Kepingan Keenambelas

Ahngyeol berjalan pelan menyusuri trotoar menuju rumahnya. Ia larut dalam pikirannya sendiri, hingga tak menghiraukan ramainya aktivitas di sekitar. Beberapa kali ia menabrak atau tertabrak oleh pejalan lain. Ia masih merasa tidak nyaman dengan pertengkarannya dengan Jinu siang tadi. Bahkan Nina langsung menjauhinya sejak kejadian di kantin.

Ia mulai sedikit menyesal karena itu. “Tidak! Aku tidak menyesal.” Ahngyeol menggeleng cepat. “Kalau ditunda maka tidak akan baik untuk hatiku sendiri.” gumamnya membela diri. Namun itu tak bertahan lama. Beberapa detik kemudian, ia kembali lesu.

 “Agh! Entahlah…” 

Ucapnya sambil mengacak rambut. 

.

.

.

Bruk!

Tiba-tiba dari arah samping, seseorang menabrak Ahngyeol dengan keras. Ahngyeol yang langsung terkejut pun tidak mampu mengendalikan keseimbangan, hinggak keduanya pun terjatuh

“Agh PANAS!!” Ahngyeol dapat merasakan cairan mendidih mengenai tangan dan seragamnya. Sontak ia pun mengibaskan tangannya ke udara. 

Semuanya terjadi begitu cepat. Namun Ahngyeol tahu, bahwa tangannya seperti mengenai sesuatu dengan keras. 

“Akh!! HEIIII!”

Ahngyeol melihat sekeliling. Disampingnya kini ada seorang gadis yang masih memakai seragam sekolah, tengah memegangi pipi kanannya. Ia tampak meringis kesakitan. Sementara, disekelilingnya beberapa pejalan kaki mulai berkerumun. Dua orang remaja dengan seragam yang sama pun segera membantu gadis itu berdiri. 

“Kau baik-baik saja Sekyung?” ucap Gadis yang berambut kepang.

 Ahngyeol memicingkan matanya, mencoba mencari informasi tentang tiga orang remaja berseragam tersebut. Kim Hera, Ahn Sekyung, dan.. Shin Miyeon. 

“Aku tidak baik,” sahut Sekyung, gadis yang barusan menabrak Ahngyeol. Ia pun mendekati Ahngyeol. “Hei, Kenapa kau menamparku??”

Ahngyeol pun mulai merasa kesal. Gadis itu yang membuat kekacauan ini. “Kau yang menabrakku!”

Gadis itu menyeringai. “Waah …  jadi karena aku menabrakmu, kau boleh menamparku begitu saja? Ini namanya kau melakukan kekerasan fisik kau tahu? Kau bisa ku tuntut karena ini.”

“Aku tidak bilang kalau aku sengaja melakukannya,” Ahngyeol pun menunjuk Cup kopi kosong yang masih digenggam gadis itu. “Kau menumpahkan kopi panas ke tanganku!”

“Aishh!” Gadis itu pun berbalik untuk meninggalkan kerumunan itu. “Hei… kau tidak mau meminta maaf?”

Sekyung pun menghentikan langkahnya. “Kalau begitu… kau juga harus meminta maaf karena sudah menampar wajahku yang cantik ini!”

“Apa kau bilang? Itu sudah jelas karena kelalaianmu sendiri, kenapa memintaku meminta maaf?” sahut Gyeol, tak mengerti.

“Kalau begitu, kau terjatuh dan terkena kopi panas bukan kesalahanku, itu karena kau sendiri yang lalai! Seharusnya kau menghindariku,” ketus Sekyung.

“Waah … memang benar kalau ada yang mengatakan bahwa wanita itu harus selalu benar!” Ahngyeol mendengus kesal. 

“Hei, kenapa kau membawa-bawa nama perempuan?” ucap seorang penonton wanita. Hal itu pun membantu Sekyung untuk memojokkan Ahngyeol. 

“Benar sekali... dia tahu bahwa perempuan seringkali menjadi korban kekerasan, sekarang dia ingin lolos dari kesalahannya, padahal barusan dia menamparku…" ucap Sekyung memprofokasi. 

Penonton lain pun saling bergumam dan mengangguk setuju, sementara Hera dan Miyeon hanya bisa melongo menonton perdebatan sengit itu. 

“Permisi… kenapa malah menyalahkanku?” ucap Ahngyeol tak mengerti.

Tiba-tiba, seseorang menginterupsi.

“Mohon maaf sebelumnya.” Rupanya itu adalah Jinsoo. Ia pun menghampiri Sekyung. “Nona, saya memohon maaf atas nama adik saya, ini ada beberapa uang untuk berobat dan membeli kopi baru sebagai ganti rugi,” ucapnya sopan sambil menyodorkan beberapa lembar uang. 

Sekyung pun menggeleng dengan cepat. Ia menepis lembaran uang yang disodorkan oleh pria itu. 

“Aku tidak butuh uang itu. Aku hanya menginginkan permintaan maaf secara langsung darinya,” ucap Sekyung mantap sambil menunjuk ke arah Ahngyeol. 

“AKU?? Sudah ku bilang aku tidak sa—” 

Ucapan Ahngyeol segera terpotong karena pria itu menekan kepalanya hingga membuat tubuhnya membungkuk. Setelah beberapa detik bungkam, akhirnya dengan terpaksa dan berat hati, Ahngyeol pun membuka mulutnya.

“Maaf, aku bersalah .…”

“Kalau begitu, kami pamit.” Jinsoo pun segera merangkul Ahngyeol, meninggalkan kerumunan orang tadi, yang kini mulai berpencar, melanjutkan aktivitas masing-masing.

Kedua pemuda itu berjalan menuju sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan, di dekat lokasi mereka berselisih sebelumnya. 

"Tidak adil," keluh Gyeol pasrah.

Sekyung merapikan kembali pakaiannya, dan membuang Cup kopi yang ia tumpahkan tadi. "Dasar."

“Setelah dipikir-pikir sebenarnya kau yang salah, Sekyung,” ucap Miyeon berusaha jujur. 

“Hei … kau ini sahabatku, kenapa membelanya?”

“Sudahlah, tidak perlu bertengkar karena masalah sepele ini,” Hera menengahi. Mereka pun mulai berjalan beberapa langkah, sebelum Miyeon merasa menginjak sesuatu. “Ini…”

“Wae Miyeon?”

“HUH! Lengket! Aku benci kopi!” umpat Ahngyeol sambil mengelap tangan dan seragamnya dengan sapu tangan. 

Sesekali ia mengendus bau kopi di seragamnya dengan ekspresi aneh. Kini ia tengah duduk di kursi penumpang, sedangkan pria yang 'menolongnya' menyetir di depan.

“Kalau kau bicara seperti itu, kau akan menyakiti hati banyak orang yang mendengarnya. Kau harus tahu bahwa kopi sangat populer dan disukai,” sahut Jinsoo. 

“Setidaknya harus ada seseorang yang membencinya, -dan itu aku. Lagipula apakah kau juga tetap menyukai saat kopi itu tumpah di kemejamu?" ucap Ahngyeol membela diri.

"Tapi ngomong-ngomong, bagaimana kau menemukanku tadi?”

“Saya hanya kebetulan lewat, dan tertarik oleh kerumunan orang yang sepertinya sedang menonton pertengkaran sepasang kekasih yang kekanakan, dan rupanya itu kau," goda Jinsoo.

“Agh, jangan membuatku kesal lagi,” ucap Ahngyeol cemberut. Jungsoo pun tertawa kecil melihat reaksi tuan muda nya.

“Hyung, apa mungkin aku terkena karma?”

“Memangnya kesalahan apa yang kau perbuat?”

“Itu… Sebenarnya menurutku itu bukan sebuah kesalahan, tapi kesialanku hari ini terjadi setelah aku melakukannya,” jawab Ahngyeol ragu-ragu.

“Apa itu?”

“Aku menyatakan perasaanku pada kekasih sahabatku.” Setelah mengucapkan begitu, tiba-tiba Ahngyeol merasa bahwa itu adalah sebuah kesalahan. Menyatakan cinta pada seseorang yang sudah memiliki kekasih, dan kekasih gadis itu adalah sahabatnya sendiri. Itu terdengar kejam.

“Ah, kalau hal semacam itu aku juga tidak bisa memberi pendapat,” Jawab Jungsoo. 

“Tapi, apakah kau tidak merasa aneh?” Lanjutnya.

“Aneh apa?”

“Kau tidak memakai kacamata, apakah anda tidak apa-apa?"

“Apa??” Ahngyeol pun mengecek matanya dan baru menyadarinya. “Pantas saja pandanganku buram! Aaagh, kurasa aku benar-benar terkena karma!" Ahngyeol memijat pelipisnya, sambil berusaha mengingat apa yang terjadi.

“Dimana kira-kira kaca mata ku? Aku tidak ingat sudah melepasnya.”

Setelah sampai di rumahnya, Ahngyeol disambut oleh beberapa asisten rumah tangga. Salah satunya adalah Bibi Jung.

“Astaga, apa yang terjadi pada anda, Tuan Muda?” Bibi Jung segera membantu Ahngyeol melepas rompi dan tas nya.

“Seseorang menumpahkan kopi ke baju ku, dan aku yang harus minta maaf pada orang itu.” Ahngyeol melirik pria di sampingnya. Jinsoo yang merasa tersindir pun tersenyum tipis.

“Maafkan saya tuan muda, saya melakukannya demi kebaikan anda.” Jinsoo berucap dengan formal.

“Anda perlu membersihkan diri,” ucap bibi Jung sambil tersenyum.

Ahngyeol pun berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

 
1036 kata
bougenvilleap_bekasi
_queennzaaa
Lyviajkm
Silvaqueen__

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top