31. Di Luar Prediksi
Entah sudah berapa lama mata Eriana melihat pada Tugu Kujang yang terletak di tengah-tengah jalan raya itu. Mungkin nyaris sepuluh menit lamanya. Atau sudah sejam? Saking lamanya, Eriana yakin ia bisa saja tertidur. Andaikan saja kalau di saat itu tidak ada pria yang dari tadi memberikan ancamannya pada Eriana.
"Kalau kamu sampe tidur, liat aja. Bangun-bangun kamu udah nyasar di ujung kujang itu. Nggak percaya? Coba aja buktikan."
Eriana cemberut. Berusaha mati-matian untuk tidak benar-benar tertidur. "Lama banget."
Satria mengembuskan napasnya. "Coba kamu arahkan angkot-angkot dan mobil lainnya deh. Siapa tau gitu jadi nggak macet lagi."
Eriana tak menyahut perkataan Satria. Melainkan hanya mencibirkan bibir bawahnya sekilas. Lalu ia memilih untuk melihat saja ke arah beberapa orang pengunjung yang tampak keluar masuk di area Botani Square. Di saat itu ia mendadak berpikir.
Gramedia lagi ada cuci gudang nggak ya?
Lalu ketika Eriana merasa kelopak matanya memberat lagi, dengan begitu sengaja Satria melajukan mobilnya sedikit dan mengerem.
"Aduh!" Wajah Eriana terlihat sekali menyiratkan rasa kesal. "Kamu sengaja?"
"Emang," jawab Satria enteng. "Kan aku udah ngomong kamu jangan tidur. Aku ini bukannya supir kamu."
"Tapi, kan jelas banget kamu yang lagi bawa ini mobil. Kalau bukan supir, terus apa dong namanya?" balas Eriana. "Pilot? Masinis?"
Mungkin untuk pertama kalinya setelah hampir tiga jam perjalanan mereka, Eriana bisa sedikit merasa geli. Senyum lucu terbit di wajahnya.
Mata Satria menajam. "Beneran mau aku buang kamu ke kali di sana ya?" tanyanya seraya mengangkat tangan. Menunjuk pada jalanan yang terletak beberapa meter di depan, yang mengarah pada pintu utama Kebun Raya Bogor. "Kalau mau, beneran aku buang kamu ke sana."
"Ck." Eriana kembali berdecak. "Pas lagi teleponan dengan ibu aku lagi mulut kamu manis banget. Tapi, pas sama aku. Mulut kamu itu sadis banget."
"Oooh ...," lirih Satria dengan penuh irama. "Jadi menurut kamu mulut aku sadis banget?"
Eriana mengerucutkan bibirnya sebelum menjawab. "Iya."
"Dan karena itu kamu pikir kalau ciuman aku bisa ngebuat bibir kamu berdarah?" tanya Satria seraya menyunggingkan seringai miring di wajahnya. "Iya?"
Untuk pertanyaan yang satu itu, Eriana memilih untuk tidak menggubrisnya. Alih-alih, ia hanya mendengkus seraya bersedekap di depan dada. Lalu membawa pandangannya ke arah lainnya.
Dasar psikopat berdasi.
Lagi-lagi Eriana mengumpatkan hal itu. Walau jelas sekali, Minggu pagi itu Satria tidak mengenakan dasinya. Boro-boro mengenakan dasi, pria itu malah tidak mengenakan kemeja resminya.
Benar-benar melakukan apa yang Satria janjikan pada ibu Eriana beberapa hari yang lalu, Satria dan Eriana memang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Eriana yang terletak di Bogor. Tepatnya di kawasan Leuwikopo. Di tempat pemukiman warga yang letaknya tidak jauh dari kampus Institut Pertanian Bogor.
Perjalanan yang tidak bisa Satria samakan dengan perjalanan bisnisnya menjadikan pria itu memilih untuk tampil santai dalam balutan kemeja lengan pendek yang dipadu dengan celana jeans. Hal yang membuat Eriana sempat kagum sebenarnya. Karena menurut Eriana, bahan jeans itu sukses membuat lekukan bokong Satria tampak berada di posisi yang ideal.
Ups!
Ketika pada akhirnya mobil Satria bisa kembali melaju, pria itu mengembuskan napas lega. Hal yang membuat ia sadar, kemacetan Bogor memang bukan berita isapan jempol belaka. Terutama ketika mobil itu pada akhirnya melewati Terminal Laladon. Mengarah menuju kampus IPB, lagi-lagi Satria diuji kesabarannya ketika menghadapi kemacetan lainnya di depan Babakan Raya.
"Aduh! Aku baru ingat kalau tiap Minggu pagi kan ada pasar kaget di Bara," lirih Eriana seraya menatap keramaian di depan sana. Tampak kendaraan dari dua arah sama-sama memadati jalanan. Belum lagi ditambah oleh orang-orang yang keluar masuk dari dan menuju Babakan Raya. Dan semuanya ditutup dengan sempurna oleh para pedagang kaki lima di beberapa titik di pinggir jalan.
"Ah sudahlah." Satria mendengkus. "Ini bahkan kayaknya lebih lama nyampe ke rumah kamu ketimbang kita yang terbang ke Singapura." Jemari tangannya mengetuk-ngetuk kemudi. "Bahkan kalau kita terbang ke Tokyo, ini udah setengah perjalanan." Ia melirik pada jam tangannya. "Tinggal nunggu sekitar tiga jam lagi dan kita bakal landing di Haneda."
Eriana tau Satria kesal karena beberapa kali terjebak macet. Tapi ....
"Salah siapa coba yang maksa buat datang hari ini? Kan kamu sendiri gitu yang semangat banget buat datang ke rumah aku."
Sreeet!
Satria menoleh dengan mata tajamnya. "Terus kamu mau ibu kamu kelamaan mikir kalau anaknya udah aku hamili duluan? Iya?"
"Emangnya kamu bisa ngamili cewek? Ehm .... Bukannya kamu itu nggak pernah deket-deket sama cewek ya?"
"Wah!" Satria menarik napas dalam-dalam. "Kamu jangan nantang aku, Ri. Apa kamu mau ngeliat gaun pengantin kamu nggak muat? Iya?"
Dan kalaupun Satria memang ingin membuktikan ancamannya, sebenarnya Eriana tidak perlu merasa khawatir dengan gaun pengantin. Toh kehamilan di bulan pertama tidak akan langsung memberikan efek pada bobot tubuh Eriana kan? Tapi, bukan itu yang kemudian membuat Eriana merinding. Itu adalah ketika Satria lanjut berkata.
"Kamu pernah ngira aku mau ngajak kamu check in kan? Oke. Ntar dari rumah kamu kita check in bentar. Biar kita sama-sama membuktikan, aku bisa buat cewek hamil atau nggak."
Eriana langsung menarik diri hingga mentok di pintu mobil. Terutama ketika ia lihat bagaimana Satria yang tampak melakukan perenggangan pada leher dan lalu menggerakkan kedua bahunya dalam gerakan memutar. Seperti sedang pemanasan sebelum bertanding.
"Oke. Apa aku sekalian nyari toge goreng dulu di pasar kaget itu?" tanya Satria sambil celingak-celinguk. "Pake minum air kelapa? Ehm .... Biar makin paten kan?"
"Ka-kamu ...."
Satria menyeringai dan lalu melajukan kembali mobilnya. "Apa? Masih mau meragukan kejantanan aku?"
"NGGAAAK!" jerit Eriana.
Lantas, Satria pun tertawa terbahak-bahak.
*
Dari depan Babakan Raya hingga mobil Satria bisa melintasi Leuwikopo saja nyaris menghabiskan waktu sekitar empat puluh menit. Yang mana itu benar-benar membuat pria itu nyaris berasap saking lamanya menghadapi kemacetan itu. Dan ketika jari telunjuk Eriana terangkat, mengarahkan Satria untuk masuk ke dalam satu gang, pria itu sedikit merasa lega.
Bentar lagi sampe, Sat, bentar lagi sampe.
Jalanan di dalam gang itu berkerikil. Sedikit bergelombang, namun tetap bisa dilalui oleh mobil mewah Satria tanpa kendala sedikit pun. Mereka berhenti pada satu rumah sederhana yang masih setengah permanen. Berlantai semen biasa dengan beberapa tanaman hias sederhana yang berjajar rapi di teras kecil itu.
Ketika mereka berdua turun dari mobil, Satria nyaris melompat dari tempatnya berdiri ketika mendapati ada empat orang saudara Eriana yang langsung menggerumbungi dirinya. Dan keempatnya langsung melontarkan pertanyaan masing-masing.
"Kamu pacar Teh Eri?"
"Beneran mau nikahi Teteh?"
"Serius nggak main-main?"
"Kalau nggak jadi nikah, boleh kami santet kamu?"
Mata Satria melotot. Berpaling dan ia mendapati Eriana yang mengangkat dagunya. Gantian gadis itu yang menyunggingkan seringainya. Dalam hati ia berkata.
Hahahaha.
Selamat menghadapi pasukan power rangers, Sat.
Dengan kekuatan datang bulan, kamu akan segera mendapatkan hukuman!
Eriana berkacak pinggang dan nyaris benar-benar akan tertawa kalau saja tidak ada satu tarikan di daun telinga yang justru membuat ia meringis. Ajaib, tanpa menoleh ia tau siapa yang memberikan rasa sakit itu di telinganya.
"Ibu ...."
Seorang wanita paruh baya terlihat mendelik pada Eriana. Membuat gadis itu menciut sementara selanjutnya terdengar lagi suara.
"Dinda, Hana, Bagas, dan Tiara."
Keempat orang saudara Eriana sama-sama menoleh ke belakang. Pada ibu mereka yang bernama Nanik. Tampak wanita itu terlihat memberikan peringatakan melalui sorot matanya. Mendapati hal itu, sontak saja mereka semua menarik diri. Dan di saat itu Satria mengembuskan napas lega.
Aku pikir aku bakal dikeroyok.
Ya ampun.
Setelah memastikan bahwa keempat orang adik Eriana telah menyingkir, Nanik pun melangkah mendekati Satria yang masih berdiri di ambang teras. Menyadari keberadaan Nanik, Satria buru-buru mendekat. Mengulurkan tangan kanannya dan bersalaman dengan sopan.
"Satria, Bu."
Nanik melihat tubuh Satria yang tinggi menjulang tampak membungkuk di hadapannya. Sekejap langsung membuat wanita paruh baya itu tersentuh dengan kesopannya. Lalu, Satria berkata.
"Sebentar, Bu. Tadi ada titipan dari Mama."
Eriana yang dengan tak acuhnya telah duduk di satu kursi teras itu mengerutkan dahi.
Titipan dari Tante?
Kok aku nggak tau?
Satria dengan langkah besar langsung menuju ke mobilnya kembali yang terparkir di sisi jalan. Membuka pintu belakang dan mengeluarkan dua benda dari sana. Membuat Eriana sadar bahwa ia benar-benar seakan lupa dunia sepanjang perjalanan tadi.
Gimana bisa aku nggak nyadari kalau di belakang tadi ada bingkisan segitu gede dan sebuket bunga?
Eriana mengerjap.
Eh?
Bunga?
Mata Eriana melotot.
Dia nggak yang maksud buat ngerayu aku di depan adek-adek aku kan?
Yang mana Eriana benar-benar tidak habis pikir kalau Satria sampai bersungguh-sungguh melakukan itu. Bukannya apa. Tapi, pasukan power rangers tentu saja akan meledek dirinya habis-habisan. Eriana sudah terbayang skenario yang bakal terjadi ke depannya.
Cie .... Akhirnya ada juga yang ngasih bunga.
Orang pas wisuda aja dulu cuma dikasih buket coklat harga seribuan.
Hahahaha.Untung bukan coklat seribuan yang lagi diskonan.
Mana itu juga dapat coklatnya setelah buat story di Instagram coba.
Ckckckck.
Sedih sedih sedih.
Astaga!
Mendadak saja jantung Eriana berdebar-debar tak karuan. Keringat memercik di dahinya. Dan napasnya terasa susah.
Mana aku tau kalau dia bisa romantis gini.
Aku kan---
"Ini titipan dari Mama, Bu. Semoga suka dengan pilihan Mama," kata Satria seraya menyerahkan bingkisan besar itu.
Nanik menerima bingkisan dalam bentuk kardus itu. Dipikir-pikir oleh Nanik, kardus itu lebih besar dari kardus mie instan yang isinya ada empat puluh bungkus.
Sedikit berat hingga Nanik memberikannya pada Dinda dan seketika saja perhatian saudara-saudara Eriana langsung teralihkan. Lalu Nanik tampak beralih pada bunga di tangan Satria. Yang mana pada saat itu ia pun refleks memanggil Eriana.
"Eri---"
"Dan bunga ini untuk Ibu khusus dari aku."
Yaaa?
Eriana yang baru bangkit dari duduknya melongo seketika. Melihat di depan matanya bagaimana Satria menyodorkan buket bunga warna warni aneka jenis itu pada Nanik. Jangankan Eriana, bahkan keempat orang adiknya pun melongo langsung.
"Eh?" Nanik menyambut bunga itu dengan salah tingkah. Terlihat sama tak percayanya dengan semua anaknya yang terdiam kompak. "Untuk Ibu?"
Tersenyum dengan teramat sopan –tapi, justru membuat Eriana merasa geram-, Satria mengangguk.
"Sebagai permintaan maaf karena terlambat mendatangi Ibu. Juga sebagai permohonan untuk meminta izin Ibu."
What?!
Di tempatnya berdiri, Eriana menyadari satu hal penting yang selama ini terlewatkan oleh dirinya.
Ternyata selain bermulut manis, dia juga ahli strategi perang.
Bahkan dengan sekali pertemuan, sepertinya Satria berhasil menaklukkan empat orang power rangers dan Ratu Kidul secara bersamaan.
Hal yang bukan berlebihan rasanya. Karena jelas sekali keempat orang adiknya serta merta langsung masuk seraya ribut menebak-nebak apa kiranya isi bingkisan itu. Dan ... langkah kaki Eriana terasa sedikit berat ketika menghampiri Nanik. Di saat itulah ia bisa melihat bagaimana wajah ibunya itu tampak tersipu. Membuat Eriana sadar bahwa bayangan imajinasi di mana ia melihat Satria akan diadili oleh keluarganya tidak akan menjadi kenyataan. Hanya sebatas bayangan imajinasi saja. Yang sedetik kemudian langsung buyar. Terutama ketika di menit selanjutnya, Nanik tampak meraih tangan Satria. Mengajaknya ke dalam seraya bertanya.
"Bulan depan ya nikahnya? Kenapa nggak akhir bulan ini aja?"
Sebelum melintasi pintu, Satria dengan begitu sengaja menoleh dan melihat pada Eriana melalui pundaknya. Menyeringai. Seperti ingin menyiratkan ejekan pada gadis itu.
Nikah akhir bulan ini kita, Ri?
Hal yang membuat Eriana geram seketika. Ia merasa geregetan dan rasa-rasanya ingin meremas bokong Satria dengan kuat.
Eh?
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top