8.
Di bab sebelumnya byk #timAttar yg bahagia ya, krn kayaknya Farah udah mulai merasa nyesel kehilangan Pak Attar? Itu kan tandanya Farah mulai sadar suka sama Pak Attar ya?
Hmmm,,, tapi nggak juga sih sebenernya. Rasa kehilangan nggak selalu berkorelasi dengan rasa suka (meskipun pada beberapa kasus, memang hal itu mengindikasikan).
Contohnya saya. Dulu pernah ditaksir cowok. Uhuk! Meski saya tahu perasaan dia ke saya, tapi saya nganggep dia temen doang. Saya selalu menjaga jarak spy jgn sampe dia beneran nembak saya. Kenapa oh kenapa? Soalnya saya anaknya nggak tegaan. Takutnya, kalo dia beneran nembak, nanti saya ga tega nolak. Jadi sehalus mungkin saya menghindar dan ngeles2 berduaan sama dia spy dia ga pny kesempatan bilang suka.
Suatu ketika, dia berhenti mendekati saya lagi. Saat itu saya merasa lega, sekaligus sedih. Lega karena saya nggak harus nolak dia, toh dia udah berinisiatif menjauhkan diri sendiri. Tapi saya juga sedih. Bukan sedih karena tiba-tiba menyadari suka sama dia. Tapi sedih karena kehilangan perhatian dari fans setia. Hahaha. Jahat ya saya. Iya sih, saya jahat.
Jadi atas dasar pengalaman itulah saya coba nulis pengalaman Farah skrg.
Jadi, apakah itu berarti Farah sedih hanya karena merasa kehilangan fans setia? Bisa jadi.
Apakah Farah sedih karena merasa kehilangan seseorang yang mulai disayangi? Bisa jadi juga.
Semua kemungkinan bisa terjadi kan? Selama janur kuning belum melengkung, masih bisa ditikung di sepertiga malam. Uhuk!
* * *
Erlang merebahkan tubuhnya di ranjangnya sambil menghela nafas keras. Waktu di jam dinding di kamarnya menunjukkan sudah lewat jam 10 malam. Pantas saja badannya terasa sangat lelah. Ia sudah meninggalkan rumah jam 6 pagi tadi.
Hari ini ia mengantar Faris ke Bandung, bersama dengan Farah dan Fariha. Setibanya disana, Erlang juga membantu mereka merapikan kamar kos Faris serta membeli perlengkapan ospek, perlengkapan kuliah dan perlengkapan untuk tinggal di kos tersebut. Erlang, Farah dan Fariha baru bertolak lagi ke Jakarta pada sore hari. Dalam perjalanan, mereka sempat mampir untuk makan malam, sehingga baru tiba di Jakarta malam hari.
Tapi hari ini, meski tubuhnya sangat lelah, tapi hatinya lega. Hari ini ia pikir ia sudah berhasil 1 langkah mendekat kembali kepada keluarga Fariha.
Setelah semua yang dilakukannya kepada Farah, juga kepercayaan Fariha yang ia khianati, Erlang nyaris tidak punya harapan untuk kembali akrab dengan keluarga itu. Tapi jika ia menginginkan Farah, ia harus bisa mendekatkan diri kembali kepada Fariha dan Faris.
Selama satu tahun ini, Farah sudah menolak pendekatannya berkali-kali. Tapi karena penolakan Farah yang tidak pernah terlalu kasar dan frontal, Erlang merasa masih punya harapan. Sejujurnya, ia malah cukup percaya diri bahwa Farah masih mencintainya. Kalau tidak, tentu Farah sudah dengan tegas menolaknya. Fakta bahwa Farah masih bersikap baik pada Erlang meski selalu menolak pernyataan cintanya, pasti bukan karena Farah tidak cinta lagi, tapi karena perempuan itu butuh diyakinkan.
Meski nyaris kelelahan mencoba berulang kali, Erlang bisa memahami jika Farah sulit mempercayainya. Erlang akhirnya sadar bahwa dia sudah melakukan kesalahan yang fatal: menyebut nama perempuan lain saat mengambil keperawanan Farah. Apalagi perempuan lain itu adalah ibu Farah sendiri. Dengan kesalahan sebesar itu, mana mungkin Farah bisa dengan mudah percaya pada Erlang bahwa dirinya sungguh-sungguh mencintai gadis itu kan?
Selama Farah tinggal di Bali satu tahun ini, Erlang kesulitan kembali mendekati Fariha dan Faris. Tapi setelah Farah kembali, gadis itu seperti membantunya mendekatkan diri pada Fariha dan Faris lagi. Contohnya dengan mengusulkan Faris untuk menerima tawaran Erlang untuk diantar pindahan ke Bandung. Karena itulah Erlang optimis bahwa sebenarnya gadis itu mencintainya.
Dan karena Farah sudah berusaha membantunya mendekatkan dirinya pada Fariha dan Faris, maka Erlang bertekad untuk lebih berusaha kembali mengambil hati kedua orang itu. Farah termasuk anak baik-baik yang menurut pada orangtua. Jadi Erlang yakin, Farah tidak akan mau menerimanya kalau keluarganya tidak bisa menerima dirinya. Itu mengapa Erlang perlu mendapat penerimaan Fariha dan Faris, agar Farah tidak punya alasan lagi untuk menolaknya.
Erlang hampir saja terlelap ketika ia mendengar ponselnya bergetar sesaat. Sebuah pesan masuk. Erlang yang awalnya ingin mengabaikan pesan itu, ketika melihat nama pengirimnya pada pop-up message, justru menunda keinginannya untuk tidur.
Schatzi: Om udah tidur?
Schatzi: Pasti capek bgt ya Om?
Schatzi: Makasih byk udh bantuin kami hr ini ya Om.
Matanya yang sebelumnya tinggal 1 watt, kini terang benderang bagai lampu 13 watt. Tapi alih-alih membalas pesan itu, Erlang justru mengusap icon telepon.
Beberapa detik kemudian, panggilan itu diterima oleh orang di seberang.
"Om?"
"Farah..." panggil Erlang.
"Kok belum tidur?"
"Ini udah tiduran kok," jawab Erlang. "Kamu kok belum tidur juga?"
"Ini juga udah tiduran."
"Oh..."
"Kenapa telepon, Om?"
"Aku mau bilang makasih."
"Aku yang harusnya bilang makasih ke Om. Om bantuin kami banget hari ini."
"No. Aku yang berterima kasih. Karena udah ngasih aku kesempatan untuk dekat lagi sama mama kamu dan Faris."
"Hubungan Om, Mama dan Faris jadi jelek gara-gara aku. Jadi aku harus bertanggung jawab mengembalikan semuanya seperti awal."
Deg!
"Farah... apa ini semua masih tentang tanggung jawab dan rasa bersalah?"
"Om..."
Tiba-tiba hening menyeruak diantara mereka. Masing-masing dengan keresahannya sendiri.
"Oke," kata Erlang. Akhirnya ia yang memecah keheningan terlebih dahulu. "Kalau itu tujuan kamu. Setidaknya sekarang hubunganku dengan mama dan adikmu sedikit membaik. Buatku, itu cukup untuk sekarang."
Kemudian hening lagi. Farah mungkin tidak tahu harus menanggapi bagaimana.
"Aku tutup teleponnya ya Far. Kamu istirahat ya."
"Emm...iya, Om."
"Aku sayang kamu."
Kemudian hening lagi. Kali ini hening yang lama. Padahal Farah belum memutuskan sambungan telepon.
Erlang membiarkannya seperti itu. Menunggu dengan sabar sampai Farah membalas kata-katanya. Atau sampai gadis itu menutup teleponnya.
Dan ternyata yang dilakukan gadis itu adalah menutup teleponnya.
Erlang menghela nafas berat dan mengusap wajahnya. Frustasi. Tapi bagaimanapun, untuk saat ini, ia bersyukur dengan sedikit perubahan yang terjadi. Perubahan ke arah yang diharapkannya, semoga.
Jika nanti Fariha dan Faris sudah bisa menerimanya kembali, Farah pasti akan menerima dirinya juga kan?
* * *
"Sudah dapat pekerjaan baru, Far?"
"Belum Om. Tapi aku udah interview di beberapa perusahaan."
"Aku punya beberapa kolega di bidang perhotelan. Mau aku ke___"
"Farah kelihatannya mau coba kerja di bidang lain ya Far?" tanya Fariha, ikut serta di sela-sela percakapan kedua orang itu.
Erlang menoleh pada Farah. "Bidang apa?"
"Aku coba ngelamar ke perusahaan otomotif, juga food & beverage sih Om."
Siang itu, dengan bujukan halus, dan bantuan Farah, akhirnya Erlang berhasil mengajak Farah dan Fariha makan siang bersama. Fariha tentu saja masih terlihat menjaga jarak dalam obrolan-obrolan mereka, tapi setidaknya sekarang perempuan itu sudah mau ia ajak makan bersama lagi.
Agenda Erlang hari itu memang hanya ingin makan siang bersama saja. Syukur-syukur kalau kemudian kedua perempuan itu bersedia ia ajak jalan-jalan atau sedikit berbelanja di mall, sehingga ia punya waktu lebih lama untuk mendekat kembali. Tapi kalaupun tidak, Erlang akan bersabar. Ia akan melakukannya perlahan saja.
Dan seperti dugaannya, Fariha memang menolak ajakannya untuk jalan-jalan setelah makan siang. Meski kecewa, tapi Erlang maklum.
"Jadi kita langsung pulang?" tanya Erlang, sebagai usaha terakhirnya, ketika mereka bertiga berjalan bersisian di koridor mall, menuju pintu keluar.
"Iya, Om." Farah yang menjawab.
Baiklah. Erlang bisa apa lagi kan?
Saat itulah, tiba-tiba mereka berpapasan dengan beberapa orang. Tadinya Erlang sudah akan pura-pura tidak melihat saja. Tapi rencananya gagal karena teriakan seorang anak yang menatap kedua perempuan di sisinya dengan antusias.
"Tante! Kak Farah!"
Erlang hanya mengenal 2 dari 4 orang itu. Tapi kelihatannya Farah mengenal keempatnya.
Erlang sudah tidak punya kesempatan untuk pura-pura tidak melihat lagi kan?
* * *
Yeaayyh tim om Erlang pasti senang. Ayo angkat tangannya!!!
Btw, siapakah ke4 orang itu?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top