Kepingan Ketujuhbelas
Karena tubuhnya yang terasa lengket dan beraroma kopi, Gyeol memutuskan untuk langsung mandi sesampainya di rumah. Ia masuk ke kamarnya, dan langsung menuju ke kamar mandi sambil melepas busananya satu persatu.
Setelah pintu ruangan itu tertutup, pemuda itu menyalakan shower dan mulai mandi. Ia meratakan air ke seluruh tubuh, mengucek rambutnya dan mengambil shampo.
Ia masih memikirkan apa sebenarnya yang terjadi, barusan. Bagaimana bisa ia bertabrakan, terutama bagaimana ia menampar gadis tadi tanpa sengaja.
"Aku baru ingat. Itu di dekat kafe tempat yang sama dengan yang aku dan Nosuke kunjungi tahun lalu."
Ahngyeol mengingat kembali kejadian yang menimpanya satu tahun yang lalu. Kejadian yang membuat ia tidak suka kopi hingga sekarang.
Suatu hari sahabat dekatnya yang tinggal di Jepang datang mengunjungi dan menginap di rumah Ahngyeol. Saat Itu Ahngyeol memulai gaya hidup dengan air putih nya.
Nosuke sangat ingin mengunjungi kedai kopi yang begitu terkenal di sekitar rumah Ahngyeol, itu. Terlebih, ia melihat salah satu varian favoritnya di daftar menu.
Sebenarnya Gyeol tidak terlalu tertarik karena sudah terbiasa minum air putih selama ini. Meskipun begitu, ketika Nosuke memesan dua cangkir kopi untuk mereka berdua Ahngyeol tidak merasa keberatan. Lagipula, dulu sebelum merubah pola makan dan minum nya, ia adalah pecinta kopi, sama seperti Nosuke.
Namun belum sempat menghabiskan satu cangkir kopi yang dipesan, hal yang tak terduga terjadi.
"Hei Gyeol-kun, kau baik-baik saja?" Nosuke bertanya khawatir karena menyadari wajah Ahngyeol yang berubah pucat.
beberapa kali Gyeol meraba perutnya.
"Perutku rasanya tidak enak..." ucap Ahngyeol sambil meringis menatap Nosuke.
"Kau tidak meracuni kopi milikku dengan sianida, kan?"
"Hei, jangan bercanda! Aku mana berani melakukan hal semacam itu," sahut Nosuke.
Ahngyeol membungkuk di kursinya, membuat Nosuke bertambah khawatir. Sesekali ia memijat perutnya yang terasa mual. Ahngyeol a merasa lambungnya seakan berhenti berfungsi.
Makin lama, rasa mual di perutnya merambah ke tenggorokan, dan memicu rasa pusing berdenyut di kepalanya.
"Aku ke toilet sebentar," pamit Gyeol cepat.
Dengan sedikit terhuyung, remaja itu segera berlari ke arah toilet cafe. Setelah sampai dan menutup pintu, Gyeol langsung memuntahkan isi perutnya.
Nosuke yang langsung mengikuti temannya, mengetuk pintu bilik tempat Gyeol berada.
"Gyeol-kun? Kau tidak apa-apa?"
"Ya, beri aku waktu sebentar ...." Jawab Ahngyeol. "Tunggu saja aku di bangku kita. Aku baik-baik saja." Pemuda itu masih merasa mual dan pusing, hingga perlu bersandar pada dinding sekat disampingnya untuk beberapa saat.
"Oke. Tapi kalau kau tidak kembali setelah aku menunggu di sana, aku akan ke sini lagi untuk mengecekmu." Nosuke pun kembali ke tempatnya, dan menunggu Ahngyeol sambil memandangi waktu di ponselnya.Tiga menilt berlalu, akhirnya Ahngyeol kembali ke kursinya dengan lesu.
"Bagaimana kalau kita periksakan dirimu?" ujar Nosuke sambil memijat tengkuk Ahngyeol.
Ahngyeol mengangguk, dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Park Jinsoo.
"Biar aku saja," Nosuke segera menelpon Jinsoo. Setelah mengucapkan beberapa patah kata, ia mengakhiri panggilannya.
Kurang dari lima menit kemudian, Ahngyeol dan Nosuke memasuki mobil putih yang dikendarai oleh Jungsoo.
Sesampainya di rumah, seorang dokter sudah menunggu mereka untuk memeriksa Ahngyeol. Menanyakan gejala, dan hal lain terkait apa yang Gyeol rasakan.
"Saya dengar, kau sudah lama tidak meminum kopi ataupun minuman manis lainnya," ucap sang dokter setelah selesai memeriksa Ahngyeol.
"Benar dokter, tapi tadi saya minum kopi, mungkinkah kopinya beracun dok?"
Jawaban Ahngyeol sontak membuat Nosuke tersentil. "Kau ini! Sudah aku bilang aku tidak meracuni kopimu."
Ahngyeol terkekeh menyadari godaan uslinya berhasil memancing temannya.
"Jinsoo hyung, lihatlah tingkah anak ini. Menyebalkan sekali!" Nosuke mengadu pada Jinsoo.
"Apakah anda masih menyukai makanan manis?" tanya dokter itu kemudian, pada Ahngyeol.
"Tidak, saya tidak suka sesuatu yang manis."
Sang dokter mengangguk mengerti. Ia segera memberikan obat untuk pasiennya itu.
"Karena sudah lama hanya mengkonsumsi air putih untuk minum, kemungkinan tubuhmu sudah tidak terbiasa dengan kopi yang barusan anda minum. Lebih tepatnya, kandungan di dalamnya. Tubuh dan organ kita bisa menjadi lebih sensitif jika mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak atau sudah lama tidak masuk ke tubuh. Maka dari itu, tubuh anda merasakan efek sampingnya,"
"Jadi bukan karena racun kan, dok?" tanya Nosuke menyela.
"Tentu saja bukan," Jawab dokter itu sambil tersenyum.
"Nah!" Nosuke berseru penuh kemenangan.
Ahngyeol mengakhiri wisata masa lalunya dengan tersenyum, membayangkan ekspresi di wajah Nosuke saat itu. Kebetulan ia juga sudah selesai mandi. Ia ambil handuk dan piyama untuk mengeringkan badannya.
"Jadi kangen, kapan Nosuke datang ke sini lagi, ya?" ucap pemuda itu sambil mengusap-usap rambutnya dengan handuk. "Nanti akan aku hubungi," tekadnya kemudian.
Setelah selesai, Ahngyeol langsung merogoh ponsel yang berada di dalam tas sekolahnya, dan menghubungi Nosuke lewat panggilan video. Namun tidak seperti biasanya, Nosuke tidak langsung mengangkat panggilan dari Gyeol.
"Kenapa tidak diangkat?" ucap Gyeol setelah mencoba dua kali pengulangan panggilan, namun tidak ada jawaban. Pemuda itu pun merebah di kasurnya, dan mengusap tombol merah di layar.
"Nina ...." Gyeol kemudian membuka halaman pesan di kontak Nina, dan mulai mengetik sesuatu.
'Nina,'
Tak berapa lama, tanda centang dua yang awalnya berwarna abu-abu, berubah menjadi berwarna hijau. Gyeol senang karena rupanya Nina tidak langsung memblokir nomornya.
Ahngyeol mengetik lagi. 'Maaf jika kau merasa tidak nyaman atas pengakuanku barusan.'
Tak lama, muncul balasan dari gadis itu. 'Kau sudah pulang?'
Melihat gaya tulisannya, Gyeol menjadi senang dan berjingkrak-jingkrak di kasurnya. Ia berpikir bahwa Nina masih peduli padanya.
'Kau seharusnya minta maaf secara langsung,' balas Nina. 'Kenapa malah pulang duluan?'
Senyum lebar Gyeol langsung memudar. 'Maaf. :3'
Kemudian, ia mengetik lagi. 'Tapi sungguh, aku cinta padamu, Nina.'
Setelah beberapa menit menunggu balasan namun tak kunjung datang, Gyeol mengirim pesan lagi. 'Tapi aku tidak akan memaksamu. kau pasti butuh waktu, kan?'
Tak lama, Nina mengirim pesan suara. Dengan semangat, Gyeol menaikkan volume suara ponselnya hingga titik maksimal. Pemuda itu menempelkan ponselnya ke telinga, dan menyentuh fitur putar di layar.
Sesaat kemudian, suara Nina terdengar.
"Kau memang ganjil. Berpikirlah pakai otak, sialan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top