Kepingan Kesembilanbelas
Plak!
Ini sudah jam pelajaran terakhir, sebelum pulang sekolah. Siswa siswa di ruangan itu menghentikan aktifitas mereka, seketika. Beruntung belum ada guru yang masuk.
Mulut semua yang menyaksikan kejadian itu, menganga. Terlebih lagi, Dohyuk. Ia sangat terkejut ketika Nina menampar pipi Heesun. Sementara Jinu, -kekasih Nina, hanya memalingkan wajah dan diam membisu.
"Nina … apa yang kau lakukan? Kenapa kau menampar Heesun?" Ucapan Dohyuk yang lirih sudah cukup bisa didengar oleh orang lain di ruang kelas 1.3 yang mendadak sunyi, itu.
Heesun memegangi pipinya. Matanya mulai merah dan berair. "Nina, kenapa—"
"Kau tanya kenapa? Tidak perlu berpura-pura lagi. Kau pasti sudah tahu alasanku, kan?"
Siswa lain mulai berbisik satu sama lain. "Apa-apaan sih, dia."
"Bisa-bisanya Jinu tidak melakukan apa-apa."
"Bla … bla … bla."
"Heesun, kau tidak apa-apa?" Dohyuk memperhatikan wajah Heesun. Gadis di depannya pun mulai menunduk. Rambut menutupi sebagian wajahnya.
Tak lama, terdengar suara Heesun sesenggukan. "Maafkan aku, Nina. Aku bersalah," ucapnya sambil berlutut. Nina hanya terdiam di kursinya. Tampaknya, gadis itu cukup marah.
Melihat lawan bicara Heesun tidak bergeming, Ahngyeol membantu Heesun untuk kembali berdiri. "Sebenarnya ada apa, ini?"
Heesun menoleh ke arah pemuda jangkung itu. "Ahngyeol … maaf. Maaf karena aku harus mengatakan ini."
Jinu pun menoleh, begitupun Nina. Tampaknya mereka begitu tertarik untuk mengetahui apa yang ingin Heesun ucapkan.
"Hah?" sahut Ahngyeol kebingungan. Ia baru tahu bahwa ia juga terlibat dalam konflik ini.
"Teman-teman yang lain sudah tahu. Mereka juga memaksaku untuk mengatakan yang sebenarnya, padamu." Heesun menjelaskan. "Ini demi dirimu sendiri. Maaf …."
"Heesun, aku tidak mengerti apa maksudmu." Dohyuk ikut bertanya-tanya.
"Ini tentang Nina dan Jinu." Setelah mengucapkan itu ia memandang kedua pemilik nama yang ia sebutkan, dan menghindari mereka.
"Ahngyeol, kau hanya dimanfaatkan oleh mereka. Mungkin kau tidak sadar, ta—"
"Apa kau bilang?" Amarah Nina kembali meledak. Kini, ia hampir melayangkan tamparannya lagi, jika Jinu tidak berdiri dan mencegahnya.
Jinu angkat suara. "Heesun. aku mengerti bahwa kau mungkin membenciku atas apa yang sebelumnya pernah terjadi. Tentang Yi An—"
"Aku tidak membenci kalian." Heesun menyahut, cepat. "Aku berbicara begini bukan karena aku benci kalian. Aku hanya tidak ingin hal yang terjadi pada Yi An akan kembali terulang, pada Ahngyeol."
Siswa lain mengangguk-angguk.
"Apa maksudmu, Heesun. Aku tidak merasa begitu. Kami bersahabat. Kau, aku, Nina, Jinu, dan Dohyuk. Kita semua adalah teman, kan?" sahut Ahngyeol.
Heesun mengusap air mata di pipinya. "Itulah kenapa aku tidak memberitahumu dari awal, Gyeol. Pemikiranmu terlalu polos. Kami semua tahu, itu."
Seisi kelas mengiyakan ucapan Heesun.
"Yi An dulu, juga begitu. Dan kau tahu bagaimana nasibnya sekarang?" Tangisan Heesun pecah. Ia meringkuk di lantai. Dohyuk pun, berusaha menenangkannya.
"Kejam sekali."
"Tidak adil!"
Suara-suara mulai bermunculan. Hampir semuanya mengutuki Nina dan Jinu.
"Kami tidak begitu!" Nina berteriak, tapi tidak ada yang mengindahkan. Gyeol sendiri kebingungan dengan situasi saat ini.
"Ayo pergi dari sini, Nina." Jinu menarik Nina keluar, diikuti suara sorakan dari siswa-siswa lain.
"Booooooo!"
"Teman-teman, hubunganku dan Jinu tidak seperti yang kalian pikirkan." Ahngyeol buka suara, setelah berhasil mencerna apa yang terjadi.
"Lalu, bagaimana dengan kejadian waktu itu? Ketika kau kembali dalam keadaan compang camping dan kacamata pecah."
"Itu, justru Jinu yang menolongku dari perundungan!"
"Lalu bagaimana dengan saat di kantin? Kau kembali juga dalam keadaan lusuh. Seragammu sobek."
"Itu hanya pertengkaran biasa, dan Jinu tidak bermaksud untuk melukaiku." Gyeol menjelaskan.
"Sudah kuduga. Mereka memang merundungnya." Siswa lain berceletuk, yang lain mengiyakan.
"Lihat saja bagaimana tadi Nina menampar pipi Heesun."
"Sudah aku bilang, tidak!" Ahngyeol memutuskan untuk segera keluar dan menyusul Nina dan Jinu.
Ketika di luar, dua remaja yang Gyeol cari sudah tidak terlihat. Gyeol memutuskan untuk mencari ke tempat yang paling memungkinkan, yaitu markas mereka. Benar saja, rupanya Nina dan Jinu berada di tempat itu.
"Boleh aku masuk?" sapa Gyeol.
Jinu menyahut, "tidak."
"Oh." Gyeol tidak mengindahkan jawaban Jinu, dan langsung masuk dan duduk di kursi pijat.
"Aku tadi bilang, tidak." Jinu memperjelas.
Ahngyeol hanya angkat bahu. Ia menekan tombol dan menikmati pijatan di punggung dan kakinya.
"Mereka pasti tidak tahu fakta bahwa kalian tidak pernah menggunakan kursi mahal ini."
Jinu mendengus. "Apa kau juga berpikiran seperti mereka?"
"Menurut kalian?"
"Kalau dipikir-pikir, kami memang keras padamu."
"Hei … hei. Jadi, kalian mengakui bahwa kalian telah merundungku?" potong Ahngyeol.
Nina dan Jinu terdiam.
"Bagiku, mencari jawaban atas pertanyaan itu cukup sederhana."
"Apa?" Nina bertanya.
"Kita bertiga cukup menjawab pertanyaan ini," sahut Gyeol. "Apakah kalian menganggapku sebagai teman? Dan apakah aku merasa diperlakukan sebagai teman oleh kalian?"
"Selama ini, aku merasa diperlakukan sebagai teman oleh kalian. Itu adalah jawabanku," ucap Gyeol lagi. "Bagaimana dengan jawaban kalian?"
"Tentu saja kau teman kami." Nina menyahut.
Ahngyeol tersenyum. "Sebenarnya aku ingin lebih, tapi ini sudah cukup."
"Kau cari mati?" sahut Jinu.
"Nah, ini." Gyeol mengingatkan.
"Maaf."
Ahngyeol pun tertawa. "Aku hanya bercanda."
"Sialan, kau."
"Kalau begitu, bagaimana kalau sepulang sekolah, kita jalan-jalan? Aku yang traktir."
Akhirnya, mereka berjalan-jalan ke taman hiburan. Meski Ahngyeol yang merencanakan perjalanan ini, rupanya pasangan kekasih itu tetap asik sendiri. Ahngyeol seakan hanya sebuah angin lalu. Meski begitu, ia lega karena sepertinya suasana hati mereka sudah membaik. Kini mereka tengah duduk di kursi wahana roller coaster.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" Gyeol memandangi sepasang remaja yang duduk di depannya. "Mereka bermesraan di depan mataku."
Jinu menoleh. "Hei! Kau pikir aku akan membiarkanmu duduk di samping kekasihku?"
"Ne.. ne... " ratap Gyeol.
"Maka dari itu kau harus segera mencari kekasih." Gadis di depannya bersuara.
"Aku menginginkanmu, bagaimana?"
"Hei! Ish ...." ucap pasangannya sambil berbalik dan menempeleng kepala Gyeol. "Jangan lakukan itu! Langkahi dulu mayatku."
"Kau juga," jawab Gyeol santai. "Jangan memukulku, kalau kau ingin rumor bulying tentang pasangan Jinu - Nina berhenti. Kau tidak tahu betapa keras aku menjelaskan, semua orang tidak mempercayaiku." Panjang lebar Gyeol menjelaskan.
Tak lama kemudian, wahana roller coaster mulai bergerak. Makin lama makin cepat, membuat para penumpang menjerit histeris. Tak terkecuali tiga remaja, itu. Mereka sangat menikmati liukan demi liukan trail yang mereka lewati.
Setelah selesai, mereka menjelajahi tempat itu. Berfoto bersama, dan membeli souvenir bersama. Awalnya mereka menolak, namu, Ahngyeol memaksa.
"Mau kemana lagi?" tanya Ahngyeol.
"Disco Pang-pang!" seru Nina penuh semangat.
"Woh! Aku tahu wahana itu sedang tren di internet." Dalam hati, Ahngyeol bertekad untuk menjadikan momen itu untuk membuat Nina terkesan oleh keseimbangannya di wahana itu.
"Kalau begitu, ayo!" Ahngyeol dengan penuh antusias bergerak ke arah tujuannya.
1041 kata
bougenvilleap_bekasi
_queennzaaa
Lyviajkm
Silvaqueen__
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top