13.
Target vote belum tercapai sih. Tapi target komen sudah tercapai. Yowislah jadi bab ini dipublish sekarang. Apalagi ini Malam Minggu. Demi menemani jomlo-jomlo yg tak malam mingguan, mari kita baca cerita halu aja yok hahaha.
* * *
"Katanya Bapak suka sama saya? Katanya Bapak mau nunggu saya pulang dari Bali? Tapi setelah saya pulang, kok Bapak malah menjauhi saya? Kok Bapak menjauhkan saya dari Ahsan? Kok Bapak nyebelin? Padahal saya suka sama Bapak. Kok Bapak malah ngusir saya? Mentang-mentang mau rujuk sama Bu Sania___"
"Pah...."
Attar menatap gadis yang sedang marah-marah di hadapannya, dengan mata yang membola. Sementara itu, ngos-ngosan, dengan dada naik-turun, Farah membalas tatapan mantan dosennya dengan sengit.
"Farah? Tadi kamu___"
"Papa!"
Sontak, panggilan itu membuat kontak mata Attar dan Farah terputus. Serentak mereka menoleh ke arah datangnya suara itu. Pada Ahsan yang terbaring di ranjang sambil menatap mereka.
"Ahsan? Kebangun ya Nak?" tanya Attar. Dengan cekatan ia mendekat pada anaknya. "Mau minum? Mau pipis?"
"Mau minum..."
Farah yang duduk lebih dekat dengan nakas segera meraih gelas di nakas. Sementara itu Attar menaikkan kepala ranjang sehingga posisi Ahsan setengah terduduk.
"Nih, San," kata Farah, mendekatkan gelas dengan sedotan pada bibir Ahsan.
Ahsan memasukkan ujung sedotan ke mulutnya dan mulai minum. Setelah anak itu melepaskan sedotannya, Farah mengembalikan gelas ke nakas.
"Mau tidur lagi?" tanya Farah lembut.
Ahsan menggeleng.
"Kakinya masih sakit? Atau ada yang lain yang sakit?"
Anak lelaki itu menggeleng lagi.
"Alhamdulillah," kata Farah sambil tersenyum lega. "Tadi Kak Farah kaget pas Ahsan telepon dan bilang dateng sendirian. Kenapa nggak minta anter Mbak Dedeh?"
Tapi alih-alih menjawab pertanyaan Farah, Ahsan malah menoleh pada ayahnya, "Mama mana?"
"Mama pulang dulu. Malem ini sama Papa ya. Besok pagi Mama dateng," jawab Attar. "Tadi pas ada Mama, kamu malah asik nge-game. Sekarang Mama pulang, kamu malah nanyain," lanjutnya sambil terkekeh dan mengacak lembut rambut puteranya.
"Aku benci Mama."
Tawa Attar sirna perlahan. Pun dengan senyum Farah. Keduanya bertukar tatap selama sepersekian detik sebelum sama-sama menatap Ahsan.
"San..." Farah meraih jemari Ahsan dan membelainya lembut.
"Papa bisa nikah lagi sama Mama kan?" tanya Ahsan tiba-tiba. Pandangannya lurus menatap sang ayah.
Pertanyaan yang lugas, juga tatapan tajam dari mata kanak-kanak Ahsan membuat Attar terkesiap. Kaget, sekaligus bingung.
Di sisi lain, Farah terkesiap untuk alasan yang berbeda.
"Tadi malem Om Maliki ikut makan malem sama Ahsan dan Mama," kata Ahsan. "Sebelum pulang, Ahsan nggak sengaja lihat Om Maliki peluk Mama. Trus Ahsan dengar Mama mau nikah sama Om Maliki. Ahsan nggak suka! Mama kan udah punya Papa, kenapa harus sama Om Maliki sih?"
Farah melihat wajah Attar terlihat tegang. Sepertinya ia tidak siap dengan sikap Ahsan.
"Ahsan, Papa dan Mama kan memang sudah lama nggak tinggal bareng," kata Attar memberi pengertian. "Kan kasihan selama ini Mama tinggal sendirian. Nggak ada Papa dan Ahsan. Makanya nanti ditemenin sama Om Maliki."
"Makanya Papa ajak Mama tinggal bareng kita dong Pa! Biar Mama nggak kesepian."
"Ahsan..." Attar mendesah. Ia nampak bingung memilih penjelasan yang tepat untuk anaknya.
"Ray, temen Ahsan di sekolah, punya papa dan mama baru. Papa dan mama tiri. Trus punya adik baru. Papa mamanya nggak sayang lagi sama Ray. Nanti kalau Mama sama Om Maliki punya adik baru, Mama nggak sayang lagi sama aku."
"Nggak gitu, San. Mama pasti bakal tetep sayang sama Ahsan."
"Pokoknya Ahsan nggak mau!" Ahsan membentak dengan tegas. "Ahsan nggak mau punya papa tiri! Ahsan nggak mau punya mama tiri! Mereka jahat!"
"Ahsan sayang, itu cuma dongeng," Farah mencoba ikut berkomentar dengan hati-hati.
"Nggak!" serta merta Ahsan menoleh pada Farah dan membentak. Anak itu melotot pada Farah. "Pokoknya Ahsan nggak mau punya papa baru! Nggak mau punya mama baru! Nggak mau punya adik baru! Papa cuma boleh sama Mama! Mama cuma boleh sama Papa!"
* * *
"Gimana Ahsan?"
Farah langsung disuguhi pertanyaan itu ketika masuk ke ruang rawat sang ibu. Ibunya terlihat sedang duduk di ranjang, dengan laptop di pangkuannya.
"Orang masih sakit kok kerja, Ma," tegur Farah.
Sang ibu tertawa. "Udah sembuh kok. Kan tinggal nunggu hasil tes lab doang. Palingan besok boleh pulang."
Mama dan dedikasinya, gerutu Farah. Siapa bilang kerja sebagai guru SMA nggak berat coba?
"Ahsan gimana?" Sang ibu mengulangi pertanyaannya.
"Baik-baik aja Ma. Kakinya udah nggak terlalu sakit," jawab Farah sambil duduk di sisi ranjang. Ia meraih remote tv dan menyalakan tv di ruang rawat tersebut.
"Mama kira kamu bakal lama disana. Kan biasanya kamu kalo ngobrol sama Ahsan, lama."
Mendengar itu, Farah hanya tertawa saja. Kenyataannya, tadi anak itu bahkan mengusir dirinya.
"Kak Farah nggak jagain Tante Riha? Kasihan Tante Riha sendirian," kata Ahsan tadi.
Mengingat kejadian itu, Farah mendengus. Bapak dan anak sama aja, suka ngusir.
Mata Farah memandang tv. Tapi sebenarnya dia sendiri tidak mengerti sedang menonton apa. Pikirannya penuh dengan kejadian di kamar rawat Ahsan tadi.
Pertama, ia malu karena salah menuduh. Ia menuduh Attar dan Sania akan rujuk, bahkan sampai membuatnya cemburu dan sambat tanpa sadar.
Eh? Cemburu? Sama siapa? Sama Pak Attar? Nggak mungkin kan? Nggak mungkin! Kan selama ini dia cintanya sama Om Erlang. Ngapain cemburu sama Pak Attar?
Sekarang setelah tahu bahwa Sania berencana akan menikah lagi dengan lelaki lain, Farah jadi malu sendiri karena sudah marah-marah nggak jelas di depan Attar. Pasti memalukan sekali sikapnya tadi.
Kedua, Farah tidak menduga respon Ahsan terhadap kabar tentang ibunya akan sekeras itu. Farah sudah tahu bahwa Ahsan adalah anak yang keras. Saat pertama mengajar Ahsan, Farah perlu memikirkan cara khusus untuk mengambil hati anak itu. Tapi setelah itu, setelah berhasil mengambil hati Ahsan, sikap anak itu selalu terlihat ceria dan lembut. Jadi kalau sekarang ia melihat Ahsan bersikap keras lagi, berarti anak itu memang sangat tidak setuju kalau salah satu atau kedua orangtuanya menikah lagi.
Entah kenapa, hal itu membuat Farah sedih. Padahal kan ngapain juga dia harus sedih kan? Ahsan mengijinkan ayah dan ibunya menikah lagi atau tidak, itu kan nggak ada hubungannya dengan Farah.
Tapi kalau Ahsan nggak mau punya ibu tiri, lo nggak bisa nikah sama Pak Attar!
Ih? Siapa yang ngarep
nikah sama Pak Attar?
Iya, nggak usah ngarep lo, Far! Lo tuh udah nggak perawan. Udah rusak. Nggak usah ngarep bisa nikah sama laki-laki baik-baik kayak Pak Attar!
Farah mendesah lelah akibat keruwetan pikirannya sendiri. Saat itu tiba-tiba ponselnya bergetar.
Mata Farah melirik pop-up message muncul di layar ponselnya.
Pak Attar: Farah belum tidur kan?
Pak Attar: Dmn ruang rawat mamanya Farah?
Pak Attar: Saya boleh kesana?
Pak Attar: Saya mau ngobrol
Pak Attar: Tentang yang tadi Farah bilang
He? Tentang yang tadi gue bilang? Emang gue bilang apa? Jangan-jangan gue ga sadar ngomong macem-macem pas sambat tadi? Jirrr!!! Mati gue!
* * *
Supaya update bab selanjutnya cepet, udah tahu kan ya harus gimana Kak? Hehehe.
Makasih selalu mendukung, Kakak2ku 😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top