36. Tarik Menarik
"Yakin kamu nggak terima kalau aku cium? Atau justru sebaliknya? Kamu nggak puas karena bentaran doang? Kalau iya, kamu tinggal ngomong. Aku bisa kok cium kamu selama yang kamu mau."
Deg!
Mata Eriana melotot sebesar-besarnya. Kata demi kata yang Satria lontarkan jelas benar-benar membuat ia malu. Lagipula ia harus bersikap seperti apa ketika ada pria seperti Satria yang mendadak mencium dirinya dengan begitu dalam?
Satria tersenyum miring. Satu tangannya yang semula menahan dagu gadis itu, bergerak perlahan. Membawa ibu jarinya untuk memberikan usapan sensual pada bibir bawah Eriana yang membuka. Mengilap. Dan basah. Tampak sedikit membengkak. Anehnya, membuat itu terlihat seksi di mata Satria.
Lalu, dengan penuh irama, mata Satria berkedip sekali. Untuk kemudian memberi tatapan beragam makna pada Eriana yang membeku.
"Gimana?" tanya Satria kemudian dengan suara yang terdengar parau. "Apa yang tadi sudah berhasil memuaskan kamu?"
Bahkan dada Eriana langsung mengempis saking syoknya dengan kalimat pertanyaan itu. Lebih dari itu, wajahnya seketika menunjukkan ekspresi yang tak ubahnya seperti seekor ikan mujair yang terdampar di tanah tanpa ada genangan air. Mengap-mengap dengan bibir yang menganga.
Melihat keadaan Eriana, ego Satria memuncak. Tanpa perlu mendapatkan jawaban yang benar-benar nyata, ia jelas tau kenyatannya. Seketika saja itu membuat sisi primitif prianya bangkit dan membesar.
"Aaah," lirih Satria kemudian. "Belum puas ya?"
Eriana meneguk ludahnya. Alarm di kepalanya sontak berbunyi. Berniat untuk bicara, ternyata Satria membuat ia gemetaran lagi dengan kedua tangannya yang lantas berpindah memegang pinggang gadis itu.
Mata Eriana melotot ke bawah. Pada tangan Satria yang memegangnya dengan kelembutan, namun memiliki ketegasan untuk setiap penolakan yang mungkin akan Eriana berikan. Pada akhirnya gadis itu membiarkan saja tangan Satria di sana.
"Ka ... mu mau ngapain?"
Tak menjawab, Satria justru membuat Eriana terpekik kecil. Itu adalah ketika tangan Satria bergerak dan mengangkat tubuh gadis itu. Sontak membuat Eriana berpegang pada kedua pundak Satria yang kokoh. Antisipasi agar tidak terjatuh. Walau pada dasarnya Satria tak akan membiarkannya terjatuh.
Setidaknya tak akan membiarkannya terjatuh di lantai yang keras. Di permukaan yang lembut? Itu lain cerita.
"Sat, kamu mau ...."
Satria mendudukkan Eriana pada tepi meja kayu yang besar itu. Pada bagian yang kosong. Dan lantas menatap mata bening itu dalam jarak yang tak seberapa.
"Aku mau ngapain?" tanya Satria dengan menyunggingkan senyum miring. "Aku ..."
Eriana melotot melihat bagaimana tangan Satria bergerak. Melepas jas yang melekat di tubuhnya. Lalu membuang pakaian itu dengan asal ke sembarang tempat.
"... mau ..."
Dan pelototan Eriana semakin menjadi-jadi ketika mendapati bagaimana Satria dengan cepat melepas kedua kancing di pergelangan tangannya.
"... buat ..."
Lengan kemeja itu seketika teronggok di sekeliling siku Satria dengan keadaan asal. Kusut, itu sudah pasti.
"... kamu ..."
Tangan Satria kembali bergerak. Meraih dasinya dan melonggarkan ikatannya dalam sekali tarikan.
"... nerima ..."
Lalu satu kancing di seputaran leher Satria pun keluar dari lubangnya. Memberikan rasa lega pada pria itu.
"... ciuman aku."
Kalimat Satria ditutup oleh satu pergerakan cepat pria itu ketika menangkup kedua pipi Eriana. Dan langsung saja bibir itu meraup kedua belah bibir Eriana. Membuat sang gadis terlonjak di atas meja itu. Merasa seperti nyawanya yang mendadak terisap dalam tarikan tak kasat mata yang tak terbantahkan.
Tangan Eriana naik ke atas. Memegang tangan Satria saat pria itu menuntun dirinya. Saling memiringkan kepala pada posisi yang berbeda, Satria membelah bibir Eriana dengan ujung lidahnya yang hangat. Berniat untuk memperdalam ciuman itu.
Dalam.
Dan tentu saja untuk waktu yang lama.
Satria membawa lidahnya untuk mencari permainannya di dalam rongga mulut Eriana. Dan tak butuh waktu lagi bagi pria itu untuk menemukannya. Dalam bentuk kehangatan dan kelembutan yang amat menggoda. Menyentuhnya sekali, menyebabkan Satria merasakan desakan untuk mencicipi lagi. Maka itulah yang terjadi selanjutnya. Lidah Satria bergerak. Berputar. Menari. Mengajak milik Eriana untuk sama membelit dalam ikatan yang begitu sensual.
"Aaargh .... Aaah ...."
Satria mengerang. Merasakan bagaimana tangan Eriana menggenggam tangannya dengan begitu kuat. Yang mana hal itu dianggap olehnya sebagai bentuk halus dari penerimaan. Maka tentu saja ia menjadi gelap mata dalam hitungan detik yang begitu singkat.
Tanpa peringatan, Satria pun menuntaskan semua rasa hasratnya dalam isapan yang menarik lidah Eriana ke dalam rongga miliknya.
Eriana tercekat. Oleh sensasi itu. Di mana Satria melumat lidahnya. Memanggutnya. Mencumbunya dengan intensitas yang membuat ia semakin tak mampu bertahan lagi. Hingga tanpa sadar, tangannya yang semula memegang tangan Satria, bergerak perlahan. Menjelajah dalam pergerakan yang terasa mendebarkan.
Pelan-pelan bergerak merayap. Mendarat pada dada Satria yang bidang. Memberikan rabaan yang terkesan malu-malu. Merasakan pergerakan halus otot di sana saat bibirnya masih dipuja oleh Satria dengan penuh kenikmatan.
Semakin berani menyentuh, jemari itu naik. Mendarat pada pundak Satria yang terasa begitu kuat. Dan lalu, Eriana merasakan satu gigitan intim di lidahnya yang membuat ia terlonjak dalam sensasi asing itu. Tak mampu menahan dirinya, sepuluh jari Eriana bergerak mencari pegangannya.
Adalah helaian-helaian rambut hitam Satria yang lembutlah yang menjadi pelarian Eriana.
Gadis itu meremas rambut Satria. Menariknya untuk semakin mendekat ketika ia merasakan gigitan kecil di lidahnya membuat ia mendamba hal yang lebih lagi. Tapi, Eriana kecele. Karena di detik selanjutnya, Satria justru melepaskannya.
Itu karena Satria menginginkan hal lainnya.
Berpindah untuk kembali menikmati bibir Eriana yang kelembutannya membuat ia candu. Memanggut bibir bawahnya. Berulang kali hingga menimbulkan suara berdecak. Lalu berpindah pada bibir atasnya. Memberikan kecupan berulang kali hingga membuat Eriana melengkungkan sepuluh jari kakinya di dalam sepatu yang ia kenakan.
Ternyata, Eriana menyadari, bahwa ia tak keberatan sama sekali mengganti gigitan di lidahnya dengan pagutan di bibirnya. Keduanya sama-sama membuat ia melayang.
Hingga kemudian remasan Eriana pada rambut Satria semakin menguat. Itu adalah ketika Satria meninggalkan bibir gadis itu dan justru melarikan bibirnya untuk menyusuri kulit pipinya yang merona.
Memberikan jejak basah yang seksi, lalu perlahan merayap ke bawah. Menyusuri garis lehernya yang feminin. Menghirup aroma aneka bunga yang memabukkan indra penciumannya.
Seiring dengan penjelajahan bibirnya yang semakin turun, tangan Satria pun bergerak dengan inisiatifnya sendiri. Meraba setiap lekuk yang ditawarkan tubuh Eriana pada dirinya.
Pada payudaranya, tangan itu memberikan satu remasannya. Hingga membuat Eriana mengangkat wajahnya dan erangannya pun mengalun menghiasi ruangan itu.
Pada lekuk pinggangnya, tangan itu seperti memiliki matanya sendiri untuk menarik tepian kemeja Eriana. Mengeluarkannya dari pinggang rok gadis itu. Lalu ... menyusup. Masuk ke dalam dan menyentuh kehalusan kulit di dalam sana.
"Sat ...."
Eriana mendesah menyebut nama pria itu. Merasakan bagaimana tangan Satria yang menyentuh kulit perutnya menimbulkan sensasi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Membuat ia seketika linglung.
Kewarasan sepertinya sudah benar-benar menghilang dari benak gadis itu. Terutama ketika tanpa sadar, kakinya membuka di bawah sana. Entah sejak kapan. Tapi, ternyata Satria pun telah memanfaatkan keadaan itu. Menyelinap di antara kedua kaki Eriana yang membuka. Semakin mendekati dirinya.
Remasan tangan Eriana semakin menjadi-jadi. Merasakan tubuh mereka yang tak berjarak lagi justru menyulut ia untuk semakin lupa akan keadaan yang tengah terjadi. Sebaliknya, di lain pihak, malah Satria yang seketika menyadari sesuatu. Ketika ia merasakan bahwa ada sesuatu yang merengkuh pinggangnya.
Menarik sejenak wajahnya dari tulang selangka Eriana, Satria menunduk. Dan matanya menemukan bagaimana kedua kaki Eriana sudah melingkar di seputaran tubuhnya. Lebih dari itu, ia merasakan kaki itu menarik dirinya untuk semakin mendekat.
Satria menyeringai.
Wajahnya lantas terangkat. Memberikan kecupan sekilas di puncak hidung Eriana hingga mata gadis itu membuka spontan.
Kedua mata itu beradu. Dengan keadaan yang sama persis. Tampak berkabut.
Membiarkan satu tangannya untuk tetap berada di dalam kemeja Eriana, bertahan di lekuk pinggangnya, satu tangan Satria yang lainnya mengusap bibir Eriana. Mendapati bagaimana bagian yang satu itu semakin membengkak. Dan tentu saja, ada berkas merah yang menodai kulit di seputaran bibir itu. Berasal dari lisptik yang berantakan karena ciuman mereka.
"Kalau sekarang, gimana?"
Eriana meneguk ludahnya. Napas terengah dan menyadari betapa memalukan situasi dirinya saat itu.
Kedua tangannya di rambut Satria.
Kedua kakinya di seputaran pinggang Satria.
Kemeja tersingkap dan dirinya tak mempersalahkan tangan pria itu yang berada di dalamnya.
Ya Tuhan.
Apa yang udah aku lakukan?
Ekspresi syok yang tercetak di wajah gadis itu justru melambungkan kebanggaan Satria akan dirinya sendiri. Senyum penuh kemenangan langsung tersungging di wajah tampannya yang tampak berantakan.
Oh!
Berita buruknya adalah ....
Ia justru terlihat semakin tampan ketika berantakan.
Eriana menggigit bibir bawahnya ketika menyadari hal itu.
Benar-benar definisi tampan yang baru ia temukan seumur hidupnya. Dan berita yang lebih buruknya adalah ketika Eriana menyadari bagaimana ia terpana oleh pemandangan itu.
Dengkusan geli Satrialah yang kemudian menyadarkan Eriana dari alam pikirannya sendiri. Wajah pria itu tampak penuh rasa percaya diri –yang mana itu sangat wajar terjadi.
Dengan tatapan menggoda, Satria lanjut bertanya.
"Apa sekarang aku bisa mengambil kesimpulan bahwa ... kamu sudah tertarik dengan ciuman aku?"
Eriana pikir ia benar-benar tidak bisa bernapas lagi saat itu. Pertanyaan Satria, tatapan menggodanya, dan senyum penuh rasa percaya diri itu kompak membuat tubuhnya menggigil. Seperti ia yang mendadak terserang penyakit malaria.
Tapi, tunggu!
Mata Eriana membesar. Merasakan bagaimana dirinya yang menggigil bukan lantaran karena malaria, melainkan karena akibat dari permainan jemari tangan Satria yang menggoda kulit pinggangnya.
"Sat ...."
Eriana buru-buru menutup mulutnya. Syok ketika mendengar suaranya sendiri saat menyebut nama pria itu. Hal yang sama sekali tak luput dari perhatian Satria. Lebih dari itu, Satria justru semakin mempermainkan Eriana.
"Aaah .... Lebih dari tertarik sepertinya," simpul Satria. "Benar kan apa yang aku bilang?"
Eriana bersumpah lebih baik mendarat di ujung puncak Monas ketimbang harus jujur untuk hal yang satu itu.
"Kamu nggak mau jujur?" Satria menyeringai. "Oke."
Napas lega meluncur dari hidung Eriana. Mengira bahwa semua hal itu akan segera berakhir. Tapi, perkataan Satria kemudian membuat ia semakin merinding.
"Kalau gitu, aku harus berusaha lebih keras agar kamu tertarik dengan ciuman aku?"
Gila!
Itu adalah satu kata yang melintas di benak Eriana.
Apa dia nggak sadar gimana aku yang udah benar-benar tertarik?
Nggak cuma bibir aku yang tertarik!
Kemeja aku udah tertarik.
Pinggang aku udah tertarik.
Dan dia mau narik apa lagi?
Pertanyaan itu seperti yang langsung mendapat jawabannya. Karena pada detik selanjutnya, Eriana mendapati bagaimana Satria dengan segera menundukkan wajahnya. Menyasar pada kulit di seputaran tulang selangkanya.
Oh, Tuhan!
Satria mengisap kulit halus di sana dengan bibirnya. Seketika membuat Eriana merasa kembali tertarik.
Benar-benar tertarik hingga ia justru menarik balik Satria dengan kedua kakinya dan remasan tangannya pada rambut Satria kembali menguat.
Eriana mengangkat wajahnya. Melantunkan erangan yang menggema di ruangan besar itu.
Tak mau, tapi ia justru terhempas dalam buaian yang melenakan dirinya itu.
"Saaat ...."
Bibir Satria berpindah. Menyasar kulit lainnya sementara tangannya bergerak meraba kancing di kemeja gadis itu.
Mengeluarkan satu kancingnya dari lubang di sana dan bibirnya semakin turun.
Menuju pada gundukan lembut nan kenyal yang menggoda matanya.
Eriana meremang.
Melihat bagaimana detik demi detik bibir basah itu semakin mendekati payudara dirinya. Lalu tubuhnya semakin meremang. Embusan hangat napas Satria membuat ia memejamkan mata.
Dia mau narik ....
Eriana menunggu dengan jantung yang berdebar-debar.
Terbuai oleh jejak hangat itu.
Menikmati sentuhan lembut itu.
Sungguh terlena oleh godaan yang tercipta. Hingga dirinya tak sadar bahwa ada sepasang mata yang melotot melihat pemandangan itu.
Bukan mata Satria tentunya. Karena pada detik selanjutnya, pemilik mata itu seakan syok dan tak mampu menahan diri saat menjerit.
"Ya Tuhan! Kalian berdua ngapain?!"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top