Bab 2: Mimpi

Sagon memotong-motong mayat yang ia sudah bunuh tadi. Adalah hal yang yang sangat menyenangkan bila dapat menghabisi korban-korbannya. Kekayaan adalah satu-satunya jalan menunju kebahagiaan menurutnya. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Tidak ada!

Kemarahan di dalam hatinya muncul. Ketika ujung pisau daging menghantam bagian-bagian tubuh yang dimutilasi. Ia teringat neneknya. Nenek yang ia merawatnya, meninggal di rumah sakit karena dibenturkan kepalanya oleh ayahnya sendiri.

"Bangsat!" bentaknya kepada daging-daging manusia yang tinggal menjadi benda mati. Tidak hidup, tidak bernyawa. Mengesalkan bagi Sagon yang membutuhkan kekayaan. Ini syarat dari Mbah Kuburan. Kalau saja ia tidak menderita, ia tidak akan seperti ini. Ia duduk sejenak di sebuah kursi karena lelah memotong, sambil mengingat dengan jelas kejadan beberapa tahun yang lalu

Jakarta, 2005

Malam itu, seorang ayah tanpa istri memukuli seorang nenek tua. Nenek tua yang tidak lain dan tidak bukan adalah ibunya sendiri. Nenek itu sangat sakit. Sudah sakit-sakitan dan sering menggigil. Sang anak tidak ada uang. Ia malah memukuli ibunya dengan tangan terkepal dan mata merah yang penuh dengan kebencian.

"Ibu itu nyusahin! Sudah miskin! Sakit-sakitan! Tidak tahu diri!"

PLAAK!

Sebuah tamparan keras dilayangkan si anak kepada si ibu. Ada sosok anak kecil yang sembunyi di dalam lemari. Itu perintah ayahnya. Bila ayahnya nafsu, ia akan memukuli sang nenek karena kesal tidak kunjung mendapat pekerjaan. Susah memang mendapat pekerjaan sekarang. Bagaimana tidak? Huru-hara tahun ini sangatlah dahsyat. Beberapa kelompok tidak dikenal tiba-tiba membuat kerusuhan. Tiba-tiba menembaki mobil-mobil yang melintas di jalan tol. Sungguh kerusuhan yang sangat nyata.

Tubuh si nenek melemah, si nenek harus dirawat. Ia dibawa ke rumah sakit oleh anaknya sendiri. Yang memukulnya. Si anak berbohong kepada dokter kalau ibunya jatuh di kamar mandi. Dokter percaya saja. Sagon juga diam. Tidak membantah.

Sang nenek harus dirawat, namun hanya beberapa hari sang nenek pun meninggal dunia. Anaknya menyesal. Tidak kuat dengan keadaan, ayahnya Sagon itu membakar dirinya sendiri di dalam rumah sakit. Sagon ketika itu sedang berak di kamar mandi, sadar ada teriakan dari luar. Ternyata ketika ia keluar dari kamar mandi, ayahnya sudah tewas membakar dirinya sendiri. Ia ternyata menyirami tubuhnya dengan alkohol lalu membakar dirinya sendiri. Sontak Sagon memencet bel lalu memanggil suster. Mereka pun harus mengurus dua mayat, si nenek dan anaknya.

Setelah hari itu, Sagon tinggal di panti asuhan, ia memutuskan pergi dari Kota Jakarta ketika berumur sembilan belas tahun. Ia pun mencari kerja, namun ia belum dapat-dapat .Hingga akhirnya ia mendapat mimpi untuk pergi ke kuburan. Di sana ia lalu mencium tanah kuburan. Menyembah kuburan, lalu Mbah Kuburan memina tumbal untuk dipersembahkan kepadanya.

***

Telepon Herman berdering kencang, diriya sedang tiduran sambil melihat ponsel. Sebuah telepon dari temannya yang tak lain dan tak bukan adalah Sagon. Sebuah suara dari seberang terdengar sangat kencang.

"Hai Bro. HBD yaa! Aduuh udah umur berapa nih? Dua puluh satu ya?"

"Iya Nih. Makasih loh! Eh! Lo gimana Gon? Di kota sana?"

"Yaa hebatlah gue. Gue udah kerja. Gue udah yaa tenanglah hidup gue."

"Mantap! Udah punya cewek?"

"Udah dong."

"Ya, baguslah."

"Selamat sekali lagi ya. Semoga panjang umur. Gue tutup dulu ya, mau lanjut kerja."

"Oke Bro."

Telepon ditutup, ponselnya kembali memperlihakan wajah ibu angkatnya. Ia memegang batangn besarnya di balik celana, lalu ia remas-remas sambil membayangkan Indira. Ia sebut nama Indira dalam bisik. Perlahan, cairan mani keluar dari batangnya. Muncrat di balik celana. Ia tidak mungkin tidur dengan Indira karena pasti akan ditampar Sandu. Sandu sudah mengamanahkan dia untuk menjaga Indira.

Setelah lega mengeluarkan maninya, ia mematikan ponsel lalu meletakkannya di nakas. Ia berharap bisa memimpikan Indira malam ini. Tanpa rasa bersalah, ia sudah menjadi pemain cinta. Selingkuh dibelakang Kates.

***

Kates mengeluarkan sebatang rokok dari bungkus rokok. Ia nyalakan korek, lalu ia hisap. Suara deru motor terdengar, ada dua orang sedang boncengan lalu memanggil Kates. Dua bocah lelaki di bawah umur yang suka catcalling tidak jelas kepadanya.

"Kates! Bahenol!" seru si pengemudi.

"Bahenol!" kata temannya di belakang.

Rasanya Kates ingin meremas-remas jantung kedua anak yang tidak sopan itu. Masa tidak diajarkan oleh orangtuanya untuk tidak menggoda wanita. Jelas-jelas catcalling itu adalah bentuk pelecehan. Rasanya dunia ini runtuh kalau mendengar siulan-siulan seperti tadi. Ini bukan sekalinya ia diperlakukan seperti itu. Sudah berulang-ulang kali.

"I don't give a fuck shit! Shut up asshole!" Kates sudah tidak bisa menahan diri dengan kelakuan mereka berdua. Kates padahal sifatnya adalah orang yang sopan dan baik hati, namun ia bakal galak kalau ada orang-orang yang berusaha melecehkan dirinya. Siulan yang tidak wajar itu harus ia hentikan. Kebiasaan yang bikin sakit kepala.

Teriakan Kates disambut dengan jari tengah, kedua orang itu langsung pergi. Kates mengancam dalam hati. Ia akan menyiram kedua anak itu dengan air panas yang bisa ia keluarkan dari tangannya. Air panas yang bisa muncul dari kekuatan gaibnya.

Suara teriakan Kates terdengar sepupunya, Andita yang sedang menginap di rumahnya. Kates "Kenapa Kat?"

"Tuh Kak, mereka catcalling lagi. Ada-ada aja."

Tangan Kates masing memegang puntung rokok. Lalu ia menghisapnya. Andita duduk di sebelahnya. "Biasalah anak-anak nggak jelas. Selalu begitu. Tidak tahu malu. Catcalling bisanya. Payah banget. Nggak gentle."

"Iya Kak Dit, mereka itu bisanya cuman bikin gara-gara saja di sini. Bikin kesal."

"Udah yuk, tidur. Orangtua kamu udah tidur yuk. Adikmu juga."

"Iya, aku sebentar lagi tidur."Ia menghabiskan rokok sebatang lalu selesainya ia merokok. Ia masuk ke kamar lalu berbaring. Tiba-tiba di dalam mimpi, ia melihat adiknya sedang dikafani dengan kain kafan penuh darah.

"Richard! Richard!" teriaknya.

Richard dililit kain kafan, seorang kakek tua tertawa-tawa. Ia memakai topi bergambar kuburan. Di belakangnya, ada pocong-pocong yang siap membunuh Richard. Kates terus berteriak memanggil nama Richard namun Richard tidak mendengar.

Ketika Richard hendak dibunuh, tiba-tiba sesosok kakek bersorban dan tentara bersayap datang menghampiri mereka. Ikatan yang ada di tubuh Richard dilepas. Richard terbebas. Si kakek bersorban lalu menggunakan kekuatan surgawinya untuk melawan kekuatan kegelapan. Dua kakek tua beradu. Pertarungan semakin sengit. Dengan lantunan doa, kakek bersorban berhasil memukul mundur kakek tua yang tak lain dan tak bukan adalah Mbah Kuburan.

Kates terbangun. Ia terlonjak dengan sangat ketakutan. Tubuhnya bergetar dengan gila. Seakan-akan jiwanya melayang tanpa henti. Tangannya terkepal. Mudah-mudahan ini hanyalah mimpi. Tubuhnya berkeringat. Ketakutan. Ia kembali berbaring, mencoba tidur kembali, karena esok hari, sehabis kuliah, ia harus rapat panitia untuk acara latihan kepemimpinan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top