Terapi
Dr. Han tengah fokus kepada pasien yang kini berbaring di kursi khususnya. Seorang pemuda jangkung baru saja menutup mata untuk mendengar sugesti selanjutnya. Kini, mereka tengah berada di ruang praktik dokter Han. Ruangan dengan pencahayaan yang membuat pengunjungnya merasa tenang. Suara detik dari jam dinding berwarna gading menjadi irama pengiring proses hypnoterapi siang ini.
"Rileks, saja. Tarik nafas panjang, lalu hembuskan. Tarik nafas …."
"Baiklah. Coba kau lihat telapak tanganmu. Lihat, perhatikan …."
Jin-Gyeol hanya bisa menurut. Lagipula, mungkin ini adalah pengobatan yang perlu dilakukan oleh Ahngyeol. Kabur atau menolak hanya akan memperumit keadaan.
Sebenarnya ada hal mengganjal yang menambah beban di pikiran Jin-Gyeol. Seingatnya, ia (Jinu) pingsan saat tanggal masih di bulan September. Tapi Jinsoo mengatakan bahwa waktu sudah lewat hampir satu tahun. Ingatannya benar-benar terhenti ketika ia pingsan.
"... tidur."
Tiba-tiba, dokter Han mendekatkan dan mengusapkan telapak tangannya ke wajah pemuda itu. Jin-Gyeol melongo karena gerakan aneh yang baru saja terjadi. Matanya masih belum menutup ataupun terasa berat dan mengantuk.
"Tidur!"
"Ah … baik." Jin-Gyeol segera menutup mata. Ia berusaha untuk rileks dan tertidur, sementara dokternya memberikan intruksi.
"Aku tidak mungkin bisa tidur jika diajak mengobrol terus." Jin-Gyeol berucap dalam hati.
Setelah selesai dengan prosedurnya, Jin-Gyeol diminta untuk bangun dari tidurnya. Ketika membuka mata, terlihatlah wajah kebingungan lelaki di samping kursinya.
"Baik … apakah kau mengingat sesuatu?" tanya dokter Han, memastikan.
Jin-Gyeol menggeleng, jujur. Lebih baik begitu, kan? Daripada berbohong dan menimbulkan diagnosa yang salah, –itu justru hal yang buruk.
"Baiklah, Ahngyeol, Kau boleh pulang, sekarang." Setelah itu, lelaki itu kembali ke meja kerjanya, dan mengisi beberapa berkas.
***
Tuan Ahn memandangi foto keluarga yang terpajang di dinding kantornya. Memikirkan semua yang telah terjadi pada keluarganya.
"Direktur, Dr. Han datang untuk menemui anda."
"Biarkan dia masuk."
Dokter Han masuk ke ruangan besar tersebut tanpa berani memandang wajah sang empu. Setelah dipersilahkan untuk duduk, lelaki itu duduk di kursinya.
"Apakah kau datang untuk menyampaikan perihal anakku, Dr. Han?" tanya Direktur Ahn tanpa basa-basi. Ia sungguh berharap pada hasil terapi kali ini.
"Sayangnya saya belum bisa membawa kabar baik," ucap dokter itu.
Direktur Ahn terperanjat mendengar kabar dari lelaki di depannya. "Apa maksudmu, Dokter?"
"Ini cukup aneh, Tuan." Dr. Han mulai menjelaskan dengan raut yang serius.
"Ketika saya melakukan terapi hipnosis pada anak anda, sugesti yang saya berikan tidak bekerja sama sekali, padanya. Sejujurnya, ini pertama kalinya saya menemukan pasien dengan kondisi ini," terangnya kemudian.
"Maksudmu kau tidak mampu menyembuhkan ingatannya? Itukah yang ingin kau sampaikan hari ini?" Terdengar kekecewaan dari kalimat tuan Ahn.
"Bukan begitu, Tuan," sahut dokted Han, cepat. "Tapi aku takut jika terapi diteruskan, pikirannya justru akan semakin kacau. Dia mungkin justru akan semakin kebingungan."
Tuan Ahn menghela nafas berat. "Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanyanya kemudian, dengan intonasi yang lebih tenang.
"Saya menyarankan solusi alternatif. Biarkan ingatannya kembali secara alami. Jangan memaksanya mengingat sesuatu. Lakukan rutinitas yang sama yang biasa ia lakukan, sebelum insiden itu."
Kembali ke sekolah itu? Jika ia ingat-ingat, semua masalah dimulai sejak Ahngyeol masuk ke sana. Sekarang ia harus merelakan putranya kembali ke tempat itu? "Bisakah kita membuat suasana palsu saja?"
Dokter Han menggeleng pelan. "Bagaimana anda bisa memastikan bahwa lingkungan dan pengalamannya akan sama seperti tempat yang asli?" ucapnya, balik bertanya. "Yang paling tahu adalah Ahngyeol itu sendiri, bukan kita."
Dokter itu melanjutkan ucapannya. "Saya tahu ini membuat anda khawatir. Tapi ini demi yang terbaik. Ingatan hang hilang sementara, cenderung akan kembali secara alami jika berada di lingkungannya."
"Baiklah kalau begitu." Tuan Ahn mengangguk, meski masih merasakan keraguan di hatinya.
"Tuan … saya harap anda juga menjaga kesehatan anda. Dan satu lagi, kita harus optimis."
"Aku mengerti, Dokter."
"Kalau begitu, aku pamit."
Setelah Dr. Han undur diri, Direktur Ahn menelpon Jinsoo untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan.
"Halo, Tuan." Suara Jinsoo di seberang.
"Jinsoo, besok Ahngyeol akan mulai masuk sekolah. Ganti semua barang miliknya yang rusak, segera."
"Baik, Tuan. Aku mengerti."
Sesaat setelah menutup telepon, Jinsoo segera melaksanakan apa yang tuannya perintahkan. Karena ia cukup dekat dan paling sering mengurusi kebutuhan Ahngyeol, maka ia bisa mencari tanpa kesulitan.
Malam harinya, Jinsoo mengunjungi tuan mudanya. Jin-Gyeol yang saat itu sedang melakukan pemanasan untuk olahraga, langsung menyambut Jinsoo.
"Kenapa kau berolahraga malam-malam?" Jinsoo meletakkan barang-barang, di lantai, dan mulai menata semua pada tempat yang seharusnya.
"Tubuhku terasa kaku."
"Oh …." Jinsoo mengangguk-angguk. "Mulai besok, anda akan masuk sekolah."
"Sungguh?" Jin-Gyeol menghentikan aktivitasnya. Tampak senyuman terpampang di pipinya.
"Direktur memberitahuku. Barang-barang yang kau butuhkan untuk besok sudah tersedia. Ponsel dan kacamatamu yang rusak ada di meja.
Pandangan Jin-Gyeol beralih ke arah dua buah kotak yang berbeda ukuran di atas meja. "Terimakasih."
"Kalau begitu, aku akan pamit. Semoga tidurmu nyenyak, dan cepat sembuh." Jinsoo beranjak untuk meninggalkan ruangan itu dan bergegas pulang. "Sampai bertemu besok," ucapnya sebelum menutup pintu kamar.
"Ya," sahut Jin-Gyeol. "Sebenarnya kau sakit apa, Gyeol?" Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Oh, iya!" Jin-Gyeol berjalan ke arah meja, dan membuka satu demi satu kotak yang dibawa Jinsoo barusan. Yang pertama adalah kacamata. Modelnya sama persis dengan yang dimiliki Gyeol, sebelumnya. Kotak selanjutnya agak besar dan berat, berisi sebuah smartphone baru.
"Woah." Pemuda itu memandangi, dan membolak-balikkan gadget mulus di tangannya. Meskipun baru, rupanya ponsel itu sudah diisi dengan banyak data. Sepertinya isinya merupakan data cadangan di HP sebelumnya.
Ia pun mengetik nama Nina, dan menekan tombol panggil. Ia menempelkan benda itu ke telinga, menunggu gadis itu mengangkat telepon darinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top