Kepingan Ketigabelas
"Kenapa mereka tidak percaya bahwa aku tidak takut pada Jinu ataupun kak Suho?" Ahngyeol menyandarkan kepalanya ke meja.
"..."
"Kau juga tidak percaya hal ini, Dohyuk?"
"Tidak ... bukan begitu."
"Jangan berbohong. Kau pikir aku anak bodoh yang mudah dibohongi?"
Dohyuk menjawab pelan sambil memalingkan wajah. "Tampangmu membuatku berpikir seperti itu."
"Apa kau bilang?"
"Bukan apa-apa."
"Dohyuk ... apakah kau tahu apa alasan mereka menganggapku begitu?"
"Aku tidak bilang apa-apa, kok."
"Maksudku adalah, kenapa mereka menganggapku penakut?"
Dohyuk tampak terdiam sejenak. "Karena kau lemah, mungkin?" ucapnya kemudian.
"Aku tidak lemah!" sangkal Ahngyeol.
"Baju baru dan kaca mata baru yang kau pakai menunjukkan yang sebaliknya. Kau pikir kenapa kau harus mengganti benda-benda itu?" Dohyuk melanjutkan, "Karena kau habis dihajar oleh kak Suho dan teman-temannya."
"Benar juga ... ya." Ahngyeol manggut-manggut. "Jadi, apakah aku perlu masuk klub Taekwondo?"
"Dan bertemu mereka?" sahut Dohyuk.
"Tidak, tidak jadi. Aku tidak suka menimbulkan masalah."
"Nah ...." Dohyuk mengiyakan. Kemudian, ia berbisik pada sahabatnya itu. "Kau mau kuberi tahu sesuatu yang berguna?"
"Apa, itu?" tanya Gyeol antusias.
"Ini cukup rahasia. Jadi, lebih baik kita ke tempat yang lebih aman."
Akhirnya, Dohyuk menggiring Ahngyeol hingga sampai ke tempat rahasia yang dimaksud, ruangan kesehatan lama.
"Wah ... seseorang pasti membersihkan tempat ini. Debunya hilang, dan nuansanya lebih rapi," ucap Gyeol sambil memandangi sekeliling ruangan.
"Baiklah, fokus!" Dohyuk menepuk tangan. Ia kemudian mengambil papan tulis absensi yang tergantung di samping pintu, dan menulis sesuatu.
"Ada sekitar 60 titik vital pada manusia. Diantaranya adalah bagian hidung, ulu hati, kemaluan, dan rahang." Dohyuk menggambar anatomi manusia dengan kemampuan seadanya dan melingkari bagian-bagian yang disebut.
Gyeol manggut-manggut memandangi papan tulis yang Dohyuk pegang. Ia kini mengerti bahwa Dohyuk ingin mengajarinya ilmu beladiri. Pemuda itu pun memerhatikan penjelasan temannya dengan antusias.
"Kalau kau ingin mencari yang paling ampuh, itu adalah bagian rahang karena terhubung dengan otak. Sekali kena pukul, target bisa langsung pingsan," tukas Dohyuk.
"Lalu kenapa tidak kau saja, yang mempraktikkannya?" ucap Gyeol, mengutarakan pertanyaan yang muncul tiba-tiba.
"Posturmu cukup menguntungkan, karena kau tinggi. Berbeda denganku. Lihatlah diriku yang lemah, ini." Dohyuk menjawab tanpa ragu.
"Oooh."
"Akan aku lanjutkan," ucap Dohyuk. "Kalau tidak pintar dalam memukul, setidaknya kau harus pintar dalam menghindari pukulan."
"Jika ototmu tidak bisa kau perkuat, setidaknya perkuatlah pandanganmu," lanjutnya lagi.
"Maksudmu dengan memperkuat pandangan? Aku, kan, minus," tanya Ahngyeol kebingungan.
Bukan begitu maksudku ...." Dohyuk meletakkan papan tulis, dan mengambil penghapus kayunya. "Coba kau lihat kemari." Dohyuk tiba-tiba melemparkan benda itu ke arah wajah Gyeol. Sontak, Gyeol menutup mata, takut.
Setelah beberapa saat, ia tidak merasakan hantaman benda itu. Rupanya, Dohyuk masih menggenggamnya. Ahngyeol menghela nafas lega.
"Lihat, kan?" Dohyuk tersenyum atas kesuksesan eksperimennya. "Bayangkan saja ini adalah kepalan tangan kak Suho. Kau menutup matamu karena kau takut, kan?"
Ahngyeol menggeleng. "Tidak."
"Kau takut."
"Kubilang, tidak," keukeuhnya.
Dohyuk menjambak rambutnya sendiri. Ia menyerah berdebat dengan Ahngyeol. "Hah… sudahlah. Bukan itu poin pentingnya."
Ia pun melanjutkan penjelasannya. "Ketika kau menutup mata, banyak momen yang kau lewatkan, termasuk momen untuk menghindari pukulan."
"Coba kita ulangi. Aku akan pelan-pelan." Dohyuk melemparkan penghapus lagi, namun kini, dengan gerakan yang lebih lambat.
Kali ini, Ahngyeol tidak menutup matanya. Ia dengan mudah, menghindar dan menangkap benda iti dengan tangan kanannya
"Nah! Kali ini, kau bisa menghindarinya, bukan?" seru Dohyuk bersemangat.
"Tapi ini, kan, kau perlambat."
"Karena kau belum ahli, makanya kau belum gesit jika aku gunakan kecepatan normal," terang Dohyuk.
"Oh ya?" Ahngyeol bergumam ragu.
"Kau, harus melatih kekuatan pandanganmu, dan juga kelincahan tubuh mu."
"Dari mana kau tahu tentang hal semacam ini?" Ahngyeol mengutarakan pertanyaan spontannya, lagi.
"Dari KBEsseu Drama Special. Dari film lain, juga. Memangnya kau tidak pernah menonton tv? Sekarang sedang trend drama-drama tentang beladiri," jawab Dohyuk panjang lebar.
Gyeol menggeleng. "Aku jarang menonton drama."
"Serius? Lalu bagaimana kau menghibur diri?"
"Aku menonton anime."
"A~ni~me?"
Ahngyeol mengangguk.
"Wooooow! Apa yang biasa kau tonton? Aku juga sering menonton anime!" Dohyuk menggebu-gebu.
"Kau tidak terlihat seperti seorang wibu," sahut Gyeol.
"Aku menjaga sikap agar tidak mengundang iguana karena aroma yang terlalu mencolok."
"Kau ini bicara apa?"
"Maksudku … ah, sudahlah. Lupakan."
"Kenapa? Bicaralah."
"Tidak mau." Dohyuk menggeleng, lalu menatap ke arah Ahngyeol. "Kau sendiri … kenapa tidak terlihat seperti wibu?"
"Benarkah?" Gyeol membenarkan posisi kacamatanya. "Mendokuse!"
"HOOOOOOOOOO!" Dohyuk berseru histeris. "Itu dia! Itu baru wibu!"
"Omae wa mo shindeiru!" seru Dohyuk, mengekspresikan salah satu dialog yang terkenal dari salah satu anime.
Plak!
Dohyuk mengusap kepalanya yang baru saja terkena tepukan telapak tangan Gyeol.
"Urussai na, omaewa!" Kemudian, Gyeol mulai mengatakan kata kata perkenalan menggunakan bahasa jepang yang fasih.
"K-kau …." Dohyuk mengarahkan jari telunjuknya ke arah Gyeol. "Tunjukkan identitas aslimu. Kau pasti mata-mata jepang yang sedang menyamar!"
"Tch!" Kilatan cahaya memantul dari lensa kacamata Ahngyeol. Tangan pemuda itu membentuk isyarat seperti pistol, dan menembakkanya ke arah dada temannya. "Bang!"
"Uaahgk!" Dohyuk tersungkur, memegangi dada seakan sebuah peluru baru saja menembus tubuhnya.
Ahngyeol menyeringai ala penjahat. "Baa~ka."
"Baik, yang kita lakukan cukup memalukan." Dohyuk langsung menghentikan overactingnya, dan berdiri seolah tidak terjadi apa-apa. "Beruntung tidak ada sis—"
"Pff … hhhh …."
Dua pemuda itu tertegun menyadari ada seseorang yang—
"Hihihihi."
—dua orang yang menyaksikan perilaku bodoh mereka. Dohyuk dan Ahngyeol langsung mengintip ke arah sumber suara, yaitu di balik pintu masuk. Daun pintu tersebut tampak sedikit bergetar, mengikuti ritme tawa yang terdengar. Bahkan pintu itu juga bersuara seakan ikut menertawakan mereka berdua.
Di luar ruangan, Nina dan Jinu menutup masih berusaha menahan agar tawa mereka tidak semakin keras. Sesaat kemudian, pintu terbuka ke arah luar, hingga kepala Nina terantuk sedikit.
"Hey!" Seruan Jinu menyambut wajah Gyeol dan Dohyuk yang menyembul dari dalam ruangan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top