganku.
"Iya Pak, saya temannya Gadis," sahut Bu Sekar ke Babeh Jali.
"Gadis punya temen juga akhirnya selain si Dito sama Anggun. Yaudah neng, silahkan dimakan baksonye," lalu Babeh Jali kembali lagi ke depan gerobaknya.
"Haha," Bu Sekar sedikit tertawa, hey senyumannya manis juga. Duh Gadis, apaan sih.
"Kenapa Bu?" Tanyaku akhirnya.
"Berarti tampang saya masih muda ya, masih dikira anak kuliahan kayak kamu," jawab Bu Sekar masih dengan tawanya.
Aku pun menggarukan kepala, "hehe iya Bu."
"Kamu sering makan di sini ya? Udah gak ada kelas lagi?"
"Iya saya suka makan di sini, dan kelas saya udah selesai tadi sesi 3."
Bu Sekar terlihat sangat menikmati baksonya, "habis ini langsung pulang?"
"Ii-iya Bu,"
"Hemmm,"
Aku memberanikan diri untuk bertanya balik, "I-ibu tadi abis dari mana?"
Bu Sekar terlihat sedikit kaget lalu menatapku, "emmm saya abis bertemu seseorang tadi di taman."
"Oh gitu," jawabku tanpa mau menatap balik matanya.
"Dis, panggil saya Kak aja ya. Kita kan lagi berdua," ucap Bu Sekar tiba-tiba.
"Oh, oh i-iya Kak," sahutku agak salah tingkah dan Bu Sekar tersenyum sedikit tertawa menyahutiku.
Kami berdua kembali mengobrol dengan Bu Sekar yang mendominasi pertanyaan-pertanyaan santai seputar kuliahku. Ia kini tahu kalau aku sudah semester 5, mengambil jurusan Hubungan Internasional, aku tidak mengikuti ukm (unit kegiatan mahasisa) apapun, dan aku sangat tidak aktif di Hima. Aku termasuk ke dalam golongan mahasiwa kupu-kupu (kuliah pulang – kuliah pulang). Dan karena obrolan inilah aku jadi sudah mulai terbiasa dengan memanggilnya 'Kak'.
Hujan sudah mulai mereda tapi tidak sepenuhnya berhenti. Kalau dipaksa jalan, pasti akan cukup membuat baju basah. Aku perhatikan dalam 5 menit ini Bu Sekar terus-terusan menatap arlojinya.
"Kak Sekar buru-buru?" Tanyaku akhirnya.
Bu Sekar menghela nafas, "iya nih Dis, kebetulan saya ada janji. Kamu udah mau balik ke kampus?"
"Hemmm, saya sih lagi gak terburu-buru. Tapi kalau Ibu mau ke kampus sekarang, saya temani," jawabku lalu aku baru menyadari perkataanku, kenapa lagi-lagi aku menawarkan diri untuk menemaninya ya?!
Bu Sekar tersenyum, "oke, saya bayar bakso saya dulu ya."
Sambil menunggu Bu Sekar membayar, aku melepaskan jaketku dan menggendong tas ranselku di depan.
"Kamu lagi ngapain?" Tanya Bu Sekar.
"Oh ini hujannya masih lumayan deras, Kak Sekar bisa pakai jaket saya sampai kampus," aku pun memberikan jaketku padanya.
"Hey gak usah, nanti malah kamu yang kehujanan Dis," sahutnya.
"Emmm gak apa-apa Kak, saya bisa lari," balasku.
"Hemmm yaudah gini aja, kita tutupin kepala kita pakai jaket ini berdua ya," ucap Bu Sekar memberikan solusi, dan aku pun mengikuti sarannya.
Sempat sedikit kikuk, kini Bu Sekar memegang jaketku yang direntangkan di atas kepala kami dengan tangan kirinya, dan aku memegang jaketku dengan tangan kanan. Dari tempat Babeh Jali kami harus berjalan kaki sekitar 200 meter untuk sampai ke jalan besar. Aku pun harus mengikuti ritme langkah Bu Sekar karena ia memakai heels. Beberapa kali ia pun reflek merangkul lenganku karena takut terjatuh. Dan sentuhan Bu Sekar seakan memiliki aliran listrik yang bisa membuat jantungku beredup lebih cepat dari biasanya.
Tiba di pinggir jalan besar, kami pun harus menyeberang. Tapi sebelum menyeberang, aku melepaskan pegangan jaketku dan memberikannya pada Bu Sekar.
"Hey, kamu mau ngapain Dis? Kok dilepas?" Tanya Bu Sekar kaget.
"Saya harus rentangin tangan saya untuk berhentiin mobil, dan kalau saya pakai jaket saya gak akan bisa lihat jalanan dengan benar," jawabku sembari mengelap air hujan yang mengucur dari rambutku.
"Nanti kamu kebasahan Dis," sahutnya terdengar khawatir.
"Gak apa-apa Kak, Kakak kan lagi buru-buru. Ayo," tanpa kusadari aku memegang lengan Bu Sekar saat menyeberangi jalan ini.
Saat sampai di halte kampus, aku langsung melepaskan peganganku dari lengannya. "Ma-maaf Bu," aku kembali memanggilnya Ibu karena ada beberapa mahasiswa di sini.
"Gak apa-apa Gadis, terima kasih ya. Kamu jadi kebasahan gitu, dan ini jaket kamu juga keikutan basah," ucap Bu Sekar mengembalikan jaketku dengan memasang ekspresi bersalah.
"Gak apa-apa Bu," sahutku masih mengelap air hujan di dahiku.
"Sebentar," ia seperti sedang mengambil sesuatu dari saku roknya. "ini, kamu pakai untuk mengelap muka kamu," Bu Sekar kemudian memberikanku sapu tangan berwarna putih bermotif bunga-bunga.
"Gak-gak usah Bu, gak apa-apa kok," aku menolaknya secara harus.
Lalu Bu Sekar menarik tanganku dan memberikan sapu tangan itu secara paksa, "udah, ini pakai ya." Aku pun tak bisa mengelaknya.
"Oh iya, sebelum saya ke parkiran, saya boleh minta no tlp kamu?" Tanyanya tiba-tiba.
Aku mengerutkan dahi. Seakan bisa membaca pikiranku, Bu Sekar langsung menjelaskan. "Saya, saya cuma mau make sure aja nanti kamu sampai rumah dengan selamat," jawabnya salah tingkah dan menurutku itu agak tidak masuk akal.
"Oh iya Bu boleh, no Ibu berapa? Biar saya missed call dari hp saya," aku pun mengambil hpku dari kantong celana dan Bu Sekar mengetikan no nya.
"Sekali lagi terima kasih ya Gadis, kamu hati-hati pulangnya," dan kemudian Bu Sekar pergi ke parkiran.
Berhubung hujan masih lumayan deras, akhirnya aku memutuskan untuk membaca buku terlebih dahulu di perpustakaan. Dan ternyata bukan hanya jaketku saja yang basah tapi pakaianku khususnya di bagian belakang lumayan buat aku kedinginan. Semoga saja aku tidak sakit sehabis ini.
Setelah menunggu satu jam, akhirnya hujan pun benar-benar berhenti. Dengan jaket yang masih basah, aku pun mengendarai motorku pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, aku langsung mengganti baju dan membuat teh hangat sambil menonton di ruang tengah. Dan tiba-tiba saja notifikasiku berbunyi, terlihat nama Bu Sekar di layar hp. Aku membukanya, ternyata ia mengirimiku beberapa pesan.
"Gadis, kamu sudah sampai rumah?" – Sekar
"Jangan lupa untuk langsung ganti baju dan keringkan rambut kamu ya." – Sekar
"Lalu minum air hangat biar kamu gak sakit." – Sekar
Seulas senyum pun terbentuk di wajahku ketika aku membaca beberapa pesan darinya.
"Iya Bu saya sudah di rumah." – Gadis
"Terima kasih Bu, saya udah ganti baju dan sedang minum teh hangat sekarang." – Gadis
Tak perlu menunggu lama, Bu Sekar langsung membalas teks ku.
"Syukurlah kalau gitu." – Sekar
"Hey, jangan panggil Ibu. Panggil aku Kak atau nama saja juga boleh, kan aku teman kamu :)" – Sekar
Kali ini aku mengerutkan dahiku bingung. 'Aku', kayaknya ini pertama kalinya dia menyebut dirinya 'aku' biasanya juga 'saya'. Dan 'teman', hey dia kan dosenku.
"Iya, Kak Sekar." – Gadis
"Nah gitu dong. Jangan lupa istirahat ya, terima kasih untuk tadi." – Sekar
"Iya sama-sama, Sekar." – Gadis
Dan akhirnya aku pun memanggilnya hanya dengan namanya, Sekar.'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top