Bab 1: Prestasi

Kota Jakarta, 2014

7 Maret 2021

13:00 WB

Indira tersenyum melihat Herman yang terus menatapnya, keduanya tampak binal di atas ranjang. Tidak ada yang tahu, bahkan Sandu dan Ninit, anak kandung kesayangan Indira. Indira membiarkan Herman mencumbuinya. Indira memancing Herman memandang labianya berlanggak-lenggok.

Itulah yang dilakukan setiap saat oleh mereka berdua bila kakak-adik itu tidak ada. Indira dan Herman membara, menari dengan binal di belakang mereka. Ibu dan anak angkatnya itu punya tautan di balik kamar. Terkadang Indira minta diborgol oleh Herman, terkadang diperintahnya Herman membaca puisi di depannya. Lebih anehnya lagi mereka berdansa, terhanyut oleh keadaan. Mencumbu satu sama lain dalam keadaan tanpa busana.

"Ayo cepat kamu keluar, sebentar lagi Sandu pulang ke rumah. Teman-temanmu akan kasih kamu kejutan, cepat berpakaian!" perintah Indira.

"Terima kasih Sayang, untuk hari ini," ucap Herman. Matanya masih melihat tubuh polos Indira.

"Happy birthday," ucap Indira.

"Thanks," balas Herman pelan.

Herman pun berpakaian, langsung keluar dari kamar, lalu masuk ke kamarnya sendiri. Di kamarnya ia melihat sebuah foto yang tergantung di dinding. Ada foto sebuah keluarga. Suami dan istri serta anak-anak mereka. Kedua anak kandung mereka adalah Sandu dan Ninit. Sementara Herman adalah anak angkat dari kedua pasang suami istri itu.

Herman ditemukan kedinginan di emperan jalan. Indira dan suaminya, Mandol tidak tega dengan Herman yang umurnya sebaya dengan putranya kala itu. Herman yang tidak tahu asal usul keluarganya lalu bergabung menjadi keluarga Mandol. Diangkat menjadi anak seorang pengusaha kaya adalah nikmat yang luar biasa untuk Herman.

Tujuh bulan yang lalu Mandol meninggal dunia. Mobilnya kecelakaan, masuk ke dalam jurang. Kejadian ini membuat keluarganya sedih terutama Sandu dan Ninit. Kedua anaknya harus kehilangan sosok ayah tercinta.

Maaf ya Pa, aku merebut mama dari papa. Batin Herman melihat foto keluarga itu. Kini ia harus bersiap-siap agar dirinya terlihat cerita begitu teman-temannya datang ke rumah.

***

Suara gelak tawa lagu ulang tahun memenuhi ruang tamu. Herman tertawa begitu teman-temannya masuk lalu menyanyikan lagu ulang tahun. Kates memegang kue ulang tahun. Di sebelah Kates ada Sandu dan juga di belakang ada teman-teman yang lainnya. Kates menatap Herman dengan tatapan cinta.

"Happy birthday, Sayang!" ucap Kates.

Herman tertawa, ia mencium bibir Kates lalu menatap kue tart yang dipegang kekasihnya.

"Make a wish!" ucap Kates dengan ceria.

Herman berdoa lalu meniup lilin yang ada di atas kue tart. Teman-temannya langsung senang begitu Sandu berseru.

"Ibu gue udah menyiapkan makanan pastinya! Ayo kita ke meja makan!"

Seruan Sandu membuat gelak tawa semakin dahsyat. Mereka semua ke ruang makan. Di sana sudah ada Bi Yuri, seorang asisten rumah tangga yang membantu keluarga di rumah tersebut. Bi Yuri, seorang bibi tua yang memakai ikat kepala

"Pasti semua pada kangen masakan Bi Yuri. Ayo semua makan makanan Bi Yuri!"

Bi Yuri tersenyum, ia melayani beberapa teman tuan rumahnya yang ia kenal sangat baik. Apalagi Kates. Kates adalah orang yang bisa dibilang menjadi kesayangan Bi Yuri. Bi Yuri suka dengan Kates yang sangat sopan. Ia juga melihat Kates sebagai seseorang yang mencintai Herman dengan sepenuh hati.

"Sayang tadi kuliah gimana?" tanya Herman.

"Ya, baiklah. Semuanya baik-baik aja. Nggak ada apa-apa. paling tugas sih susah. Ngomongin psikologi."

"Hahaha. Sabar, untung aku ga masuk psikologi tapi komunikasi jadi nggak stress."

"Anak ilmu komunikasi kan cantik-cantik. Pasti kamu tergoda." Mulut Kates manyun dengan perasaan yang kesal.

"Haha. Tidaklah!" jawab Herman tertawa-tawa sendiri.

"Gimana sih! Kamu tuh aku lihat suka jelalatan. Lihat pantat anak ilkom."

"Huss, ini lagi hari ulang tahunku. Jangan bercanda gitulah. Aku cowok baik-baik. Gini. Ya ga?" Herman sok genit, mengedipkan mata kepada Kates.

Kates tersenyum, hatinya tergugah. Ia kembali mengingat setahun yang lalu kala Herman menembaknya. Kates ditembak di acara ulang tahunnya. Herman membawakan bunga mawar yang sangat indah. Kates suka sekali dengan bunga Mawar.

"Maukah kamu menjadi pacarku, Kates?"

Suara harapan dari seorang lelaki yang ia taksir semenjak awal ospek, keluar dari bibirnya. Kates mengangguk. Ia mengiyakan tembakan dari lelaki berambut pendek itu.

Iya Herman, aku mau!" jawab Kates malu-malu.

Herman langsung memeluk Kates, mereka tampak bahagia. Herman mencium bibir Kates. Kates membalasnya. Kates merasa Herman menerimanya. Herman sudah tahu dirinya seorang indigo dari jauh-jauh hari. Sangat tenang ketika ia tahu kalau dirinya ditaksir Herman.

Apalagi Herman adalah seorang yang berprestasi di kampus. Herman, mahasiswa jurusan antropologi itu, mahir bermain musik dan bernyanyi. Prestasinya sungguh membanggakan di setiap lomba yang ia ikuti. Berbagai juara satu ia ambil dari berbagai kompetisi. Sungguh Herman adalah lelaki yang membanggakan.

TIba-tiba Indira muncul dari ujung tangga, ia menyambut teman-teman kuliah Herman dan Sandu. Kates senang, ia memeluk Indira. Ia sudah mengganggap Indira sebagai teman curhatnya, apalagi ketika kadang ia dan Herman sedang berdebat. Kates tahu Indira ibu angkat Herman. Kates merasa bersyukur dipertemukan wanita sebaik Indira. Indira hanya menemui mereka sebentar karena hendak mandi. Sementara Herman memegangi tangan Kates yang sedang asyik makan di sebelahnya. Rasanya ia tidak enak hati dengan Indira, namun bagaimana lagi. ia harus tampak mesra dengan Kates saat ini.

***

Kota Evilia

7 Maret 2021

23:00 WIB

Sagon mengintip di balik pohon, ia melihat sekeluarga sedang membangun tenda. Sepasang pasutri dengan dua anak mereka sedang membangun tenda. Tangan Sagon menggenggam kapak. Di perkemahan ini adalah tempat yang cocok untuk mencari mangsa. Sudah dua kali ia membunuh wanita di perkembahan ini. Inilah saatnya ia membunuh satu keluarga. Sebuah rekor yang hebat, bisa ia capai.

Sagon loncat, pria bertopi hitam itu memakai masker berwarna serupa. Ia siap membunuh. Kehadirannya mengejutkan pasutri dan dua anak kembarnya. Dua anak perempuan yang tampak kebingungan, perlahan kedua anak itu ketakutan karena melihat kapak yang dipegang Sagon.

"Serahkan uang kalian!" bentak Sagon.

Kedua pasutri itu ketakutan, si suami memang nekat, sebagai kepala keluarga ia harus melindungi keluarganya.

"Siapa lo?!" bentak si suami.

"Bukan urusan lo! Serahkan semuanya!"

"Tidak! Jangan macam-macam!"

Di bawah sinar bulan, kedua sosok beradu. Si suami nekat mau merebut kapak Sagon. Namun, Sagon malah tertawa, ia melayangkan kapak lalu memenggal kepala si suami. Kepala si suami terlempar, lalu diangkat menggunakan kekuatan dari tangan Sagon. Tangan Sagon memiliki energi gelap yang hitam. Tampak mengerikan, kelam dan tidak bisa tertandingi. Sagon lalu memegang kepala korban yang baru dibunuhnya, menjilati darah yang ada di kepala itu.

Si istri ketakutan, ia mencoba melawan Sagon. Si istri memukul-mukul muka Sagon. Sagon membiarkannya. Namun tawa yang terbahak-bahak keluar dari mulutnya. Sagon meninju mulut lawannya. Berdarahlah mulut wanita yang baru menjadi janda itu. Sagon melempar kepala si suami ke tanah.

Sagon tampak nafsu ketika melihat istri korbannya ketakutan. Ia melucuti dengan kasar pakaian wanita itu lalu menjilati lehernya. Disaksikan kedua putrinya.

"Kamu milikku malam ini!"

"Tidak|! Tidak!" balas wanita itu.

"Dasar bedebah!"

Robeklah seluruh pakaian si wanita. Si wanita hendak melindungi kedua anaknya. Kedua putrinya mendekat kepada ibunya namun layangan tinju yang keras nan mematikan menyasar kepada dua putri kecil itu. Keduanya mati terkena satu kali pukulan Sagon.

"Anakmu sudah mati! Kita bersenang-senang! Ah aku suka wanita yang lebih tua dariku. Cumbu aku Sayang!" rayu Sagon.

"Tolong! Tolong!" teriak si wanita.

Sagon menampar wanita itu, lalu dengan segenap kekuatannnya, ia mencekik wanita itu. Ilmu hitam menjalar ke seluruh tangannya, setelah ia puas naik turun di atas tubuh si wanita, sementara si korbannya berteriak.

Seketika kepala si wanita terkulai. Tak bernyawa. Sagon tersenyum. Ia sudah menyiapkan pisau dan plastik besar. Sebelum pagi menjelang, inilah saatnya ia memutilasi keempat korbannya. Untuk dijadikan santapan makan malamnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top