43. Lunch
Farah terkekeh ketika melihat anak lelaki itu bersandar lemas di kursinya, kekenyangan.
"Nyerah?" tanya Farah.
"Full, Kak," jawab Ahsan dengan ekspresi seperti mengibarkan bendera putih.
Farah dan Attar tertawa bersamaan melihat Ahsan yang mengusap-usap perutnya.
Setelah beberapa kali mereka berencana makan bersama dan selalu gagal, ketika akhirnya hari itu mereka berhasil makan bersama, Ahsan sangat antusias. Begitu masuk restoran all-you-can-eat itu, Ahsan langsung mengincar semua dessert yang tersedia. Itu mengapa, baru 30 menit mereka di sana, Ahsan sudah kekenyangan.
Berbeda dengan Ahsan, Farah memakai strategi lain. Sebagai anak kuliahan dengan duit jajan pas-pasan, ini baru kali kedua Farah makan di restoran all-you-can-eat. Pertama kali dulu, ia makan di restoran seperti itu karena ditraktir Erlang. Saking antusiasnya, kala itu Farah seperti Ahsan yang terlalu bersemangat mengambil semua makanan di awal, lalu kekenyangan hanya dalam waktu singkat. Kali ini Farah tidak ingin melakukan kebodohan serupa.
Begitu set makanan datang bersama semangkuk nasi, ia menyingkirkan nasi tersebut agar tidak mubadzir jika hanya dimakan sebagian. Lagipula, Farah tidak berniat makan nasi. Dia bisa makan nasi setiap saat. Tapi tidak setiap saat ia bisa menikmati daging dan seafood tanpa batas seperti saat ini. Jadi kali ini dia hanya fokus mengambil makanan-makanan enak dan mahal yang tidak bisa puas dinikmatinya tiap hari. Erlang memang sering membawakan bahan makanan mahal dari restorannya ke rumah Farah sih, tapi kan porsinya tidak pernah sebanyak ini dalam sekali sajian.
Duh Far! Kenapa dari tadi inget-inget Om Erlang melulu sih?!, maki Farah pada dirinya sendiri.
Demi mengalihkan pikirannya yang tiba-tiba teringat Erlang, Farah mengaduk pot sukiyaki di hadapannya dan menemukan isinya yang tinggal sedikit.
"Bapak mau udang?" tanya Farah pada Attar.
Ia menemukan beberapa potong udang, cumi dan daging yang berenang di dalam kuah tomyam. Jadi sebelum menambahkan bahan-bahan baru lainnya, ia harus mengambil bahan yang sudah matang terlebih dahulu dari panci tersebut.
"Boleh," jawab Attar.
"Saya ambilin, Pak," kata Farah sambil mengulurkan tangannya, meminta mangkuk Attar.
Attar menyerahkan mangkuknya pada Farah dan membiarkan gadis itu mengambilkan sup tomyam dengan berbagai isian yang sudah direbus. Ia mengucapkan terima kasih saat Farah meletakkan mangkuk itu di hadapannya, dan gadis itu membalasnya dengan senyuman.
"Saya mau ambil lagi. Bapak mau nitip diambilin apa?" tanya Farah sambil bersiap berdiri.
"Apa saja yang kamu suka. Saya ikut," jawab Attar.
Gadis itu tersenyum kembali sebelum pergi dengan bersemangat dan kembali dengan membawa sejumlah piring. Gadis itu memasukkan beberapa sayuran, daging dan seafood ke dalam kuah kaldu dan kuah tomyam. Lalu menyisakan beberapa porsi daging dan seafood untuk di-grill.
Khusyuk, Farah mencelupkan irisan daging sapi dan ayam, dan potongan udang, cumi, ikan ke dalam saus marinasi sebelum memanggangnya. Ia membolak-balik potongan-potongan tersebut beberapa kali sebelum yakin semuanya matang.
"Saya ambilin ya Pak," kata Farah sambil mengambil piring di hadapan Attar, lalu mengisinya dengan banyak daging dan seafood.
"Dari tadi, kamu lebih semangat ngambilin makanan buat saya, daripada buat kamu sendiri," kata Attar memperhatikan.
Farah terkekeh sambil meletakkan piring yang sudah diisinya ke hadapan Attar. Lalu ia mengisi piringnya sendiri dengan daging dan seafood juga. Setelah mengecek rebusan yang sudah matang, Farah kembali mengambilkan untuk Attar dan untuk dirinya sendiri, sebelum ia kembali makan.
"Saya senang melihat kamu makan banyak," kata Attar kemudian, ketika Farah mulai menyuap makanannya lagi. Setelah beberapa bulan melihat wajah gadis itu yang selalu kelelahan dan seperti kurang makan, wajah Farah kini tampak lebih segar dan sehat.
"Aduh maaf, saya kayak orang kelaperan yang udah sebulan belum makan ya Pak?" tanya Farah polos.
Attar tertawa kecil. Gadis itu tidak tampak menjaga image di hadapannya, dan tidak malu-malu menunjukkan bahwa dirinya bisa makan banyak. Tidak seperti kebanyakan perempuan yang lebih sering terlihat malu makan banyak.
"Kamu tadi pagi sengaja nggak sarapan?" tanya Attar iseng menggoda.
"Lho? Ketahuan ya Pak?" jawab Farah tanpa malu-malu.
Lalu mereka kembali tertawa bersama.
"Saya makan banyak atau sedikit, Bapak tetap harus membayar seharga yang sama. Jadi ini saya bantuin Bapak supaya nggak rugi."
"Iya deh, iya."
"Pokoknya Bapak nggak bakal nyesel deh ngajak mahasiswa kayak saya makan di sini. Nggak bakal rugi," kata Farah. Bukannya malu karena dibilang banyak makan, gadis itu malah jumawa.
"Sekarang sudah bukan mahasiswa lagi dong. Sebentar lagi sudah kerja dan jadi wanita karier," jawab Attar.
"Kak Farah tempat kerjanya jauh ya Kak?" celetuk Ahsan yang duduk di sampingnya, tiba-tiba. Anak itu kini sudah kuat duduk tegap kembali.
"Hmmm... "
"Kata Papa, tempat kerja Kak Farah jauh. Makanya Kak Farah nggak bisa ngajar Ahsan lagi," lanjut anak itu.
"Lumayan sih..."
"Kak Farah kapan balik ke sini lagi?"
"Belum tahu sih. Tapi kalau lebaran, Kak Farah pasti pulang."
"Lebaran? Lama bener! What if i miss you, Kak?" Lalu tiba-tiba anak lelaki itu menggelendot manja di lengan Farah.
Farah meletakkan sumpitnya lalu lengannya melingkari tubuh anak itu.
"Kita bisa telponan atau video call setiap hari," kata Farah menawarkan.
"No. That's too much," tolak Ahsan. "Aku sibuk, Kak. Nggak bisa telpon Kak Farah tiap hari."
Farah terkekeh. Anak SD jaman sekarang sibuk ya Bund. "Kalau gitu tiap Rabu dan Minggu?"
Ahsan tampak berpikir sejenak sebelum mengangguk dan tersenyum. "That sound like a plan."
"Deal! Kalau gitu Rabu dan Minggu ya. Kak Farah akan telpon. Memastikan Ahsan belajar sama Kak Hanun dengan benar."
Ahsan manyun lagi. Diingatkan pada jadwal lesnya.
"Kak Hanun nggak suka bikin eksperimen-eksperimen seru," keluh Ahsan.
"Tapi Kak Hanun pinter gambar kan?"
"Iya sih! Gambar robotnya bagus-bagus, Kak!"
Farah tertawa melihat naik-turun ekspresi Ahsan. Dalam sedetik anak itu merengut, sedetik kemudian sudah bersemangat lagi.
"Nanti Kak Farah bilang ke Kak Hanun supaya bikin eksperimen-eksperimen yang banyak buat Ahsan ya," kata Farah kemudian.
"Thank you Kak!" kata Ahsan sambil memeluk Farah. "I'll miss you!"
"I'll miss you too!" jawab Farah sambil membalas pelukan anak itu dan membelai rambutnya.
"Gimana kalau kita bikin perjanjian?" celetuk Attar, tiba-tiba nimbrung dalam percakapan mereka. Membuat Farah dan Ahsan menoleh padanya. "Kalau nilai Ahsan semester ini bagus, akhir tahun nanti kita ke tempat kerja Kak Farah. Sekalian liburan."
"Deal!" jawab Ahsan cepat. Terlalu cepat bahkan, karena bahkan Farah masih menatap Attar sambil melongo.
Barusan, maksudnya Pak Attar mau nyamperin gue?, Farah membatin.
"Aku pasti jadi juara 1 lagi! Jadi bisa cepet ketemu Kak Farah!" kata Ahsan penuh tekad.
Farah terkekeh sambil menepuk-nepuk bahu anak itu.
"Ahsan sayang banget sama Kak Farah?" tanya Attar.
"Iya dong! Sayaaaanggg banget, Pa!"
Jawaban spontan Ahsan itu membuat hati Farah menghangat.
Gemas, Farah melepaskan pelukannya pada Ahsan, lalu menarik kedua pipi anak itu. "Kecil-kecil kok pinter ngerayu banget sih kamu, San! Kak Farah kan jadi makin sayang."
Ahsan terkekeh."Anak siapa dulu dong! Anak Papa!" jawabnya jumawa.
"Hei! Papa nggak pernah ngerayu ya!" Attar memprotes anaknya dengan cepat.
"Kata temen-temenku, anak laki-laki bisa disukai banyak anak perempuan kalau pintar ngerayu?" kata Ahsan dengan wajah polosnya.
Heh! Obrolan anak SD macam apa itu?!, pikir Farah takjub.
"Kata Kak Hanun, banyak anak perempuan yang suka sama Papa. Berarti Papa pintar ngerayu kan?"
Sontak, tanpa bisa ditahan, Farah tertawa mendengar teori Ahsan. Anak itu pasti mendengar saat Farah dan Hanun sedang bergosip tentang kegantengan dan popularitas Attar sembari menunggu Ahsan menyelesaikan PRnya waktu itu. Lalu ia menggabungkan gosip itu dengan informasi dari temannya. Lalu jadilah teori suka-suka seperti itu.
"Makanya aku harus pinter ngerayu juga. Supaya Kak Farah sayang sama aku," lanjut Ahsan, tanpa rasa berdosa. Padahal wajah ayahnya sudah malu tidak karuan.
Farah tertawa makin lebar mendengar celoteh Ahsan dan memerhatikan wajah Attar yang salah tingkah. Sampai kemudian seseorang datang ke meja mereka.
"Aku abis belanja. Kebetulan lewat dan lihat kalian dari jendela etalase. Kalian belum selesai makan kan? Aku gabung ya? Kebetulan belum makan siang."
"Mama!" sambut Ahsan antusias.
Anak itu segera turun dari kursinya, lalu menggamit lengan ibunya, dan mengajaknya duduk di hadapannya, bersebelahan dengan ayahnya.
Wanita itu tersenyum lebar menerima sambutan hangat anaknya. Farah mengangguk dan tersenyum sopan pada wanita itu. Sementara Attar kembali fokus pada makanan di hadapannya.
"Habis," kata Attar sambil mengulurkan mangkuknya yang kosong pada Farah.
Tanggap, gadis itu langsung meraih mengkuk di tangan dosennya dan mengisinya kembali dengan sayuran dan daging rebus yang sudah matang di dalam kuah tomyam.
"Makasih," kata Attar ketika menerima mangkuk itu lagi dari Farah, sambil tersenyum.
Dan tentu saja hal itu tidak luput dari perhatian wanita yang duduk di sampingnya, meski ia tampak fokus mendengarkan celoteh anaknya tentang rencana mengunjungi Farah di tempat kerjanya yang baru.
* * *
Fans Om Erlang mana suaranya~~~~? Chapter mendatang mau ketemu Om kan? Vote n komen yuks!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top