8. Tertangkap Basah

Kalo nulis cerbung gini, saya biasanya nyelipin info ttg karakter tokoh itu sedikit2 di tiap bab, ga sekaligus di awal. Jd mohon maklum kalau smp skrg Kakak2 msh bertanya2 brp age-gap Erlang-Farah. Trus krn beberapa tokoh dsni muncul juga di Formulasi Rasa dan di Cerita yang Tidak Dimulai, byk pembaca yg bertanya2 jg ttg setting waktu n umur mereka.

Karena info keseluruhan baru akan dishare di bbrp bab berikutnya, spy Kakak2 ga terlalu penasaran lagi, saya kasih bocoran tipis2 ya.

Setting "Yang Tidak Termiliki" adalah 1 tahun setelah Sofi-Danan menikah.

Di bab "Bahagia Tanpamu" di Formulasi Rasa, pas Sofi kondangan ke nikahan Emir-Sarah, dia ketemu Attar dan Ahsan. Disitu ditulis umur ayah-anak itu. Jadi bisa dikira2 skrg pas ketemu Farah, berapa umur Attar.

Di cerita ini udh pernah diceritain bhw Farah 21 tahun ya.

Setting "Cerita yang Tidak Dimulai" adalah 5 tahun setelah Sofi-Danan menikah. Jadi yg kmrn nebak ada Haiva-Haris yg dateng ke kondangan yg sama dg Erlang-Farah, itu salah. Sebab saat itu Haiva masih mahasiswa dan belum ketemu Haris.

Di Formulasi Rasa ditulis beda umur Attar-Sofi 8 tahun. Sementara pas Sofi umur 39 tahun dan jadi moderator Seminar Kefarmasian bareng Haris, Haris berusia 46 tahun. Jadi kebayang ya, Haris dan Attar itu lebih kurang seangkatan (sekarang tahu kan alasan Danan insecure waktu Sofi tukeran nomer hape sama Pak Haris?). Tapi krn setting waktu Erlang-Farah terjadi lbh awal, saat itu Attar masih lebih muda.

Umur Erlang berapa? Tunggu aja di bbrp bab selanjutnya ya Kak.

Apakah Kakak2 sudah pusing dengan soal TPA ini? Hahaha. Selamat berhitung.

* * *

"Sudah puas?" tanya Attar sambil mengayun-ayunkan tangan yang digenggamnya.

Anak kecil itu menoleh dan menengadah menatap ayahnya. Lalu nyengir dengan kelewat lebar.

"Thank you, Pa," kata Ahsan sambil balas mengayunkan tangan ayahnya yang sedang menggenggamnya. Ia melirik kantong belanja yang ada di tangan kanan ayahnya, dan dengan bahagia membayangkan akan puas main dan menggambar di rumah nanti.

Anak itu kemudian menoleh kepada orang yang menggenggam tangan kirinya. "Thank you, Kak Farah, mau nemenin Ahsan ke toko buku."

Farah tersenyum. Lalu dengan tangan kanannya yang bebas, ia membelai kepala Ahsan.

" Sama-sama, sayang," jawabnya manis.

Attar melihat interaksi anaknya dan gadis itu, dan tersenyum.

"Sampai jam berapa orang tua Farah memberi ijin Farah untuk keluar rumah?" tanya Attar pada gadis itu.

"Saya nggak bilang sih, Pak, mau pergi sampai jam berapa. Palingan, asal sebelum sore saya udah balik aja kayaknya mah."

"Kalau gitu kita makan siang dulu sebelum pulang ya?"

Waktu memang sudah tengah hari. Pantas saja naga di perut Farah mulai meraung. Jadi Farah menganggap saran dosennya itu sangat menggoda. "Baik, Pak," jawab Farah bersemangat.

Sebenarnya Attar mengajak mereka makan shabu di restoran all-you-can-eat. Liur Farah hampir menetes ketika membayangkan bisa makan sepuasnya. Sayangnya Ahsan menolak dan berkeras ingin makan paket kids meal di restoran ayam goreng cepat saji, karena mengincar mainan bonus. Attar sudah membujuk akan membelikan mainan seperti itu lain kali, tapi Ahsan menolak. Jadi akhirnya Farah terpaksa puas makan siang di restoran cepat saji yang dipilih Ahsan.

"Maaf ya, jadinya kita makan disini," kata Attar dengan wajah sungkan. Dia melirik anaknya yang duduk di hadapannya, sudah anteng memakan ayam gorengnya sambil memainkan mainan bonus yang diincarnya.

Farah yang duduk di samping Ahsan hanya nyengir melihat kelakuan anak itu.

"Ga apa-apa Pak. Saya malah suka makan beginian."

Attar menghargai pengertian Farah, meski dia tahu bahwa gadis itu terlihat lebih antusias ketika membicarakan restoran shabu.

"Kabari orangtua Farah dulu, bahwa Farah makan siang dulu dan akan pulang terlambat. Tapi nanti saya antar pulang," kata Attar.

Farah mengangguk lalu mengeluarkan ponselnya dan dengan cepat mengetikkan pesan kepada ibunya. Setelahnya ia memasukkan ponselnya ke tas selempangnya, lalu kembali menikmati burgernya.

"Ayamnya dimakan!" perintah Attar pada puteranya, ketika melihat anak itu hanya memakan kulit ayam yang renyah saja, lalu menyisakan daging ayamnya.

Anak itu memang memakan daging ayamnya, tapi hanya seperempatnya. Sisanya tergeletak begitu saja di piringnya karena anak itu keasikan main dengan mainan barunya.

Melihat itu, Farah berinisiatif mengambil ayam itu, lalu mencuilnya kecil-kecil. Ketika Ahsan masih asik bergumam memainkan mainannya, Farah memasukkan potongan kecil ayam tersebut ke mulut anak itu. Jadi Ahsan tetap terus bisa bermain selagi menghabiskan ayamnya.

Bagi Attar, itu adalah pemandangan yang menyenangkan.

"Farah?"

Tiba-tiba saja seorang laki-laki sudah berdiri di samping tempat duduk Farah. Panggilannya membuat gadis itu menoleh pada asal suara.

"Om Erlang?" balas Farah dengan mata membulat. "Kok Om disini?"

"Habis kontrol ke restoran," jawab lelaki itu sambil melirik kepada anak kecil di samping Farah, lalu pada lelaki yang duduk di hadapan gadis itu.

Farah jadi baru ingat bahwa salah satu restoran Erlang memang berada di mall tersebut, meski di lantai yang berbeda.

Farah menyadari tatapan Erlang pada kedua orang yang duduk bersamanya, jadi dia segera memperkenalkan mereka.

Gadis itu bangkit dari duduknya dan menghadapi Erlang.

"Om, ini Ahsan, murid les aku. Ini Pak Attar, ayahnya Ahsan," kata Farah. Ketika melihat ekspresi aneh Erlang, Farah buru-buru menambahkan, "Pak Attar ini juga dosen aku di kampus, Om."

Nyatanya informasi tambahan itu tidak mengubah ekspresi kaku Erlang.

"Om-nya Farah?" tanya Attar, terlihat berusaha memecah kecanggungan yang terpancar di wajah gadis itu.

"I-iya, Pak," jawab Farah gugup. Dia bahkan tidak mengerti mengapa dirinya mesti gugup.

Attar kemudian bangkit, dan mengulurkan tangannya dengan sopan kepada lelaki yang baru datang tersebut.

"Saya Attar, Pak," kata Attar dengan senyum ramahnya. Attar menduga bahwa lelaki di hadapannya ini seusia dengannya, atau barangkali justru lebih muda. Tapi karena lelaki ini adalah om-nya Farah, Attar menghormatinya dengan panggilan formal.

Erlang membalas uluran tangan itu dan menyebutkan namanya.

"Tadi habis les, anak saya minta tolong Farah menemani ke toko buku. Setelah ini, saya akan antar Farah pulang," kata Attar menjelaskan.

Ahsan masih duduk di tempatnya, tapi sudah tidak memainkan mainannya lagi. Ia memandang pada lelaki yang baru datang itu dengan wajah polosnya.

Erlang mengangguk mengerti, dan tersenyum sopan. "Kebetulan setelah ini saya mau main ke rumah Farah. Jadi nanti biar Farah pulang sama saya aja, Pak."

"Ehmm... Om..."

Attar termangu sejenak ketika menyadari ada yang aneh dengan sikap Erlang. Tapi kemudian dengan santai ia menjawab,"Kalau gitu silakan duduk dulu, Pak. Sebentar lagi kami selesai makan. Atau Pak Erlang mau pesan makan juga?"

* * *

Malem mingguan kemana nih Kak?
Kalau di rumah aja, ga ada yg ngajakin malming, sini yuk malem mingguan sm Pak Attar dan Om Erlang aja hehehe.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top