28
"dokter." Idze langsung menyapa begitu melihat dokter Tete keluar dari ruang Aree, dia mendekat dengan harapan di dadanya.
Tapi begitu melihat kepala sang dokter menggeleng, kekecewaan langsung menguasainya.
"Maaf, dia masih tidak mau bertemu siapapun.
Dia.. masih butuh sendiri."
Dokter Tete melihat para Salban yang terlihat kecewa dan dua wanita paruh baya yang berkaca-kaca tak mampu menahan kecewa.
"Tidak apa, biarkan Aree istrahat dengan tenang.
Kami tidak akan memaksanya."
Kakek Salban meremas tongkatnya.
"Yang paling penting sekarang dia baik-baik saja."
Om Shane menambahkan.
Sedangkan Idze dan papanya diam saja, cemas karena merasa Aree tidak akan pernah memaafkan dan membiarkan mereka masuk.
"Dokter.." Yul bersuara.
"Aree benar baik-baik sajakan.?"
"Tentu saja." Dokter Tete menegaskan.
"Selama fisik dan mentalnya sama-sama kita jaga, baik dia dan bayi kembarnya pasti akan baik-baik saja."
"Apa dia butuh sesuatu atau apapun yang dia mau."
Emi bicara menahan sebak.
Semua orang ikut menoleh pada suster yang berdiri di sebelah dokter Tete saat sang dokter melihat dan bertanya.
Si suster menggeleng.
"Hp Aree, apa dia tidak butuh.?"
Emi mengeluarkan Hp tersebut dari sakunya.
"Dia tidak mau. Katanya tidak butuh.
Dia hanya ingin istirahat, tidak mau melihat Hp atau terhubung dengan siapapun.
Saya sudah beberapa kali bertanya tapi dia tetap menolak."
Si suster menjelaskan.
Emi terlihat kecewa tapi tetap mengangguk, memaksa dirinya menerima keputusan dan penolakan Aree.
"Idze.!"
Semua kaget, langsung menoleh melihat pada Laura yang kehadirannya jelas tak diharapkan siapapun.
Wanita itu jalan tertaih berpegang pada Martin yang setia.
"Apa yang di lakukan di sini."
Om terlihat tak senang.
"Aku dengar semua ini diakibatkan olehnya.
Dan dia masih bebas berkeliaran seperti ini."
Tentu saja Para Salban sudah mendengar ceritanya dari Yul dan Emi yang mengabari mereka tentang Aree hingga bisa bisa segera datang dan ikut menunggu bersama Idze.
Mereka semua menjadikan lantai rumah sakit ini sebagai kediaman, tidak pergi dari sini jika keadaan tidak mendesak.
Tidak ada yang berkunjung ke Villa, mereka langsung menuju rumah sakit dan menetap setelah terlebih dahulu Idze menerima pukulan tongkat kakek Salban secara bertubi-tubi.
Idze tidak bicara dia menatap Laura yang terlihat sedih dan lemah.
Saat Laura menjatuhkan badan padanya, Idze dengan cepat menahannya.
Dia tidak bisa menyalahkan Laura sepenuhnya karena dia sadar dia memanfaatkan Laura untuk menyiksa Aree.
Dialah yang memberi Laura waktu dan tempat untuk terus menyakiti dan menganggu Aree.
Dia lah pelakunya, Laura juga korban dalam hal ini.
Dia hanya menunggu waktu untuk bicara dengan Laura meminta maaf dan menyudahi semua hubungan yang tak berdasar dengan Laura.
"Idze.." laura terisak menekan wajahnya ke dada Idze, meninggalkan noda lipstik di sana.
"Kenapa kau tidak pernah kembali, kau meninggalkanku aku sendirian di sana disaat aku sangat membutuhkanmu.
Kau juga tidak pernah menjawab telponku.
Kenapa kau jahat sekali.?"
"Laura." Idze menarik napas panjang.
"Saat ini Aree membutuhkanku. Kondisinya tidak baik, dia tengah mengandung anakku.
Aku tidak bisa meninggalkannya sendiri."
"Aku sudah mendengarnya."
Laura memegang wajah Idze.
"Aku senang mendengarnya."
Dia tertawa dan menangis dsngan suara keras, tidak peduli ini rumah sakit dimana dia bisa membuat para pasien terganggu.
Entah dia sengaja atau tidak tapi yang jelas suaranya bisa di dengar hingga ke dalam kamar.
"Apalagi dia kembar. Tuhan sayang padaku.
Dia memberiku dua bayi sekaligus.
Aku harap semuanya akan baik-baik saja, dia melahirkan dan semuanya usai. Dia bisa pergi dan kita memulai semuanya."
"Hentikan Laura. Diamlah." Geram Idze.
"Aku akan bicara denganmu saat aku punya waktu."
"Tapi Idze ini sudah dua minggu. Kenapa kau masih terus di sini, kau mengabaikan aku, semuanya.
Kenapa harus terus menunggumu, apa kau tidak punya waktu untuk yang lain selain bayi itu.
Aku juga ibunya tapi aku memilih bersabar."
"Cukup.!" Papanya Idze membentak.
"Bicaralah yang baik atau tutup mulutmu."
Geramnya.
"Dari mana kau menyimpulkan bayi Aree akan jadi milikmu.
Kenapa kau bicara asal seperti ini."
Dia melihat ke pintu kamar Aree, yakin Aree bisa mendengar semua yang Laura katakan.
Dia melihat pada Martin.
"Bawa dia pergi dari sini.!"
"Idze.!" Laura berteriak manja.
"Aku tak mau pergi jika kau tak ikut denganku.
Aku mau kau.
Aku hanya butuh kau.!"
Dia melihat ke pintu kamar Aree.
"Apa kau menyalahkanku karena memaksanya meminta maaf, berlutut.?
Tapi Idze aku benar-benar tidak tau. Kalau aku tau dia tengah mengandung bayi kita, aku tidak akan pernah menyalahkannya.
Aku tau emosi ibu hamil itu agak labil, aku mengerti dan memaafkannya.
Aku juga tak mau terjadi sesuatu pada bayiku."
"Saat ini aku tidak akan meninggalkan Aree sendirian. Aku tak mau menyesali apapun nanti.
Aku akan tetap di sini sampai semuanya baik-baik saja.
Aku ingin memastikan Aree aman dan terlindung."
Idze mendorong Laura menjauh.
"Idze apa kau lupa bagaimana dia dulunya.
Dia meninggalkanmu disaat kau berjuang, mempertaruhkan nyawa deminya.
Apa kau lupa siapa yang dia pilih disaat kau paling membutuhkannya."
"Diam.!" Desis Idze.
"Wanita ini hanya sedang mempermainkan kalian.
Dia manipulatif, membuat kalian semua merasa bersalah dan berhutang padanya.
Kalau dia punya harga diri dan malu harusnya dia tidak memperlakukan kalian seperti ini.
Apa dia lupa apa kedudukannya.?
Apa dia pikir mengandung putra Salban akan membuatnya istimewa.?
Semua yang dia punya hari ini, baik status dan bayi itu, semuanya akan jadi milikku, saat ini di hanya meminjamnya dariku."
Kakek Salban menarik lengan Laura hingga berbalik lalu mendaratkan tapak tangannya ke wajah dengan riasan sempurna tersebut.
Laura tersungkur ke lantai, Martin bergegas membantu disaat semua orang tak peduli dan hanya melihat.
Kakek Salban mendekati Laura yang masih shock, berpegangan erat pada Martin yang seperti prajurit siap mati membela tuannya.
"Selama ini mengingat hubungan baikku dan kakekmu, aku selalu menoleransi sikap kurang ajarmu.
Aku mengabaikan sifatmu yang manipulatif karena saat itu aku pikir Idze butuh teman, seseorang yang dianggapnya sangat peduli padanya demi mengangkat rasa percaya dirinya kembali.
Aku menutup mata atas semua kelakuanmu yang membuat Idze semakin membenci Aree disaat seharusnya dia menghargai dan melindungi Aree yang sudah berkorban begitu banyak untuknya.
Dan kini kau sepertinya berpikir semua cerita Karanganmu adalah nyata hanya karena tidak ada satupun yang membantah atau membenarkannya."
Kakek Salban memukul ujung tongkatny ke lantai.
"Tapi mulai sekarang semua kesalahpahaman harus diluruskan.
Sudah saatnya Idze tau kenyataan yang sebenarnya.
Karena itulah kami semua disini menunggu, berharap Aree mau bertemu, mengizinkan kami bicara."
"Aree terlalu banyak menanggung bebannya sendiri."
Emi terisak.
"Dan orang-orang jahat justru memanfaatkan hal ini untuk keuntungan mereka.!"
"Siapa yang kau bilang orang jahat.?"
Bentak Laura, mengangkat tangan siap memukul Emi.
"Cukup.!" Desis Idze menangkap lengan Laura dan mendorongnya.
Hatinya bergolak, makin penasaran dengan semua rahasia yang selalu di dengarnya akhir-akhir ini.
Idze takut semua sikapnya selama ini salah dan dia benar-benar salah paham pada Aree.
Tapi kenapa, kenapa tidak ada yang pernah bicara padanya dan sekarang semua sibuk memaksanya menerima tapi tak ada yang mau mengatakan langsung rahasia itu dengan alasan semua keputusan ada di tangan Aree.
"Idze." Laura terisak memegang pergelangan tanganya.
"Aku tau saat ini kau hanya sedang mengkhawatirkan anak kita, aku mengerti tapi aku harap kau tidak percaya pada fitnah mereka padaku.
Mereka selalu ingin kau bersama Aree hanya demi mengontrolmu.
Tidak ada yang benar-benar tulus padamu kecuali aku.
Aku yang selalu memberi dan berkorban untukmu."
"Nona jika anda terus membuat keributan, saya akan meminta keamanan mengusir anda.!"
Dokter Tete yang sudah habis kesabarannya akhirnya bersuara, dia bisa yakin suara sekeras ini pasti di dengar oleh Aree.
"Wanita pincang itu pasti sedang merasa bahagia, karena kalian semua mengkhawatirkannya.
Dia yang hanya seorang rendahan diperlakukan dangat istimewa, itulah impiannya."
Laura mengabaikan Dokter Tete, terus bicara pada Idze.
"Cukup.!" Idze menarik napas, dia ingat semua waktu dan perhatian yang Laura berikan padanya disaat semua orang terkesan acuh padanya.
"Aku akan kembali malam ini, kita akan bicara."
Dia tidak mungkin mengusir Laura begitu saja, dia harus membayar lunas semua kebaikan Laura, memberikan dan mengabulkan semua yang Laura mau.
Laura menggeleng.
"Kau harus kembali bersamaku sekarang."
Laura berurai airmata.
"Jika tidak aku akan memilih mati saja."
Idze memegang lengan Laura, dia tau wanita ini nekad dan sudah beberapa kali mengiris pergelangan tangan hanya karena Idze kurang perhatian.
Idze mengerti Laura terobsesi padanya tapi mengingat semua yang sudah Laura lakukan, dia tak mungkin membiarkan Laura mati sia-sia.
"Baiklah. Aku akan ikut denganmu.
Kita pulang sekarang.!"
Idze berbalik, merangkul bahu Laura, mengabaikan panggilan semua orang.
Tentu saja Idze melupakan sosok Aree yang mendengar semuanya.
Duduk kaku di atas ranjang, berusaha meredam kekecewaan yang harusnya tidak pernah lagi dirasakan olehnya karena Idze seharusnya sudah membuatnya kebal.
***************************
(04112024) PYK
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top