Kembali ke Sekolah
Jin-Gyeol memandangi pemandangan kota Seoul yang terpampang lewat jendela mobil yang ia tumpangi. Saat ini, Jinsoo tengah menyetir di kursi depan untuk mengantarkannya ke sekolah.
Meski mata Jin-Gyeol memandang ke luar, namun pikirannya tidak memperhatikan apa saja yang ia lihat.
Ia merasa tidak sabar untuk bertemu Nina dan yang lain, terutama Gyeol yang saat ini pasti ada di dalam tubuhnya. Ia juga kebingungan karena nomor Nina semalam tidak dapat dihubungi.
Ketika sampai di sekolah, bel masuk sepertinya telah berbunyi. Tidak ada siswa-siswa yang biasanya berhamburan di koridor.
Jinsoo mengantarnya sampai ke ruang guru. Di ruang itu, seorang guru menyambutnya. Menyampaikan sepatah dua patah kata, Jinsoo pamit ke para Guru dan Jin-Gyeol.
Kebetulan juga sepertinya ada seorang murid baru yang akan datang ke kelasnya. Jin-Gyeol menebak seperti itu, karena wajahnya cukup asing. Ia dan siswa itu berbarengan mengikuti Guru hingga ke kelas.
"Jadi, memang benar-benar sudah lewat berbulan-bulan," batin Jin-Gyeol menyadari kelasnya kini di bertuliskan ruang 2.3.
Ketika masuk, semua perhatian tertuju ke arah depan kelas, tempat Jin-Gyeol dan si anak baru, berdiri. Ia juga menyadari bahwa tempat duduknya sama-sekali tidak berubah dibandingkan dengan ingatannya. Padahal, biasanya bangku akan berbeda ketika naik kelas.
Ibu wali kelas mulai berbicara. "Anak-anak, Ahngyeol kembali belajar di sekolah bersama kita. Ingatannya masih belum sempurna, jadi ibu harap perlakukan dia dengan baik. Oke?"
"Yes ma'am!"
"Kau bisa duduk di samping Dohyuk, tempat duduk yang biasa kau gunakan." Wanita itu menunjuk ke arah yang dimaksud.
Dohyuk melambaikan tangannya, dan menarik kursi bangku di sampingnya untuk Jin-Gyeol duduk. "Kemarilah, Gyeol!"
Lalu, ia beralih memandang ke arah bangku yang biasa ia duduki. Tidak ada siapapun, di sana. Sebenarnya, Jin-Gyeol ingin duduk di sana. Tapi sepertinya lebih baik ia duduk di bangku Ahngyeol.
Pemuda itu pun menurut, dan duduk di samping Dohyuk. Setelah itu, ia memandang ke arah Nina yang memandang ke arah luar jendela. Ia melihat meja gadis itu penuh coretan yang membuat pemuda itu menahan tangis dan amarah.
Wanita di depan kelas itu kembali berbicara. "Dan satu lagi. Hari ini, kelas kita kedatangan murid baru. Dia pindahan dari Jepang. Tapi, ibu dengar dia sangat fasih bahasa korea. Bersikap ramahlah padanya!"
Para siswa yang duduk di bangku berbisik dan bersorak kagum. "Siap, bu."
"Perkenalkan dirimu, nak."
"Annyeonghaseyo, aku Nosuke. Mohon bantuannya."
"Kau bisa duduk di meja kosong di samping jendela," ujar Bu Guru.
Nosuke kemudian beranjak ke tempat yang dimaksud sang guru. Bangku yang seharusnya sekarang diduduki oleh Jinu.
Banyak pertanyaan muncul di benak Jin-Gyeol. Apa yang terjadi? Dimana tubuhnya? Dimana Ahngyeol? Namun ia simpan sampai jam istirahat.
Ketika waktu istirahat makan siang tiba, Jin-Gyeol tidak beranjak dari tempat duduknya. Ia terus memandangi Nina yang juga tidak pergi kemanapun.
"Gyeol, ayo ke kantin bersamaku," ajak Dohyuk. Namun, pemuda yang diajak menggeleng. Akhirnya, Dohyuk berjalan ke kantin, dengan ragu. "Kalau begitu, akan aku bawakan sandwich dan minuman untukmu."
Jin-Gyeol pun, mendekati Nina. "Nina."
"Jangan mendekat."
Pemuda itu menghentikan langkahnya. "Kau tidak makan?"
Nina tidak menyahut. Gadis itu hanya membenamkan wajahnya ke meja.
Akhirnya, Jin-Gyeol keluar dari kelas, dan menuju ke markas. Ketika sampai di tempat itu, pemuda itu sangat terkejut karena lantai dan permukaannya penuh debu. Barang-barang disana juga. Ia membuka lemari, mencoba untuk menemukan beberapa snack yang masih bisa dimakan. Setelah itu, ia kembali ke kelas.
Dalam perjalanan, ia berpapasan dengan Nosuke, si anak baru. Jin-Gyeol tidak berniat untuk menyapa anak itu, karena pikirannya sedang kalut memikirkan keadaan Nina saat ini.
"Gyeol-kun."
"Apa dia memanggilku?" Jin-Gyeol berucap dalam pikirannya. Ia pun menoleh ke arah Nosuke. Rupanya dugaannya benar, karena pemuda itu langsung mendekat ke arahnya.
"Kenapa kau memanggilku? Butuh bantuan?"
Nosuke menggeleng. "Kau tidak ingat padaku?"
Jin-Gyeol mengernyitkan dahi. "Tidak. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Meskipun ia sudah berpikir bahwa mungkin dia memang kenalannya Ahngyeol, ia tidak tahu siapa dia. Mungkin, ini jawaban yang lebih aman. Ia pasti juga sudah tahu bahwa sekarang, anak yang dipanggil Ahngyeol sedang lupa ingatan.
Dengan cepat, Nosuke memeluk pemuda jangkung di depannya, dengan erat. Pelukan rindu dengan selimut kesedihan karena Ahngyeol melupakannya.
"Maaf aku baru bisa datang sekarang. Aku mendengar kau kecelakaan dan lupa ingatan, belum lama ini. Maaf aku terlambat, Gyeol-kun."
"Jadi, Ahngyeol kecelakaan?" lirih Jin-Gyeol.
Nosuke yang kebetulan mendengarnya, melepas pelukan dan memandang wajah sahabatnya. "Maksudmu?"
"Ah … aku baru tahu kalau aku lupa ingatan karena kecelakaan.
Nosuke kembali memeluk Jin-Gyeol. "Cepatlah sembuh. Aku janji akan memberimu hadiah kalau kau cepat pulih."
"Iya, iya. Aku mengerti." Jin-Gyeol mengangguk. "Sekarang, bisakah kau melepas pelukan yang berpotensi menimbulkan salah paham ini?"
Nosuke pun, menurut. "Ayo ke kantin bersama."
"Pergilah sendiri. Aku ada urusan penting."
"Baiklah."
Jin-Gyeol pun melanjutkan perjalanannya. Sesampainya di kelas, ia lihat Nina masih berada di bangkunya, dengan posisi yang sama.
Jin-Gyeol menyodorkan makanan dan minuman kemasan ke meja Nina yang masih tak bergeming. "Aku harap kau baik-baik saja, selama aku tidak ada."
"Oh iya … soal Jinu. Kau tahu kenapa dia tidak masuk hari ini? Aku perlu membicarakan sesuatu dengannya," ucap Jin-Gyeol lagi. Ia ingin tahu kenapa anak itu bisa membiarkan Nina menjadi seperti ini. Seharusnya ia bisa membelanya.
Jantung Jin-Gyeol berdesir ketika tidak mendengar jawaban dari gadis itu, melainkan suara tangisnya. Ini adalah pertama kalinya ia melihat Nina menangis seperti itu.
"Nina, kau kenapa? Kau sakit?" Pemuda itu mengelus rambut Nina, mencoba menenangkan. Karena tangis gadis itu tak kunjung mereda, ia pun memeluknya.
"Tak apa, Nina. Semua akan baik-baik saja."
"Ahngyeol … jangan sebut namanya lagi di hadapanku," isak Nina, yang membuat hati Jingyeol seakan tersambar petir.
Memangnya apa kesalahan yang telah ia lakukan?
"Bisakah kau menjelaskan semuanya padaku?"
"Penjelasan apa?"
"Kenapa kau tidak mau mendengar namanya?"
Nina mengangkat kepalanya, menunjukkan wajahnya yang sembab, dan kerapuhan hatinya. "Ahngyeol … Jinu, -dia sudah meninggal."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top