Kepingan Kedelapan
Tiga pemuda itu masuk ke ruangan. Beberapa kursi dan dipan masih ada. Hampir tidak ada yang berkurang. Hanya tirai penyekat saja yang sudah menghilang. Tempat itu lumayan tidak terawat, seakan ditinggalkan begitu saja. Bisa Gyeol lihat debu melapisi sebagian besar permukaan di ruangan itu.
Ah ...." Gyeol mengibaskan jari yang baru saja ia gunakan untuk menyeka permukaan kursi. "Tapi, kenapa ke sini? Tempat ini kelihatannya sudah terbengkalai."
"Pergi saja ke ruangan yang baru, jika tidak suka."
Gyeol manyun, merasa diusir oleh Jinu. "Bukan begitu maksudku ... tapi baiklah." Pemuda itu hampir melewati pintu ketika Dohyuk meraih tangannya.
"Kau yakin? Kak Suho dan yang lain ada di sana," Dohyuk mengingatkan.
Perlahan namun pasti, Gyeol mundur. "Memangnya disini masih ada obat?" ucapnya lalu meniup kotoran di kursi yang ingin ia duduki.
"Ambil saja di lemari. Masih lengkap," sahut Jinu yang sudah berbaring santai di tempat tidur. Matanya terpejam, menikmati musik lewat earphone yang terhubung dengan ponselnya.
Gyeol dan Dohyuk kemudian membuka lemari dan mencari kotak P3K. Setelah menemukan dan membuka kotak itu, Dohyuk membantu Gyeol untuk merawat luka.
Gyeol mendesis merasakan perih di sekujur tangan dan wajahnya. "Pelan-pelan!"
"Ini juga pelan. Jangan banyak bergerak. Kalau kau bergerak, nanti kain ini bisa menggesek lukamu."
"Astaga, kau sepertinya harus mengganti lensa kacamata mu," ucap Dohyuk lagi, ketika ia melihat banyak goresan di sana.
Gyeol melepas kacamata, dan mengeceknya. "Wah … parah sekali." Pemuda itu mengusap lensa dengan bagian bawah kemejanya.
Tiba-tiba pintu terbuka dengan keras, membuat ketiga pemuda itu sedikit terkejut. Nina muncul dan masuk diikuti oleh seorang gadis lain. Gyeol mematung sebentar, sebelum kemudian tersadar karena lensa kanan kacamatanya terlepas dan terjatuh ke lantai.
"Kau baik-baik saja?" Nina menghampiri Jinu, sementara temannya menyapa Gyeol dan Dohyuk.
"Ya ampun … kau sampai seperti ini." Siswi itu mengamati wajah Gyeol. "Biar kurawat lukamu."
Gadis berambut panjang bergelombang itu meraih kain dan obat yang dibawa oleh Dohyuk. "Oh iya. Namaku, Hyeesun. Han Hyeesun. Aku teman Nina dan Jinu. Namamu?"
"Ahngyeol," sahut pemuda itu sambil melirik ke arah Nina.
"Aku Kang Dohyuk."
"Ahngyeol? Hanya Ahngyeol?" ucap Hyeesun penuh tanya.
"Iya." Gyeol mengangguk.
"Ah … jadi begitu."
"Hey! Bagaimana kau tidak bisa menjaga dirimu sendiri?" Omelan Nina membuat yang lainnya menoleh. Rupanya, ia melihat memar di pinggang Jinu.
"Kenapa? Kau terluka juga?" tanya Hyeesun.
Melihat gadis itu mendekat, Jinu langsung menutup kemejanya. "Aku baik-baik saja."
"Baik-baik saja apanya," sungut Nina.
"Kenapa?" Hyesun memandang Nina, meminta penjelasan.
"Dia terluka ketika bekerja, karena ada—"
"Jangan berlebihan, Nina. Ini cuma luka kecil."
"Kau bekerja?" tanya Hyeesun penuh minat. "Dimana?"
"Di suatu tempat." Singkat, Jinu menjawab rasa ingin tahu gadis itu.
"Ah ... baiklah. Aku mengerti." Kemudian, ia menatap jam di tangannya. "Lihatlah waktu. Aku harus segera kembali karena ada janji dengan teman-temanku. Semuanya, aku akan kembali ke kelasku. Dadah!" Hyeesun setengah berlari keluar ruangan, menimbulkan angin yang menyisakan aroma wangi parfumnya.
"Woaaah ...." Dohyuk mengibaskan tangannya untuk mempertahankan hawa sejuk itu disekitarnya. Namun kemudian, ia segera memperbaiki sikapnya, mengingat ada Jinu juga di ruangan itu.
"Apa kalian sudah selesai?" Jinu menoleh kearah Gyeol dan Dohyuk. "Ayo kembali ke kelas."
Dohyuk mengangguk cepat. Kemudian, ia segera membereskan berbagai peralatan dan obat-obatan yang barusan mereka gunakan.
"Kau masih bisa berjalan, kan?" Dohyuk bertanya pada pemuda jangkung berkacamata rusak di sampingnya.
"Tentu saja," sahut Gyeol.
Keempat siswa itu pun berjalan beriringan menuju ruang kelas. Jinu dan Nina di depan, diikuti oleh Dohyuk dan Ahngyeol.
Di tengah perjalanan, Dohyuk menarik-narik lengan baju Gyeol, mengisyaratkan bahwa ia ingin mengatakan sesuatu.
Gyeol melambatkan langkah kakinya. "Ada apa?"
Dohyuk memberi isyarat lagi, kali ini agar temannya itu sedikit merunduk. "Kau tidak berniat untuk berterimakasih pada Jinu?" bisiknya kemudian.
"Untuk apa?"
"Dia sudah menolongmu. Kau tidak lupa, kan?"
Mulut Gyeol berkerut. Berterimakasih pada Jinu, baginya sama artinya dengan mengakui bahwa ia lemah. Ini sedikit melukai harga dirinya. Namun setelah terus dituntut oleh Dohyuk, akhirnya ia buka suara juga.
"Ngomong-ngomong, terima kasih atas bantuanmu sebelumnya," lirihnya.
Jinu berhenti dan berbalik. "Kau mengatakan sesuatu?"
"Aku bilang, terima kasih," tukasnya dengan intonasi dan lafal yang lebih jelas.
"Ah ... tidak masalah." Jinu kembali melangkah.
Kembalinya rombongan Jinu ke kelas disambut dengan bisik-bisikan yang tidak jelas dari teman-teman sekelasnya. Bahkan, ketika Jinu dan Nina sudah duduk di tempatnya.
Memasang earphone ke telinga Nina, dan menyetel musiknya. "Aku akan memberitahumu kalau guru datang."
Nina melepasnya, dan memasangkannya pada Jinu. "Jelas-jelas kau yang membutuhkannya."
***
Ini sudah dini hari, namun jalanan masih banyak kendaraan berlalu lalang. Lampu-lampu toko, ruko, bar, dan yang lain masih menyala, menemani lampu jalan yang berjejer di kota ini.
Di salah satu toserba, Nina baru saja menyelesaikan sif kerjanya. Jinu sudah menunggunya di luar.
"Kerja bagus, hari ini." Ibu pemilik toko menyerahkan sebuah amplop berisi sejumlah uang kepada Nina.
"Terimakasih." Nina menerima gajinya dengan senang hati.
Jinu tersenyum simpul menyambut Nina yang keluar dan memamerkan amplop yang dibawanya. Pemuda itu langsung menjemput Nina setelah pulang dari bekerja. Ia mengenakan pakaian yang sudah ia siapkan. Seragamnya ia masukkan ke tas.
Kini pasangam remaja itu berjalan beriringan di trotoar jalan menuju tempat tinggal mereka yang memang searah.
"Pekerjaanmu berjalan dengan baik?" Nina membuka percakapan.
"Tentu."
"Aku pikir, kapan-kapan aku ingin mampir ke tempat kerjamu."
"Tidak perlu," sahut Jinu cepat.
"Kenapa? Selalu saja kau yang menjemputku. Entah ketika berangkat sekolah, ataupun sepulang bekerja."
"Tidak perlu berpikir begitu. Aku kan satu arah dengan rumah dan toserba. Kalau kau yang menjemputku, itu namanya dua kali jalan. Sangat tidak efektif." Jinu menjelaskan.
Akhirnya nina menurut dan mengurungkan niatnya. "Baiklah ...."
"Ngomong-ngomong, Nina, bagaimana kau bisa bertemu dengan Hyeesun?"
"Hyeesun? Aku bertemu dengannya ketika aku sedang berjalan ke perpustakaan. Kebetulan aku melewati kelasnya. Kenapa kau bertanya?" Nina menoleh ke arah Jinu.
"... bukan apa-apa."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top