15. Yang Tak Diduga

Bukan hanya Eriana, tapi Mrs. Roberts dengan kacamata bundar yang bertengger di pangkal hidungnya itu terlihat kaget karena tawa tersebut. Oh, bukan hanya mereka berdua. Ada Herman dan juga seorang pelayan lainnya yang terheran-heran karena tawa besar yang membahana tersebut. Sungguh tak ada yang menduga bahwa tawa itu akan menggelegar memenuhi ruangan. Oleh karenanya, tak heran sama sekali melihat semua orang dengan kompaknya membawa tatapan mereka ke sumber tawa tersebut. Satria.

Satria mendadak merasa kaku seluruh tubuh. Merasa membeku dengan tatapan orang yang melihat pada dirinya dengan sorot tak percaya. Benar-benar membuat ia merasa malu hingga wajahnya terasa panas karenanya.

"Ehm!"

Deheman tak nyaman itulah yang menjadi penutup tawa Satria menjelang malam tersebut. Tak hanya itu, Satria kemudian terlihat bangkit dari duduknya. Seraya mengusap tekuknya yang mendadak meremang oleh bulu kuduk salah tingkah, pria itu terlihat berjalan menuju ke pintu.

"Eh eh eh ...."

Suara Eriana terdengar.

"Udah ngetawain aku, eh malah mau kabur si Bapak."

Tapi, Satria berpura-pura tak mendengar. Alih-alih, ia semakin mempercepat langkah kakinya. Menghilang di balik pintu dan meninggalkan Eriana yang cemberut.

"Pasti dia senang ngeliat aku sengsara kayak gini."

Lalu, dehemen lainnya yang terdengar. Kali ini dari Mrs. Roberts. Wanita dengan rambut pirang terang yang disanggul rapi itu tampak menatap pada Eriana. Hingga membuat gadis itu menjadi tak nyaman karenanya.

"Ehm ... sorry."

Mata Mrs. Roberts berkedip sekali. "It's okay. But, let me ask you," katanya kemudian. "Do you still call Mr. Putra 'Bapak' even you're not in office?"

"Ah ...." Eriana seperti baru menyadari hal tersebut. "So, you think I should call him Baby? Honey? Or lovely?"

Pertanyaan balasan dari Eriana justru membuat Mrs. Roberts yang kebingungan. Wajah wanita paruh baya itu terlihat kikuk karenanya.

"Oh, no no no. I don't think so. But, maybe you can call his name." Dahi Mrs. Roberts berkerut. Terlihat sedikit bingung. "Bapak? It's like you call your dad? I think there is no a formal conversation between two people who love each other."

Perkataan Mrs. Roberts seketika saja langsung membuat Eriana melongo. Lantas di detik selanjutnya ia justru mengulum senyum malu-malu. Tanpa sadar –atau mungkin dia sadar sih-, Eriana mencolek-colek tangan Mrs. Roberts.

"Don't make me blush, Mrs. Ntar kasihan yang jualan blush on. Jadi nggak laku. Hihihihi."

Mrs. Roberts melongo. "Pardon?"

Tapi, Eriana tak menjawab pertanyaan Mrs. Roberts. Alih-alih ia tetap tersenyum malu-malu. Sementara otaknya terus mengiangkan kalimat tersebut.

Two people who love each other.

Ahaaay!

*

"Oke, Ri. Jadi aku mau ngasih tau sesuatu ya. Ini hasil penyelidikan aku seharian ini. Kayaknya Erina Fransisca dan Renaldi Anthony memang ada hubungan deh. Mereka hari ini pergi ke kampus bareng gitu. Padahal biasanya Rei itu nggak suka banget deh jalan bareng sesama artis atau semacamnya. Dia kan juga jadi cowok rada tertutup."

Eriana yang duduk di meja riasnya terlihat tersenyum seraya membersihkan wajahnya dari sisa-sisa make up. Lalu ia mendehem pelan.

"Ehm?"

Intan duduk di tepi tempat tidur Eriana. Meraih satu guling dan memeluknya. Terlihat sedang berpikir keras.

"Tapi, orang-orang justru sering memberitakan Rei dengan Sandra. Ehm ... aku jadi ragu. Ini jiwa wartawan aku yang sedang terganggu atau mereka-mereka itu yang salah menangkap situasi?"

"Ehm?" Eriana mendehem lagi seraya mengambil kapas yang baru. Menuangkan sedikit cairan penyegar wajah dengan begitu hati-hati di kapas itu.

"Tapi, dibandingkan itu ada berita yang lebih heboh lagi," kata Intan dengan menggebu-gebu. "Kamu tau nggak? Katanya Zacky udah punya anak loh. Gila kan ya? Emang penuh skandal banget deh aktor satu itu."

Menepuk-nepuk kapas basah itu di wajahnya dengan lembut, Eriana lantas berkata. "Sebenarnya, Tan, sumpah. Aku ya nggak ngerti loh kamu ini ngomongi apa. Nama yang kamu sebutin itu? Ehm ... siapa?"

Intan mendengkus tak percaya. "Ck. Ini nih kalau ngomongin gosip sama orang yang hobinya belajar. Ya mana paham."

Eriana sontak tertawa. "Aneh memang ya. Tapi, otak aku lebih cepat hapal siapa relawan dalam Konferensi Meja Bundar ketimbang artis mana yang kepergok lagi having fun."

"Kamu yakin otak kamu nggak bermasalah, Ri?" tanya Intan kemudian. "Kamu nggak normal."

"Hahahaha. Dasar!"

Eriana bangkit setelah memoleskan krim malam di wajahnya. Membuang sisa kapas yang ia gunakan ke tempat sampah dan menghampiri Intan.

"Lagipula ya, aku mana ada waktu untuk ngurusi kehidupan artis segala macam. Lagi kehidupan aku aja rasa-rasanya mau aku suruh orang lain buat ngurusinya."

Intan menatap Eriana. "Terus ... dengan yang namanya Satria ... itu kamu beneran?"

Mengembuskan napasnya, Eriana lantas merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan tetap membiarkan sepasang kakinya menggantung di tepinya. Sedikit dan samar ujung jari kakinya merasakan hawa dingin lantai.

Mata gadis itu menerawang ke langit-langit. Lalu kedua tangannya memeluk dirinya sendiri seraya berkata.

"Kalau kamu nggak percaya dengan omongan aku, lebih baik kamu tanya ke badan aku yang akhir-akhir ini mendapat pelatihan militer dadakan di rumah dia."

Intan meraih wajah Eriana agar berpaling pada dirinya. "Kamu nggak bohong kalau kamu lagi belajar di kelas-kelas orang kaya itu?"

Eriana mengembuskan napasnya dengan kesan letih, namun tak urung juga di wajahnya tersirat ekspresi yang bahagia. Ia menatap Intan dengan sedikit sorot geli di kedua bola matanya yang bening itu.

"Kamu ini kapan coba mau percaya sama aku?" tanya Eriana. "Mau bukti kayak gimana lagi? Toh kapan hari kamu udah ngintip kan aku balik diantar Pak Satria? Dijemput juga. Terus apa lagi?"

"Ya kali, Ri. Driver ojol juga bisa jemput siapa aja dan kamu bilang mereka ada hubungan dekat gitu."

Mata Eriana melotot. "Ya kali, Tan. Gila apa Pak Satria sampe mau jadi driver ojol sementara duitnya udah kayak daun layu yang berjatuhan di musim gugur?"

"Eh? Iya ya." Intan menyeringai lucu. Menggaruk kepalanya. "Bener juga sih."

Mengabaikan Intan yang seketika langsung terkekeh geli karena pemikirannya itu, Eriana justru mengambil alih guling yang berada di pelukan sahabatnya itu. Memeluknya dan pelan-pelan seperti ulat bulu salah saraf, masih dengan posisi berbaringnya gadis itu ngesot-ngesot di atas kasur. Berupaya berpindah posisi menuju bantal yang berada di atas kepalanya.

Hup!

Setelah dengan perjuangan demi menuruti rasa malasnya, Eriana berhasil juga menarik kakinya ke atas kasur dan mendaratkan kepalanya di atas bantal. Ia menghela napas lega telah berada di posisi siap tidurnya itu.

"Dah ah. Aku mau tidur. Ntar keluar tolong padamkan lampunya. Besok hari panjang akan dimulai lagi."

Lantas, mengabaikan berbagai celoteh yang dilontarkan oleh Intan, Eriana pun menutup matanya. Membaca doa tidur tepat ketika kesadarannya menghilang. Memang, secepat itu Eriana tidur. Dan Intan pun tidak heran sama sekali.

"Kalau udah tidur, ehm ... mau gempa tsunami juga dia nggak bakal bangun lagi."

Pada akhirnya Intan pun bangkit dari duduknya. Menyelimuti Eriana sejenak sebelum memadamkan lampu dan keluar dari kamar gadis itu tanpa lupa menutup pintunya.

Keesokan harinya, Eriana bersyukur tidur nyenyak yang ia dapatkan membuat calon kantung matanya menghilang. Lebih dari itu, wajahnya pun terlihat lebih segar dari yang ia harapkan.

Eriana memilih mengenakan satu stelan rok dan jas bewarna hijau muda. Menyanggul rapi rambutnya dan memulas lipstik kesukaannya. Dan setelah memastikan perutnya terisi cukup oleh roti tawar berselai coklat, Eriana pun turun. Memesan satu taksi online dan berencana menunggunya di dekat portal gedung apartemen.

"Neng Eri!"

Eriana menoleh pada Joko yang menyapa dirinya. Satpam tersebut terlihat sedikit melongokkan kepalanya keluar dari pos satpam. Gadis itu tersenyum dan memutuskan untuk sejenak menghampiri Joko.

"Pagi, Pak Joko," balasnya menyapa.

Wajah Joko terlihat lega ketika mendapati Eriana mendekatinya. Mungkin karena merasa dirinya tak perlu berteriak ketika harus memberitahu gadis itu satu berita.

"Neng, Bapak mau ngomong. Itu kemaren yang nyari Neng datang lagi loh."

"Yang nyari aku, Pak?" Eriana diam sejenak dalam upaya ingin mengingat. "Maksud Bapak cowok cakep yang Bapak bilangin tempo hari itu?"

Joko menyeringai. "Kalau cowok cakep aja Neng ingat ya? Coba kalau tukang sol di seberang jalan sana, mana Neng bakal ingat."

"Hehehehe." Eriana terkekeh mendengar gurauan Joko. "Kan lebih masuk akal kalau aku ingatnya tentang cowok-cowok cakep, Pak. Biar awet muda gitu." Menahan tawanya sejenak, gadis itu lantas bertanya. "Jam berapa dia datang, Pak?"

Joko terlihat mendehem sejenak. Berusaha mengingat. "Sepertinya sekitar jam delapan malam gitu sih, Neng. Jadi ya Bapak bilang aja sama dia Neng akhir-akhir ini sering pulang malam karena ada lemburan gitu."

"Oh ...."

Eriana angguk-angguk kepala mendengar jawaban Joko. Dan berbicara soal pulang malam, Eriana memang selalu pulang malam akhir-akhir ini mengingat pelajaran yang harus ia ikuti di rumah Satria. Jam sembilan malam tepatnya.

"Terus Bapak nanyain nama dia nggak? Ada perlu apa gitu nyariin aku sampe berapa kali?"

Kepala Joko mengangguk. "Tapi, dia nggak mau jawab, Neng. Dia cuma bilang mau ngasih kejutan sama Neng."

"Eh?"

Eriana mengerjapkan matanya berulang kali. Entah mengapa ia merasa merinding seketika.

Kejutan?

Eriana tak yakin bahwa ia tipe wanita yang biasa mendapatkan kejutan. Apalagi kejutan dari cowok cakep. Oh! Seumur hidup Eriana tidak pernah mendapatkannya. Alih-alih, sepertinya justru Eriana yang kerap memberikan kejutan bagi orang-orang di sekitarnya. Ia tak pernah lupa untuk memberikan kado dan ucapan di hari-hari spesial orang-orang terdekatnya. Entah itu di hari ulang tahun, hari kelulusan, atau bahkan hari kesembuhan. Sementara dirinya? Tidak.

Satu-satunya kejutan yang pernah ia terima ya waktu ia dengan begitu bodoh pernah melakukan pinjaman online. Eriana merinding atas bawah. Tagihan yang terkesan teror yang menghantam ponselnya adalah satu-satunya kejutan yang pernah ia terima.

Gila kan?

Sekalinya dapat kejutan, eh malah dari debt collector pinjaman online.

Tapi, itu sudah berlalu sekitar tiga tahun yang lalu. Pokoknya, kalau Eriana bertemu siapa pun, ia pasti akan mewanti-wanti agar tidak melakukan pinjaman online. Sebelum terlambat dan menyesal seperti dirinya. Dan sekarang, Eriana pun memutuskan untuk tidak mendekati hal seperti itu lagi. Kapok!

Lantas sekarang?

Eriana menduga-duga siapa orang yang beberapa hari terakhir mencari dirinya itu. Hingga satu pemikiran melintas di benaknya.

Jangan bilang ini aku yang mendadak ada penggemar rahasia gitu kan ya?

Eriana mengembuskan napas seraya beranjak dari pos satpam setelah mengucapkan permisinya pada Joko. Melihat dari kejauhan dan mendapati bahwa taksi yang ia pesan sudah hampir tiba. Dan di saat itulah ia kembali berpikir.

Sepertinya cowok-cowok mulai menyadari kalau aku ini sebenarnya cakep ya?

Tapi, sayang. Aku kan udah dilamar sama ibunya Pak Satria.

Gadis itu mengulum senyum gelinya.

"Ah .... Apa aku panggil dia dengan panggilan sayang aja ya?"

Duh.

Romantis sekali.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top