9. Cemburu?

Udah pada tidur belum, Kak?

* * *

"Anak itu kayaknya dekat banget sama kamu," kata Erlang, sambil memutar setir mobilnya keluar dari basement parkir mall tersebut.

Farah tahu, yang dimaksud "anak itu" oleh Erlang adalah Ahsan. Tapi karena kalimat tersebut bukan pertanyaan, Farah jadi tidak tahu harus menanggapi bagaimana.

Setelah Erlang duduk bersama mereka, sebenarnya Farah hanya membutuhkan lima menit untuk menghabiskan burgernya. Selama lima menit itu, Erlang terlihat ngobrol dengan Attar. Jadi Farah tidak menduga bahwa dalam waktu lima menit itu, Erlang memperhatikan interaksinya dengan Ahsan. Lagipula sebenarnya tadi Farah hanya menyuapi Ahsan hingga ayam gorengnya habis. Jadi Farah tidak mengerti darimana Erlang bisa menyimpulkan tentang kedekatan hubungannya dengan Ahsan.

"Udah lama jadi guru lesnya?" kali ini Erlang bertanya.

"Hampir setahun ini sih."

"Anak jaman sekarang... masih SD aja udah perlu les ya? Berat banget idupnya."

Farah hanya terkekeh menanggapi.

"Seberapa susah sih pelajaran anak SD sampai orangtuanya sendiri nggak bisa ngajarin?"

"Bukan nggak bisa. Nggak ada waktu kayaknya. Bapaknya sibuk kan di kampus."

"Ya kan ada ibunya."

"Ahsan nggak tinggal bareng ibunya."

Erlang menoleh sekilas dengan dahi berkerut.

"Bapak-Ibunya cerai. Dan Ahsan ikut bapaknya. Jadi ibunya nggak selalu bisa bantu dia belajar."

"Shit!" Makian dan pukulan Erlang pada setir mobilnya membuat Farah kaget dan refleks melotot pada Erlang.

"Apaan sih Om?! Bikin kaget aja!" protes Farah.

"Om udah curiga! Buat apa guru les sampe nemenin murid lesnya ke toko buku segala. Ternyata dugaan Om bener."

"Dugaan apa, coba? Gaje beut."

"Mama kamu tahu hari ini kamu pergi sama mereka?"

"Mama tahu tiap Rabu dan Minggu aku ngajar Ahsan. Dan aku udah minta ijin Mama buat nemenin Ahsan ke toko buku hari ini."

"Apa Mama kamu juga tahu bahwa kamu bukan cuma pergi sama Ahsan, tapi juga sama bapaknya?"

Farah tidak cerita sedetil itu sih pada ibunya.

"Dan apa Mama kamu tahu bahwa bapaknya Ahsan itu duda?"

Itu jelas bukan informasi yang relevan untuk diceritakan pada ibunya. Memangnya ibunya perlu tahu tentang status pernikahan orangtua dari muridnya?

"Ya terus kenapa kalau bapaknya Ahsan itu duda? Apa pengaruhnya sama pekerjaanku sebagai guru les?" akhirnya Farah bertanya, karena makin heran dengan pertanyaan Erlang.

"Kamu udah hampir semester 8. Fokus aja sama skripsi kamu. Nggak usah ngajar les lagi," kata Erlang tiba-tiba.

Farah jadi makin bingung. Dia tanya apa, tapi malah dijawab apa oleh Erlang.

"Apaan sih Om? Kok makin nggak jelas ngomongnya? Tiba-tiba nyuruh berhenti ngajar."

"Bapaknya Ahsan itu duda. Bisa aja dia menggoda kamu, supaya kamu mau jadi pengganti ibunya anak itu."

Mendengar jawaban Erlang itu, Farah justru tertawa. "Om, teori konspirasinya boleh juga."

"Jangan ketawa kamu!"

"Abisnya Om Erlang lucu banget. Pak Attar itu dosen aku, Om. Umurnya dua kali lebih tua daripada umurku. Jadi nggak mungkin dia naksir anak kecil kayak aku."

Saat itu entah kenapa tiba-tiba Erlang teringat penampilan Farah saat menemaninya ke pernikahan temannya, beberapa waktu lalu. Tubuh Farah yang dibalut kebaya saat itu jelas bukan bentuk tubuh anak kecil.

"Jangan terlalu naif, Farah."

"Dan kalaupun Pak Attar bener naksir aku..... " kata Farah, dengan intonasi menyindir yang kental saat mengucapkan kata benar, sebab dia merasa dugaan Erlang sangat mustahil. "... aku nggak bakal naksir Pak Attar. That's what matters."

"Jangan meremehkan seorang duda, Farah," kata Erlang memperingatkan. "Mereka sudah sangat berpengalaman menghadapi perempuan. Dan tahu gimana caranya membuat hati perempuan, apalagi perempuan naif seperti kamu, jatuh dan tergila-gila. Kamu harus berhati-hati, bahkan sebisa mungkin menjauh dari mereka."

"Mereka?"

"Apa?" Erlang balik tanya, karena tidak mengerti maksud respon Farah.

"Om kan juga duda. Om bagian dari mereka. Berarti Om juga berpengalaman membuat hati perempuan jatuh?"

"Ya!" jawab Erlang tegas. "Makanya, dengerin kata-kata Om!"

"Apa itu artinya aku harus berhati-hati juga sama Om? Harus menjauh dari Om?"

Erlang tampak terkesiap sejenak mendengar pertanyaan tak terduga dari Farah. Tapi tidak lama kemudian ia menjawab, "Om beda."

"Apa bedanya?" tuntut Farah tidak mau kalah.

"Om sudah anggap kamu seperti keponakan Om sendiri. Om nggak mungkin menggoda kamu. Jadi kamu nggak perlu menjauhi Om."

Om sudah anggap kamu seperti keponakan Om sendiri.  Apa itu artinya Erlang tidak pernah melihatnya sebagai seorang perempuan?

Om nggak mungkin menggoda kamu. Apa itu artinya Farah tidak pernah cukup menggoda di mata Erlang? Apa itu artinya Erlang tidak akan pernah jatuh cinta padanya?

Apa itu artinya Farah tidak punya kesempatan dan harapan sama sekali?

"Kamu cantik, Farah. Kamu bisa dapat laki-laki lain yang lebih baik. Mama Papa kamu pasti kecewa kalau anaknya yang cantik ini malah milih duda seperti Om."

Farah diam tak menanggapi. Erlang pikir gadis itu ngambek karena dinasehati seperti itu. Dia tidak tahu, bahwa Farah diam karena terpukul dengan kata-katanya.

Aku emang jatuh cinta sama seorang duda. Aku cinta sama Om.

* * *

"Lho kok?"

Kalimat singkat itu yang menyambut Farah ketika ia memasuki pintu rumahnya, disusul dengan Erlang beberapa langkah di belakangnya.

"Kamu bareng Om Erlang? Katanya nemenin murid lesmu ke toko buku?" tanya ibu Farah, heran karena melihat puterinya pulang bersama Erlang.

Farah tidak menjawab pertanyaan itu. Ia menghampiri ibunya, cium tangan, lalu ngeloyor begitu saja dengan alasan ingin mandi.

"Tadi aku lagi cek restoran yang di mall, Mbak," Farah mendengar suara Erlang menjawab. "Pas mau pulang, kebetulan lihat Farah lagi makan siang bareng murid les dan ayahnya. Kebetulan mereka hampir selesai makan, jadi sekalian aku antar Farah pulang."

"Wah, kebetulan ketemu ya? Makasih ya Lang, mau anterin Farah pulang," jawab sang ibu ramah.

"Santai aja, Mbak."

Farah kira setelahnya Erlang akan langsung ngobrol biasa dengan ibunya. Tapi ternyata tepat sebelum Farah menutup pintu kamarnya, ia masih sempat mendengar Erlang berkata pada ibunya, "Mbak udah tahu bahwa ayahnya murid les Farah itu duda?"

Apa coba maksudnya laki-laki itu cerita hal seperti itu pada ibunya?

Mau ngadu? Hih! Nyebelin!

Kecurigaan Farah terbukti ketika pada sore harinya, setelah Farah sedang membantu ibunya menyiapkan makan malam, sang ibu tiba-tiba bertanya tentang Ahsan dan ayahnya.

"Mama nggak usah mikir macem-macem," kata Farah tegas. "Om Erlang lebay aja itu. Pak Attar baik sama Farah karena Farah ngajar les anaknya, dan karena Pak Attar itu dosen Farah di kampus. Nggak ada naksir-naksiran segala."

"Om Erlang cuma khawatir," kata ibu Farah, membela lelaki yang tadi siang mengadukan Farah.

Khawatir. Jadi itu bukan cemburu?

"Mama... juga sempat agak khawatir."

"Khawatir teori konspirasinya Om Erlang benar? Bahwa Pak Attar naksir Farah?"

"Iya."

"Yang penting kan Farah nggak bakal naksir Pak Attar."

"Alhamdulillah kalau gitu."

"Lagian ada apa sih dengan stereotip janda dan duda? Emangnya hina banget jadi janda atau duda?" gerutu Farah.

"Bukan gitu," jawab sang ibu kalem, namun hati-hati. "Mama cuma mikir.... berhubungan dengan orang yang pernah menikah, bukan sesuatu yang mudah. Apalagi kalau ada anak dari pernikahan itu. Sedikit-banyak seseorang akan membandingkan antara orang baru dengan orang yang dulu menjadi istri atau suaminya. Pernikahan menghasilkan ikatan yang lebih kuat daripada sekedar pacaran. Itu kenapa jadi sulit bagi orang baru untuk masuk ke dalam kehidupan seseorang yang pernah diisi orang lain."

Tangan Farah yang sedang mengocok telur dadar, terhenti sesaat.

"Jadi bukan karena Mama memandang rendah... "

"Bukan," jawab ibu Farah, "Nggak ada orang tua yang ingin melihat anaknya susah. Jadi kalau Mama bisa lihat hidup kamu bisa lebih bahagia dengan orang lain yang belum punya masa lalu, Mama bisa lebih tenang dam bahagia. Daripada kamu harus berjuang menggantikan posisi orang lain."

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top