50. Santapan Erotis

"Sat ...."

"Eri ...."

Eriana meneguk ludah. Menengadahkan kepalanya. Menatap Satria yang bibir yang membuka. Sorotnya tampak berkabut dengan tangan yang terulur.

"Iya, Ri?"

Tenggorokan Eriana tampak naik turun ketika ia meneguk ludah. Membiarkan Satria mendekati dirinya. Meraih dagunya.

"Donat ...."

Sudut bibir Satria terangkat satu. Menyeringai. Lantas jemarinya melepaskan dagu Eriana. Beralih pada tangan Eriana yang masih terangkat.

"Donat?" tanya Satria pelan. "Donat ini yang kamu maksud?"

Satria memegang jari jemari Eriana. Menggenggamnya dengan lembut. Lalu pelan-pelan bergerak. Membawa tangan istrinya itu ke balik tubuhnya.

Mata Eriana seketika membesar. Tepat ketika merasakan bahwa ada sesuatu yang familiar di telapak tangannya. Membuat ia menundukkan wajah. Ingin benar-benar membuktikan dugaannya.

Eriana merasakan bagaimana napasnya terasa sesak ketika menyadari Satria yang bertopang pada satu tangan di kasur yang empuk itu, sedikit mengangkat bokongnya. Menciptakan celah yang kemudian menjadi akses bagi tangan Eriana untuk ....

"Iya?"

Tatapan mata Eriana lantas naik lagi. Menatap pada Satria. Mengangguk dengan ekspresi terharu.

"Ini donat aku, Sat."

Satria menggigit bibir bawahnya dengan sorot sensual. "Jadi, mau kamu apakan donat ini?"

"Aku ...."

Eriana merasa dirinya tak lagi mampu untuk bicara. Jadi, ia hanya memberikan jawabannya dengan perbuatannya. Yaitu menggerakkan kelima jari tangannya.

Kyot! Kyot!

"Ya Tuhan," desah Eriana. "Dua tangan boleh, Sat?"

"Apa pun untuk kamu, Ri."

Satu jawaban yang langsung membuat Eriana bangkit. Membawa Satria turut serta bersamanya. Lantas, tanpa mengatakan apa-apa lagi, wanita itu mendekati Satria. Mengulurkan tangan melewati kedua sisi tubuh suaminya itu dan ....

Satria memejamkan mata. Tepat ketika kedua tangan Eriana mendarat di bokongnya. Sedetik kemudian, sepuluh jari tangan Eriana bergerak.

Kyot! Kyot!

"Aaah ...."

Desahan mengalun.

Tapi, bukan dari bibir Eriana. Melainkan Satria.

Desahan yang mendorong Eriana untuk melangkah semakin mendekati Satria. Hingga tubuh mereka benar-benar menempel secara berhadapan. Wajah wanita itu terangkat, tanpa menghentikan pergerakan sepuluh jarinya.

Kyot! Kyot!

Satria tampak menengadah. Terlihat begitu menikmati remasan tangan Eriana di bokongnya. Hal yang lantas membuat wanita itu semakin berani.

"Sat ...."

Kyot! Kyot!

"Ya?"

Suara Satria terdengar lirih. Berat. Dan dalam.

Seringai Eriana timbul. "Ini menyenangkan bukan?" tanya Eriana kemudian. "Remasan aku enak kan?"

Kyot! Kyot!

Satria mengangguk. "Banget, Ri."

"Jadi," lirih Eriana kemudian. "Mau lanjut?"

Remasan tangan Eriana berhenti. Membuat Satria sontak membuka matanya. Menunduk dengan sorot menuntut.

"Mau."

Satu kata yang langsung mendapatkan respon berupa senyum sensual Eriana. Tangannya lantas bergerak, meninggalkan bokong Satria. Berpindah pada dada pria itu. Pelan-pelan merayap turun dengan gerakan menggoda.

"Lanjut so ... sis?"

Mengejutkan Eriana, Satria lantas menarik tubuh wanita itu untuk menempel erat padanya. Hingga membuat ia merasakan sesuatu yang asing menusuk perutnya. Sesuatu yang membuat ia berdebar-debar.

"Sosis siap untuk disantap, Ri," jawab Satria. "Sekarang?"

"Sekarang."

Eriana menundukkan wajahnya. Melihat ke bawah untuk beberapa detik lamanya. Hingga kemudian barulah ia berkata dengan lirih.

"Ayo, Satria Kolor Hitam .... Come to Mama."

"Hahahaha."

Satria tertawa. Tanpa aba-aba meraih pinggang Eriana. Mengangkatnya dan wanita itu dengan insting alamiahnya melingkarkan kedua kakinya di seputaran pinggang Satria.

"Jadi, Mama udah siap mencicipi sosis Papa?"

Eriana ingin menjawab, tapi Satria menjatuhkan tubuh mereka berdua di atas kasur. Membuat kata-kata lenyap seketika dari bibirnya. Kali ini gantian Eriana yang menderaikan tawanya.

Tangan wanita itu bergerak. Meraba tubuh Satria dan menemukan yang ia tuju.

"Donat ...."

Kyot! Kyot!

"Ehm .... Ehm ...."

Tepat ketika ia meremas bokong Satria, maka di saat itu pula sang suami mencumbu daun telinganya. Sekaligus untuk memberikan bisikan-bisikan nakal.

"Ayo, Ma. Remas terus. Remas yang kuat."

"Hahahaha."

Tawa erotis itu berderai. Mengalun dengan semakin kuatnya Eriana meremas bagian itu. Bagian yang selalu menjadi kesukaannya.

Kyot! Kyot!

Dan remasan tangan Eriana memicu Satria untuk semakin menggoda dirinya. Memberikan gigitan, hingga jilatan lidahnya yang hangat. Hal yang terang saja membuat ia tak mampu menahan desahannya. Walau ajaib sekali, ternyata tangannya masih bisa untuk terus bergerak. Hingga kemudian berpindah pada bagian lainnya.

"Sosis ...."

*

"Nyonya ...."

"Do ... nat, Sat. Satria .... So ... sis ...."

"Nyonya, ini sudah sore."

"Ehm ... sos .... Sore?"

Lirihan Eriana pada akhirnya berhenti juga. Walau pada kenyataannya, satu sentuhan lembut itu masih setia mengguncang tangannya.

"Nyonya? Nyonya sudah bangun?"

"Ehm ...."

Eriana melenguh panjang.

"Bangun?"

Lalu, mata Eriana langsung membuka nyalang. Melotot seketika melihat pada langit-langit kamar. Kemudian berpaling.

"Lina?"

Lina tersenyum lebar. "Akhirnya Nyonya bangun juga," katanya lega. "Maaf, Nyonya. Tapi, Nyonya harus bangun. Ini sudah sore. Saya akan membantu Nyonya untuk membersihkan badan.

"Hah?!"

Seakan tak mendengarkan perkataan Lina, Eriana justru terkesiap dengan dahi yang berkerut. Ia bangkit. Menatap pada pelayan pribadinya itu.

"Aku tidur ya, Lin?"

"Eh?"

Lina melongo sedetik. Bingung dengan pertanyaan itu.

"Oh, i-iya, Nyonya."

"Ehhh?! Aku tidur?!"

Kali ini Eriana benar-benar menjerit histeris. Mengabaikan gadis itu, Eriana justru meremas rambutnya.

"Berarti yang tadi itu cuma mimpi?"

Pertanyaan yang Eriana lontarkan pada dirinya sendiri membuat Lina mengulum senyum. Tampak geli dengan satu pemikiran.

Segitunya Nyonya.

Sampai tidur aja masih ingat sama Tuan.

Tidak ingin menahan rasa geli itu lebih lama ia rasakan, Lina pun menarik napas dalam-dalam. Kemudian berkata pada Eriana.

"Mari, Nyonya. Setelah membersihkan diri, Nyonya bisa menikmati camilan Nyonya."

Suara Lina membuat Eriana menghentikan rutukannya. Menurunkan kedua tangannya, ia menoleh.

"Camilan?" tanya Eriana bingung. "Camilan apa?"

Lina tersenyum. Mengangkat satu tangannya. Menunjuk ke satu sisi kamar itu. Memperlihatkannya pada Eriana.

"Donat dan sosis."

Eriana melihat ke arah yang ditunjuk oleh Lina hanya untuk terhenyak di tempatnya duduk. Nyaris sesak napas, matanya membelalak melihat ada sepuluh troli makanan di sana. Dan kalau mata Eriana tidak kabur akibat baru bangun tidur, maka ia benar-benar bisa memastikan bahwa ada lima troli yang berisi donat dan lima lainnya berisi sosis.

"Ya Tuhan! Apa itu, Lin?"

Lina tersenyum bangga. "Atas perintah Tuan, saya sudah menyiapkan donat dan sosis rendah kalori, Nyonya. Semuanya khusus Tuan berikan untuk Nyonya."

Mulut Eriana menganga. Matanya melotot. Suaranya nyaris seperti anak tikus terjepit.

"Eh? Orang waras mana yang sanggup menghabiskan semua itu, Lin?! Aku bukannya korban bencana alam yang nggak makan satu bulan!!!"

*

Satria masuk ke kamar setelah menghabiskan waktunya untuk berkeliling rumah. Didampingi oleh Masdar, selaku kepala pelayan di rumah itu, Satria berkenalan dengan semua pelayan di rumahnya. Hal yang pertama kali dilakukan oleh Satria selama tiga puluh empat tahun hidup di dunia. Walau jelas ia tak bisa mengingat semua pelayan tersebut, tapi setidaknya ia tak ingin abai.

Hingga kemudian setelah ia merasa cukup, Satria tergerak untuk kembali ke kamar. Satu pemikiran melintas di benaknya.

Dia pasti kegirangan ngeliat donat dan sosis yang aku siapkan.

Hahahahaha.

Satria masuk. Tepat ketika Eriana baru saja selesai berganti pakaian dengan dibantu oleh Lina dan juga Sinta.

Mengabaikan Satria, Eriana justru memanfaatkan keberadaan Sinta.

"Sin, kamu lihat kan kalau sekarang aku udah makin sehat? Jadi apa infusnya udah boleh dicopot?"

Lagi-lagi infus.

"Besok dokter Entang bakal datang, Ri. Dia juga mau ngecek keadaan kamu."

Yang menjawab justru adalah Satria.

"Kalau menurut dokter kamu udah beneran sehat, infus kamu pasti bakal dicopot."

"Yes!" seru Eriana. "Aku bisa pastikan aku bakal sehat banget besok."

Satria geleng-geleng kepala. Beranjak untuk duduk sementara ia melihat bagaimana Eriana yang duduk di meja riasnya. Lina beralih menyisir rambutnya sementara Sinta langsung permisi keluar.

"Ya tentu saja kamu bakal sehat. Apalagi kalau kamu menghabiskan semua donat dan sosis ini," kata Satria seraya mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.

Ya pastilah dia sehat.

Kalau dia nggak sehat, mana mungkin dia bisa ngabisin makanan segini banyak.

Sementara itu, di depan meja rias, Eriana tampak mengerucutkan bibirnya saat berpikir.

Apa ini Satria lagi ngancam aku?

Nyuruh aku ngabisin makanan ini biar besok infus aku boleh dicopot?

Matanya lantas melirik.

Dasar.

Udah nikah masih aja hobi ngancam.

Lina meletakkan sisir setelah memastikan rambut panjang Eriana rapi dan terikat dengan sempurna menggunakan satu penjepit sederhana. Wajah wanita itu sekarang tampak lebih segar. Setelahnya Lina pun membawa Eriana untuk bergabung dengan Satria. Duduk di satu kursi sementara ia menyajikan donat dan sosis di meja. Tak lupa dengan saos dan minumannya.

"Makasih, Lin," kata Eriana kemudian. "Kamu boleh keluar."

Berdua saja dengan Satria, Eriana lantas mengambil satu piring kecil. Mengisinya dengan satu donat coklat.

"Kamu mau, Sat?"

Satria melirik. "Nggak. Aku nggak terlalu suka makanan manis."

"Oh ...."

Eriana hanya melirih pelan. Lalu memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa lagi, melainkan menguatkan hatinya. Seraya menikmati gigitan pertamanya, mata Eriana melihat pada troli-troli yang sedang mengantri giliran untuk dimakan olehnya.

Astaga.

Demi infus bisa dicopot, kayaknya aku harus ngabisin ini semua makanan.

Glek.

Ketakutan itu membuat Eriana merinding. Bagaimanapun juga ia menyadari bahwa dirinya tak akan mampu menghabiskan semuanya. Tapi ....

"Demi donat dan sosis!"

Wajah Satria terangkat seketika. Berpaling dan mendapati Eriana yang tampak semangat menghabiskan satu donat dalam tiga gigitan yang besar. Lantas tangannya beralih pada satu sosis. Mencoletnya pada saos. Dan menggigitnya dengan penuh irama.

"Ehm ...."

Segitunya dia suka donat dan sosis.

Ckckckck.

Tapi, masalahnya bukan karena Eriana benar-benar menyukai camilan itu sehingga ia dengan penuh semangat memakan semuanya. Melainkan ingin membuktikan pada Satria bahwa ia benar-benar sudah sembuh. Walau pada kenyataannya, menghabiskan satu troli saja sudah merupakan perjuangan untuk Eriana.

"Sat ...."

Satria melirik. "Apa?" tanyanya.

Eriana cegukan sekali. Melihat satu troli donat yang tinggal setengah lagi isinya, begitupun dengan satu troli sosis lainnya. Tangannya memegang satu garpu yang menancap pada sebatang sosis. Tampak bekas gigitan di satu sisinya.

"Kayaknya aku nggak kuat deh ngabisin semuanya," keluh Eriana sambil menggigit kembali sosis di tangannya. "Apa bisa disimpan dulu? Besok aku lanjutkan makannya."

Satria meletakkan ponselnya di atas meja. Mengubah posisi duduknya untuk benar-benar melihat pada istrinya itu.

"Loh? Kenapa? Bukannya kamu mau donat dan sosis?" tanya Satria dengan nada tak terima. "Ini udah aku siapkan, malah nggak mau kamu habiskan?"

Eriana meneguk ludahnya.

Udah deh.

Beneran mampus aku kalau ngabisin ini makanan semuanya.

"Bukannya gitu, Sat ...," lirihnya seraya meletakkan garpu yang telah kosong itu di piring.

Dahi Satria berkerut. "Terus kenapa? Orang kamu tidur aja sampe ngigau nyebut-nyebut donat dan sosis. Mana pake minta-minta sama aku lagi."

Mata Eriana membesar. Syok.

"Ngigau nyebut donat dan sosis? Minta-minta sama kamu?"

"Iya." Satria mengangguk. "Kamu berapa kali manggil nama aku pas kamu tidur. Segitunya ya kamu mengharapkan aku ngasih donat dan sosis?"

"Ya Tuhan!"

Eriana terkesiap. Kedua tangannya terangkat demi menutup mulutnya yang sontak menganga. Sorotnya tak lagi bisa diwakili hanya oleh satu kata syok.

"Aku beneran nggak nyangka kalau donat dan sosis beneran bisa kebawa mimpi sama kamu."

Glek.

Ya salam.

Eri, gimana bisa kamu ngigau mimpi mesum kayak gitu?

Udah mimpiinnya aja buat malu, eh ditambah pake acara ngigau lagi.

Kamu bener-bener pengantin baru nggak tau malu.

Malah pengantin baru yang malu-maluin.

"Ehm ... itu ...."

Satria mencondongkan tubuhnya. Nyaris melintasi meja yang memisahkan kursi mereka berdua.

"Jadi, mending kamu abisin semua camilan ini ketimbang kamu kebawa mimpi lagi."

Glek.

"Sat, itu ...."

Ya kali aku ngomong kalau bukan donat dan sosis ini yang muncul di mimpi erotis aku tadi.

Wah wah wah!

Mungkin leher aku bakal melayang lagi.

"Apa lagi, Ri?"

Eriana lagi-lagi meneguk ludahnya. Bayangan Satria mengamuk membuat ia merinding. Tapi, mendadak saja ada satu pemikiran yang membuat Eriana penasaran.

"Ehm ... tadi aku ngigaunya cuma nyebut nama kamu, donat, dan sosis kan?"

Entah mengapa ia mendadak saja takut kalau ia benar-benar mengigaukan setiap adegan yang terjadi di mimpi erotisnya tadi.

Mau diletakkan di mana muka aku?

Di pantat panci?

Seenggaknya kan Satria nggak tau donat dan sosis yang aku maksud itu apa.

Mata Eriana berkedip sekali. Menunggu dengan jantung berdegup kencang. Mendadak saja menunggu jawaban menjadi hal yang menakutkan bagi wanita itu.

Dan seakan belum cukup dengan hal tersebut, di detik selanjutnya Satria bangkit. Melangkah dan menghampiri Eriana dengan kedua tangannya yang menekan tangan kursi yang wanita itu duduki. Memaku tatapannya.

Glek.

"Beneran kamu mau tau?"

Ya ampun.

Pilihan yang sulit, tapi ....

"Ya."

Jawaban Eriana membuat Satria diam sejenak. Lalu pria itu tampak menarik napas dalam-dalam dan dengan begitu sengaja mengembuskannya dengan penuh irama hingga membelai kulit wajah Eriana.

"Tadi ... kamu juga ngigau begini ...."

Glek.

Wajah Eriana yang terangkat demi bisa membalas tatapan mata Satria, tampak membeku. Menunggu dengan tubuh yang pelan-pelan terasa mendingin.

"Sat ..., bokong kamu seksi sekali."

Eriana terdiam. Benar-benar tak bergerak ketika Satria mengatakan itu. Nyaris seperti merasakan rohnya pelan-pelan pergi meninggalkan dirinya melalui ubun-ubun. Mati rasa dan bagai tak bernyawa lagi.

"Ya Tuhan ...."

Aku beneran nggak nyangka kalau segininya aku ngebet mau kyot-kyotin bokong dia lagi.

Ya ampun.

Semoga aja besok infus aku beneran udah bisa dicopot deh.

Ini berbahaya buat kualitas tidur aku.

Kalau aku tambah erotis mimpinya gimana coba?

Sementara Eriana membeku dengan pemikiran itu, di lain pihak Satria tak melepaskan tatapan matanya. Ia bisa mendapati bagaimana mata Eriana yang tampak kosong, terlihat seperti orang yang benar-benar tak siap menerima kenyataan memalukan itu. Hal yang diam-diam membuat ia meremas kedua tangan kursi sekuat mungkin.

Ya ampun!

Jangan ketawa, Sat, jangan ketawa.

Pleaseee, jangan ketawa.

Hal yang sangat sulit untuk dilakukan oleh Satria. Karena bukannya apa, tapi yang baru saja dikatakan oleh pria itu adalah sebuah kebohongan. Eriana tidak mengigau dengan menyebut bokongnya. Itu tadi hanya keusilan mendadak karena mendapati Eriana khawatir dengan hal lain yang ia sebut ketika mengigau.

Tapi ....

Ekspresi wajah Satria berubah ketika satu pemikiran melintas di benaknya. Membuat ia memelototkan matanya sementara Eriana mengerjap dengan salah tingkah.

Eh, itu berarti dia beneran mimpiin bokong aku ya?

Heh? Ini cewek?

Ketika Satria mengatupkan mulutnya rapar-rapat dengan kemungkinan yang ia yakini benar-benar terjadi itu, Eriana justru berdoa di dalam hati.

Pleaseee, Tuhan.

Semoga cukup sampai di sana aku ngigaunya.

Jangan bilang kalau aku juga ngigau pas manggil dia dengan panggilan ... Satria Kolor Hitam.

Hwaaaaaaaa!!!

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top