7. Proposal Skripsi

"Sebenarnya Bapak nggak perlu melakukan ini buat saya," kata Farah sungkan. "Saya jadi merepotkan Bapak."

"Nggak repot sama sekali. Santai aja," Attar menjawab kalem, sambil membelokkan mobilnya ke lapangan parkir Fakultas Farmasi.

"Bapak udah ngasih nomer ponsel Bu Sofi ke saya. Saya sebenarnya bisa menghubungi Bu Sofi sendiri."

"Katanya kamu udah menghubungi, tapi nggak dibalas?"

Farah cengengesan sambil garuk-garuk kepala. Beberapa hari lalu, Farah memang sudah menghubungi dosen Farmasi kenalan Attar via WhatsApp, dan meminta ijin bertemu untuk konsultasi tentang proposal penelitiannya. Kali itu pesannya sudah dibaca, tapi sampai saat ini belum dibalas juga. Barangkali waktu itu Bu Sofi sedang sibuk dan lupa membalas pesannya, sehingga Farah sudah berniat untuk mencoba mengirim pesan lagi beberapa hari lagi. Tapi belum sampai niatnya itu terlaksana, Attar yang tahu bahwa Sofi belum membalas pesan Farah, langsung berinisiatif mengantar Farah ke Fakultas Farmasi untuk langsung bertemu dengan Sofi.

"Saya cuma antar kamu ketemu teman saya itu, lalu saya tinggal," kata Attar santai.

Meski merasa tidak enak karena merepotkan Attar, tapi Farah juga sangat bersyukur karena Attar mau membantunya.

Setibanya di Fakultas Farmasi, mereka segera naik ke lantai 4. Di depan pintu yang bertuliskan "Ruang Dosen Lab Teknologi Farmasi", Attar mengetuk. Mereka mendengar suara seorang perempuan mempersilakan masuk, lalu Attar membuka pintu dan menyelipkan kepalanya di antara celah pintu yang terbuka.

"Assalamualaikum Sofia," sapa Attar ramah.

Perempuan yang tadinya mempersilakan masuk masih sambil menekuri komputernya, kini langsung menoleh ke arah pintu ketika mendengar namanya dipanggil oleh sebuah suara yang familiar.

"Waalaikumsalam. Eh, Bang Attar!"

Perempuan yang dipanggil Sofia itu meninggalkan komputernya dan menyambut Attar yang berdiri di depan pintu.

"Apa kabar, Sofia? Lagi sibuk?" tanya Attar ramah, ketika mereka berhadapan.

"Baik, Bang. Yah, lumayan. Tapi nggak sibuk banget," jawab perempuan itu.

Ketika melihat wajah Sofi dari dekat, Farah mengenali perempuan itu sebagai perempuan yang ditemuinya beberapa bulan lalu saat ia meminta tanda tangan Attar yang sedang rapat, untuk perpanjangan beasiswanya.

Perempuan bertubuh kecil itu menoleh pada Farah.

"Ini Farah, yang aku ceritakan semalam," kata Attar, memperkenalkan Farah pada Sofi.

Cepat-cepat Farah mengulurkan tangannya pada Sofi untuk memperkenalkan diri. Karena tubuh Sofi yang lebih pendek darinya, Farah nyaris membungkuk saat akan mencium tangan Sofi, seperti yang dilakukannya pada dosen-dosennya yang lain. Tapi dengan cekatan Sofi menarik tangannya sebelum Farah berhasil cium tangan.

"Nggak usah cium tangan," kata Sofi sambil tersenyum. "Saya belum setua Pak Attar kok."

"Sial!" Attar memaki sambil tertawa. Diikuti oleh tawa Sofi.

Baru kali itu Farah mendengar Attar memaki, lalu tertawa sesantai itu. Ketika melihat interaksi Attar dan Sofi, Farah merasa hubungan mereka berdua cukup akrab, terlihat dari panggilan yang mereka gunakan "aku-kamu". Perempuan itu juga memanggil Attar dengan "Abang". Biasanya sesama dosen kan menggunakan "saya-anda", kecuali jika memang berteman baik.

"Katanya Farah sudah kirim pesan ke Sofia, tapi Sofia nggak balas?" kata Attar kemudian.

"Eh iya ya?" Sofi balik bertanya. "Maaf ya, kebiasan jelek nih. Kadang aku abis baca WA, trus ga langsung bales karena tiba-tiba sibuk. Eh malah keterusan lupa bales."

"Nggak berubah juga kamu," kata Attar, yang disambut kekehan Sofi.

"Jadi kenapa mahasiswa Arsitektur pengen konsultasi proposal skripsi sama saya? Mau merancang gedung pabrik obat, atau gimana?" tanya Sofia, kini beralih pada Farah.

Tapi sebelum Farah sempat menjawab, Attar sudah berkata, "Dia mahasiswi Teknik Industri."

"Lho, kata Abang, Farah ini mahasiswa Abang?" tanya Sofi bingung.

"Ya kan mahasiswi Fakultas Teknik juga."

"Mahasiswa Fakultas Teknik banyak keleus. Satu fakultas aja jurusannya banyak. Tumben bisa kenal sama mahasiswa jurusan lain?"

"Farah ini juga guru lesnya Ahsan."

"Ach so. Pantesan kenal dan Abang sampai bantuin ketemu saya gini." Akhirnya kini Sofi paham.

Sofi kemudian kembali menatap Farah. "Jadi apa judul proposalnya, sampai butuh konsultasi sama saya?"

"Er... Rencananya saya mau meneliti tentang manajemen risiko dalam rantai pasok sediaan farmasi di Indonesia, Bu. Dari supplier bahan baku sampai retailer di apotek atau RS," jawab Farah, menjelaskan garis besar proposalnya dengan singkat.

Sofi mengangguk-angguk.

"Nggak keberatan Farah tanya-tanya Sofia sekarang kan?" tanya Attar.

"Nggak, Bang. Bisa kok," jawab Sofi.

"Alhamdulillah. Makasih ya, Sofia," kata Attar sambil menepuk bahu Sofia.

Satu lagi gesture kedekatan mereka yang terdeteksi oleh Farah.

"Kalau gitu, saya tinggal, ga apa-apa ya? Saya balik ke kampus dulu," kata Attar pada Farah.

"Eh, iya, Pak. Makasih banyak sudah ngenalin ke Bu Sofi."

Attar tersenyum. "Kabari kalau sudah selesai konsultasi. Nanti saya jemput."

"Eh? Oh, nggak usah Pak. Saya bisa...."

"Kita pulang bareng. Sore ini kamu ngajar Ahsan kan?" potong Attar cepat, membuat Farah kicep.

Sofi memperhatikan interaksi Attar dan Farah dan sebuah cengiran jahil timbul di bibirnya.

"Aku pamit ya, Sofia. Thank you so much sudah mau bantu Farah," kata Attar kemudian pada Sofi.

"Sama-sama, Bang. No problem at all."

Setelah Attar pergi, Sofi mempersilakan Farah untuk masuk ke ruang kerjanya, karena tadi mereka memang ngobrol di depan pintu ruang dosen.

"Sudah berapa lama mengajar Ahsan?" tanya Sofi, setelah Farah masuk, sambil menutup pintu ruang kerjanya.

* * *

Konsultasi awal itu hanya berlangsung selama 1 jam. Tapi Farah sudah memiliki gambaran besar tentang rantai pasok produk farmasi dan hal khusus yang membedakannya dengan rantai pasok produk lain. Sebelum bertemu Sofi, Farah juga sudah mendata parameter apa saja yang mempengaruhi efisiensi rantai pasok tersebut berdasarkan studi literatur yang dilakukannya. Sofi kemudian mengonfirmasi beberapa parameter dan menambahkan beberapa parameter khusus yang hanya berlaku pada produk farmasi.

Dari pertemuan tersebut, Farah juga mendapatkan kontak beberapa kenalan Sofi yang bekerja di distributor bahan baku obat, industri farmasi dan distributor obat jadi. Sofi juga memberi nomer kontak suaminya, yang menjadi Kepala Instalasi Farmasi di sebuah rumah sakit.

"Suami Ibu ini sahabatnya Kak Sarah ya?" tanya Farah, mengkonfirmasi cerita Sarah sebelumnya.

"Eh? Kenal Sarah juga?" Sofi balik bertanya.

"Baru sekali ketemu sih Bu. Waktu cerita-cerita tentang proposal skripsi saya, Kak Sarah bilang punya sahabat yang mengelola Instalasi Farmasi RS dan istrinya dosen Fakultas Farmasi."

Sofi tertawa. Menertawakan betapa sempit dunianya ini.

"Nanti kalau kamu jadi konsultasi sama suami saya, saya minta tolong ya," kata Sofi setelah tawanya reda.

"Kenapa Bu?"

"Tolong jangan sebut-sebut nama Pak Attar atau Sarah. Pura-pura aja nggak kenal sama keluarga Pak Attar. Cukup bilang bahwa kamu dapet kontak suami saya dari saya, dan kamu dapet kontak saya dari dosen pembimbing skripsi kamu."

"Eh?"

Sofi menggaruk bagian belakang lehernya, padahal tidak gatal.

"Pak Attar itu dulu mantan pacar saya. Suami saya masih suka cemburu kalau tahu bahwa kami masih berkontak."

* * *

Farah diam-diam melirik lelaki tampan yang sedang menyetir di sebelahnya. Meski sudah berusia lebih dari 40 tahun, lelaki itu tetap terlihat mempesona. Mungkin benar kata orang, puncak ketampanan laki-laki dimulai saat ia berusia 40 tahun. Farah bisa melihat pesona itu terpancar dari wajah dosennya itu.

Ada beberapa dosen pria yang cukup beken di Fakultas Teknik. Meski bukan dosen yang paling diidolakan mahasiswa Teknik, Attar termasuk salah satu dosen yang memiliki banyak penggemar. Barangkali popularitasnya tidak setinggi dosen lain yang masih lajang, karena tidak banyak yang tahu bahwa Attar adalah seorang duda. Barangkali kalau mahasiswa mengetahui status Attar yang available, bisa jadi lebih banyak mahasiswi yang menggemarinya.

Kalau mengingat kembali profil mantan istri Attar, dan beberapa mahasiswi yang menggemarinya, maka Farah tidak menduga bahwa Sofi adalah mantan pacarnya. Bukannya Sofi jelek sih. Perempuan itu memiliki kecantikan sendiri. Tapi tidak outstanding seperti mantan istri Attar. Anehnya, Attar justru terlihat lebih dekat dengan Sofi dibanding dengan mantan istrinya sendiri.

"Kenapa lirik-lirik? Naksir?" tegur Attar tiba-tiba. Membuat Farah tergeragap saat menjawab.

Attar terkekeh melihat kegugupan Farah.

"Saya cuma mau bilang makasih, Pak," kata Farah ngeles. "Bapak sudah bantuin saya banget. Tadi saya dapat banyak masukan dari Bu Sofi. Dapet beberapa nomer kontak juga yang kemungkinan bisa dijadikan narasumber."

"Alhamdulillah kalau bisa membantu proposalmu," jawab Attar sambil tersenyum santai, masih masih memandangi jalanan di hadapannya.

"Bapak dan Bu Sofi berteman akrab ya kayaknya?" tanya Farah, nekat mengorek gosip.

Attar tidak segera menjawab. Ia bergumam sesaat sebelum berkata, "Kami pernah pacaran dulu."

Aha! Persis sama seperti cerita Sofi.

"Biasanya setelah putus, dua orang bisa jadi musuh. Untungnya Sofia masih mau berteman sama saya, meski kami nggak terlalu dekat lagi sekarang. Suaminya agak posesif dan cemburuan soalnya."

Farah tertawa kecil mendengar penjelasan Attar.

"Kenapa ketawa?"

"Kebayang sih Pak. Laki-laki mana yang nggak cemburu kalau istrinya dekat sama mantannya yang ganteng kayak Bapak."

"Wah! Itu pujian? Terima kasih lho."

Attar mengatakannya dengan santai, sambil tertawa ringan. Membuat Farah tetap merasa nyaman.

"Ngomong-ngomong, gosipnya Bapak sedang mengajukan professorship?" tanya Farah, mengalihkan topik pembicaraan.

"Oh iya. Mahasiswa juga tahu ya?"

"Tahu dong, Pak."

"Doain ya. Sekarang masih penilaian di Dewan Guru Besar Universitas."

"Pasti dong Pak. Semoga lancar proses kenaikan pangkatnya. Bentar lagi saya harus panggil Prof. Attar dong? Ga bisa seenaknya manggil Pak Attar lagi."

"Lebay kamu," jawab Attar lalu tertawa. Membuat Farah ikut terkekeh. "Oiya, hari Minggu nanti, setelah mengajar Ahsan, jadi menemani ke toko buku? Sudah minta ijin orangtua Farah?"

"Eh?"

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top