Kepingan Ketiga
Jinu memperhatikan Ahngyeol dengan seksama. Ia sudah pasti lebih tinggi dari Jinu. Gestur badan Ahngyeol tegap memberi kesan bahwa anak ini kuat. Ia memakai kacamata, dan ekspresi wajahnya saat memandang Nina sulit dijelaskan. Dengan berani anak ini mendekati kekasih Jinu, memotong momen dua sejoli itu. Dia sengaja menantang atau hanya berniat berkenalan? Harus dipukul, atau dibiarkan saja?
Jinu pun berdiri dan merangkul bahu Nina.
“Hai Ahngyeol. Namaku Hwang Jinu, dan ini Nina, pacarku.” Ucapnya lugas, sambil meraih tangan Ahngyeol dan menyalaminya. “Kuharap kita bisa menjadi teman baik,” tambahnya menekankan.
“Ah, tentu saja.” Ahngyeol menjawab sambil tersenyum ke arah Jinu. “Aku agak kecewa, sepertinya kau melupakan orang yang pernah menolongmu, Nina.” ucapnya kemudian sambil memandang Nina.
“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Nina yang sedari tadi hanya diam mendengarkan pun angkat bicara.
“Saat kau diganggu oleh seseorang yang kau panggil seonbae… didekat supermarket…”
“Ah!” Nina pun mengingat kembali kejadian seminggu yang lalu.
“Kau mengenalnya sebelum ini?” Tanya Jinu serius.
“Dia adalah orang yang aku ceritakan waktu itu .…” bisik Nina pada Jinu.
“Maaf aku tidak langsung mengenalimu. Tapi bagaimana kau tahu namaku?”
"Dohyuk." Ahngyeol menunjuk remaja yang tampak terkejut karena merasa langsung diperhatikan oleh Jinu dan Nina.
“Kebetulan sekali kita sekelas, dan aku ingat bahwa waktu itu kita belum berkenalan. Aku senang bisa bertemu lagi dengan seseorang yang sebelumnya pernah ku temui secara tiba-tiba. Tapi tampaknya kau tidak ingat padaku, jadi aku menyapa duluan,” papar Ahngyeol melanjutkan.
“Karena penampilanmu sangat berbeda. Saat itu kau tidak memakai kacamata, dan seragam ini,” sahut Nina santai.
“Begitukah?" sahut Jinu tiba-tiba. Ia pun mendekati Ahngyeol, dan menepuk pundak remaja itu. “Aku berterimakasih karena kau sudah menolong kekasihku, aku rasa kita benar-benar akan menjadi teman baik,” tambahnya sambil tersenyum ke arah Ahngyeol.
Ahngyeol pun mengangguk. “Aku senang mendengarnya.”
Beberapa menit kemudian, kelas di mulai. Seorang guru wanita pun memasuki ruang kelas 1-3. Setelah menulis namanya di papan tulis, ia pun memperkenalkan diri.
“Aku adalah wali kelas kalian mulai hari ini. Cepatlah beradaptasi dan jangan ada yang membuat masalah~”
Semua siswa di kelas tersebut pun menjawab dengan kompak.
“Ne,”
“Bagus, jadi bagaimana kalau kita mulai absensi dulu.”
Wanita muda itu pun memanggil satu-persatu nama siswa sesuai daftar dan urutan yang ada di bukunya. Setelah memastikan tidak ada nama terlewat, ia pun membuka lembaran selanjutnya.
“Ahngyeol dan Hwang Jinu, silakan meju ke depan.”
Ahngyeol segera melirik ke arah Jinu yang tampaknya juga terkejut mendengar namanya dipanggil. Dengan ragu-ragu Ahngyeol pun melangkah ke depan kelas, menyusul Jinu yang sudah terlebih dahulu sampai dan berdiri disana.
“Hwang Jinu, adalah pemenang kompetisi Taekwondo tingkat SMP.”
“Waaah…!” Teriak beberapa siswa. Terdengar pula beberapa suara tepuk tangan ragu. Ahngyeol sendiri membuka mulutnya. Ia tidak menyangka bahwa kemampuan taekwondo remaja disampingnya ini bukan main-main.
“Ahngyeol…” ucap Guru Hwang, melanjutkan. “Ia mendapatkan medali perak untuk olimpiade matematika yang diadakan di Singapura.”
“OHOOO DAEBAK!” kelas pun kembali riuh dengan suara dan gumaman para siswa yang kagum dengan pencapaian siswa di depan mereka. Ahngyeol hanya bisa mengusap-usap wajahnya yang mulai memerah karena tersipu.
“Aku membawa kalian ke depan kelas bukan untuk memberikan sanjungan pada kalian, jadi jangan terlalu membanggakan diri.” Guru Hwang mencoba menekan dua siswa nya agar tetap menapak bumi.
“Aku harap, kalian bisa memotivasi teman sekelas kalian, dan membuat kelas 1-3 terkenal dengan prestasinya. Kalian bisa kembali ke tempat duduk kalian masing-masing,” ucap ibu guru Hwang lagi, merujuk kepada dua siswa yang berdiri disampingnya.
Setelah Jinu dan Ahngyeol kembali duduk, kelas 1-3 melakukan pemilihan pengurus kelas, dan hal-hal lainnya seperti tugas piket, dan penjelasan tentang agenda-agenda umum yang biasa dilakukan di SMA tersebut.
Hari yang menyenangkan berlalu begitu cepat. Mempelajari dan mengenal hal baru memang menarik bagi kebanyakan orang. Setelah bel pulang sekolah berbunyi, seluruh siswa segera berhamburan keluar dari gedung 4 lantai tersebut. Di depan gerbang sekolah, Jungsoo sudah menunggu Ahngyeol.
“Hyung!” Suara Ahngyeol memanggil dari arah gerbang sekolah. Remaja itu pun segera berlari ke arah mobil. “Ayo kita segera pulang, dan bermain game.”
Sesampainya di rumah, Ahngyeol segera berganti pakaian dan mengambil peralatan game dari dalam kamarnya untuk dimainkan di ruang tengah bersama Jungsoo. Ahngyeol memencet joystick di tangannya penuh semangat. Tampaknya ia fokus ke layar di depannya hingga tak menyadari bahwa Jungsoo mengamati ekspresi anehnya sedari tadi.
GAME OVER
Setelah muncul tulisan tersebut, Ahngyeol pun melemparkan Joysticknya ke udara, sambil tertawa puas.
“Yaaaaaaay gahahahhaha!” Ia pun berdiri dan berjoget ria. Jungsoo pun memandangi Ahngyeol dengan terheran-heran.
“Tuan, aku menang. Kau kalah.”
“Benar,” Sahut Ahngyeol sambil masih menari.
“Ekspresimu membuatku khawatir,” ucap Jungsoo pada Ahngyeol.
“Ada apa dengan ekspresiku??” tanya Ahngyeol tak paham.
“Sejak tadi tuan tersenyum aneh, bahkan saat kalah di game kau justru meloncat kegirangan, dan sekarang pun masih saja tersenyum. Tuan muda bukan psikopat, kan?”
Ahngyeol pun segera memperbaiki ekspresi wajahnya.
“Aku hanya senang karena hari ini terjadi banyak hal baik,,” jawabnya kemudian. “Kenapa kau berbicara semacam itu pada orang yang selalu kau sebut Tuan Muda? Apa? Psikopat?”
Jungsoo pun menjadi serba salah. Ia merasa sudah lancang pada tuan nya. “Itu … maafkan atas kelancangan saya. Karena anda begitu 'lepas' pada saya, saya menjadi melampaui batas.”
“Hahahah … aku hanya bercanda," sahut Ahngyeol sambil tertawa.
"Aku tahu kau selalu menahan diri untuk tetap memanggilku 'tuan'. Aku juga tidak suka dipanggil seperti itu. Bagaimana kalau kau berbicara padaku seperti seorang kakak pada adiknya. Umur kita tidak beda jauh.” Ahngyeol duduk dan merangkul Jungsoo.
“Saya, tidak bisa melakukannya tuan, anda adalah anak dari bos saya.”
“Maka dari itu… Hyung bisa memanggilku Gyeol saja, toh aku bukan bos mu,” bujuk Ahngyeol tak menyerah.
Jungsoo pun terdiam sebentar. Ia tidak mengerti. Sejak pertama ia mulai bekerja sebagai supir pribadinya, Ahngyeol selalu menggelayuti Jungsoo. Remaja itu bersikap manja, dan kekanakan di hadapan Jungsoo. Yang menjadi masalah bagi Jungsoo adalah bagaimana cara bicara dan cara Ahngyeol memanggilnya. Direktur Ahn, -ayah Ahngyeol bisa salah paham menganggap Jungsoo memanfaatkan dan mendekati anaknya untuk keuntungan pribadinya.
“Tuan muda … sebenarnya apa tujuan anda melakukan ini?”
“Melakukan apa?”
“Tidak. Lupakan saja.”
Ahngyeol pun mengangguk mengerti. Ia tidak ingin memaksa Jungsoo mengatakan apa yang ingin dikatakan, bila Jungsoo belum siap.
“Ah, aku mau istirahat.” Ucap Ahngyeol setelah membereskan Game nya. Ia pun masuk ke kamarnya, dan langsung berbaring di kasur. Jungsoo juga segera pulang setelah selesai menemani Ahngyeol bermain.
1037 kata
bougenvilleap_bekasi
_queennzaaa
Lyviajkm
Silvaqueen__
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top