4. Someone From The Past (2)
"Cantik."
Dalam benak Farah, ia menghitung sudah 5 kali ia mendengar kata-kata itu diucapkan padanya. Dan gadis mana sih yang tidak senang dipuji cantik? Apalagi jika yang memuji adalah orang yang disukainya. Ibarat balon gas, dia bisa melambung terbang kalau tidak diikat.
Sama seperti Farah kali itu. Kalau bukan karena terikat oleh kesadaran tentang alasan dibalik pujian lelaki itu, tentu dirinya sudah terbang seperti Bibi Marge dalam film Harry Potter.
Jadi, sambil menahan pipinya agar tidak merona, Farah sekuat diri berusaha menampilkan wajah juteknya ketika bertanya, "Ini kenapa baju dan dandananku mesti kayak gini sih Om?"
Lelaki yang sedang mengendarai mobil di sampingnya hanya melirik sekilas sebelum kembali menatap jalanan di depannya, sambil balik bertanya, "Lho kenapa memangnya? Kan cantik."
Enam kali, pikir Farah menghitung.
"Om Erlang!"
Akhirnya Farah hanya bisa menggeram tidak puas. Dia sudah punya dugaan sih sebenarnya, kenapa kali itu Erlang meminta -- atau nyaris memaksa-- menemaninya menghadiri sebuah acara pernikahan. Apalagi ketika Erlang menjemputnya terlalu pagi dan sengaja membawa Farah ke sebuah salon dan butik kenalannya.
Ada tiga kemungkinan alasan yang terpikir oleh Farah: ini adalah pernikahan mantan pacar Erlang, atau Erlang sedang menghindari seseorang yang juga akan menjadi tamu pada acara tersebut, atau Erlang ingin membuat seseorang cemburu. Alasan yang manapun, Farah tahu perannya kali ini hanya sebagai kamuflase atau figuran.
Pahit, pahit, pahit, pikir Farah miris.
* * *
"Aduh, ini terlalu ketat nggak sih Om?"
"Nggak."
"Kayaknya terlalu terbuka deh, Om."
"Nggak."
Hari memang sudah menjelang tengah hari ketika mereka sampai di gedung acara dan keluar dari dalam mobilnya yang ber-AC. Dan matahari memang sedang sangat cerah hari itu. Jadi wajar saja kalau Erlang merasa gerah. Tapi bahkan dirinya sendiri sadar, bahwa rasa gerah yang dirasakannya bukan semata karena matahari yang meninggi, tapi juga karena hal lain.
Tubuh Farah yang bergerak-gerak tidak nyaman saat membenahi pakaiannya sambil mematut diri di kaca jendela mobil, hal itu yang membuat Erlang merasa gerah.
Dia baru sadar bahwa gadis itu sudah bukan remaja lagi.
Mengenal Farah sejak anak itu masih bayi, membuat Erlang nyaris lupa bahwa sekarang gadis itu sudah dewasa, sudah 21 tahun. Dan melihat Farah membenahi kebayanya, membuat Erlang sadar bahwa tubuh gadis itu sudah tumbuh sedemikian rupa, yang tidak dibayangkannya sebelumnya. Gadis setinggi 170 cm itu tidak kurus, tapi juga tidak gemuk. Tubuhnya berisi di bagian yang pas, menghasilkan lekuk tubuh yang proporsional.
Ia sebenarnya tidak menduga Farah bisa terlihat secantik dan.... se-sexy itu. Erlang terbiasa melihat gadis itu menggunakan kaos/blouse longgar dengan celana panjang/rok selutut. Sehingga dia tidak pernah menyadari bentuk tubuh Farah yang sebenarnya. Kali itu, ketika Farah memakai kebaya pas badan, barulah Erlang menyadari bahwa gadis kecil yang selama ini di dekatnya sudah tumbuh menjadi perempuan dengan lekuk tubuh yang menarik. Wajar saja jika sekarang gadis itu nampak kurang nyaman dengan kebayanya.
Saat mengantarkan Farah ke salon dan butik milik Luna, Erlang hanya berpesan untuk mendandani Farah agar tidak terlalu kelihatan seperti mahasiswa. Tapi ternyata temannya itu lebih hebat dibanding yang diduganya. Luna mampu melihat yang selama ini tidak dilihat Erlang dari diri Farah, dan menonjolkannya dengan luar biasa. Farah bukan hanya tidak lagi terlihat seperti mahasiswa, tapi justru terlihat sangat dewasa dan.... menggoda.
Hari itu Luna memilihkan kebaya pink yang melekat pas di tubuh Farah, menonjolkan semua lekuk tubuh Farah yang selama ini tersembunyi. Model kebaya off shoulder membuat bahu gadis itu terbuka. Kebaya itu juga memiliki potongan leher rendah dan bagian punggung yang agak terbuka. Kain lilit sepanjang lutut dan high heels membuat Erlang bisa melihat betis jenjang gadis itu. Luna juga meminta hairdressernya menata rambut panjang dan ikal Farah agar terurai sebagian menutupi bahu kanannya yang terbuka. Riasan Farah membuatnya tampak dewasa, namun juga lembut dan tidak berlebihan. Jika diringkas, outfit pilihan Luna kali itu memperlihatkan sekaligus menyembunyikan sebagian kecantikan pemakainya, membuat yang melihat hanya akan makin penasaran.
Termasuk Erlang.
Ia harus menahan diri agar tidak tampak jelas ketika kesulitan menelan ludahnya saat memperhatikan penampilan Farah kali itu.
"Om, aku nggak pede nih. Aku nunggu di mobil aja ya Om?" cicit Farah, memohon dengan menggemaskan.
Tentu saja ide itu ditolak Erlang. Buat apa dia membayar Luna mahal-mahal kalau hasil karya seindah ini hanya berakhir di dalam mobil.
"You look gorgeous! Trust me!" kata Erlang akhirnya.
Ia meletakkan telapak tangannya di punggung Farah yang tidak tertutup kebaya, mendorong gadis itu untuk melangkah maju, bersamanya memasuki gedung resepsi. Sentuhan tanpa pembatas kain itu menghantarkan arus listrik di sekujur tubuh Farah, membuat gadis itu akhirnya menurut, bagai kerbau yang dicucuk hidungnya.
Yang Farah tidak tahu, arus listrik yang menghipnotis itu bukan hanya dirinya saja yang merasakan.
Erlang barangkali sudah terbiasa dipeluk atau dirangkul oleh Farah. Tapi baru kali ini ia menyentuh bagian tubuh Farah yang biasanya tertutup, skin-to-skin. Menyebabkan gelenyar aneh pada dirinya.
Hanya wajah Farah yang sangat mirip dengan ibunya lah yang membuat Erlang teringat pada perempuan yang sudah menganggapnya sebagai adik itu. Memaksa Erlang untuk mengembalikan akal sehatnya ketika menatap Farah.
* * *
Sepertinya resepsi kali itu bukan resepsi pernikahan mantan pacarnya Erlang. Demikian Farah menyimpulkan. Karena Erlang tampak akrab dengan pengantin lelaki, dan sepertinya tidak benar-benar mengenal pengantin perempuan. Berarti Erlang membawanya kemari bukan untuk dipamerkan pada mantan pacarnya yang baru menikah.
Mereka baru saja menghabiskan pasta yang disajikan salah satu gubuk, saat tiba-tiba sikap Erlang berubah jadi aneh ketika seorang perempuan menghampirinya. Farah menduga bahwa inilah alasan sebenarnya Erlang mengajaknya kemari dan mendandaninya seperti ini.
"Farah, kenalin, ini Sheryl. Sher, kenalin, ini Farah." Anehnya, Erlang memperkenalkan dirinya kepada perempuan bernama Sheryl itu sambil memeluk pinggulnya dengan posesif. Membuat Farah harus menahan diri untuk tidak berjengit karena geli dan gelenyar aneh di perutnya.
Perempuan bernama Sheryl itu mengulurkan tangannya dan menyebutkan namanya sambil menilai penampilan Farah.
Farah sendiri tentu saja balas menilai perempuan itu. Meski tidak setinggi dirinya, perempuan itu tidak bisa disebut pendek. Wajahnya cantik, sekaligus tegas dan percaya diri. Dia juga tampak anggun dengan gaun selutut warna hijau tosca yang digunakannya.
"Pacarnya Mas Angga ya?" tanya perempuan itu, sambil melirik tangan Erlang yang bertengger di pinggul Farah.
Farah tahu bahwa selain oleh keluarganya, Erlang memang biasa dipanggil Angga oleh temannya yang lain. Entah kenapa dulu ibunya mulai memanggil lelaki itu Erlang, sehingga hingga kini seluruh keluarganya memanggil lelaki itu Erlang.
Karena itulah Farah tidak kaget lagi saat Sheryl menyebut nama Angga. Yang membuatnya tidak segera menjawab pertanyaan Sheryl adalah karena dia tidak mengerti harus menjawab apa. Jika memang dugaannya tentang alasan Erlang mengajaknya kesini benar, apakah memang dirinya harus mengaku sebagai pacar lelaki itu?
Tapi sebelum Farah sempat menjawab, lelaki di sisinya itu sudah lebih dulu menjawab, "Seperti yang kamu lihat." Lelaki itu juga mengeratkan rengkuhannya di pinggul Farah, mengirimkan gelenyar aneh itu lagi ke perut Farah.
Sheryl mengangguk tenang dan tersenyum. Meski Farah dapat menangkap senyum yang tidak ramah dari perempuan itu.
"Mas Angga sudah ngasih selamat ke mereka?" tanya Sheryl lagi sambil mengerling pasangan pengantin.
"Sudah, barusan."
"Kalau gitu saya pamit dulu, Mas. Mau ngasih selamat dulu ke mereka."
Erlang mengangguk, mempersilakan perempuan itu pamit.
Berusaha agar tidak terlalu kentara, Farah menghela napas lega ketika perempuan itu pergi. Tatapan mata perempuan yang cemburu memang bisa sangat mengintimidasi. Ckckck.
Tapi baru saja Farah merasa lega, tiba-tiba sebuah suara yang tidak asing terdengar memanggil namanya dan nama Erlang. Ia dan Erlang menoleh ke arah datangnya suara itu. Seorang perempuan lain dengan jarak 10 langkah terlihat berjalan menghampiri mereka.
Sontak Erlang melepaskan tangannya dari pinggul Farah. Dan meski saat awal Erlang menyentuhnya disana ia merasa risih, tapi kini saat lelaki itu melepaskan pinggulnya Farah merasa ada yang hilang dari dirinya.
"Tante Lydia?" refleks Farah menyebutkan nama itu ketika menyadari siapa perempuan yang menghampiri mereka.
* * *
Yuhuuuuu ada yang inget Lydia?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top