34. (bukan) Pengakuan

Faradiba: Assalamualaikum Pak. Mohon maaf, saya mau mengabari, bahwa dokter sdh membolehkan saya pulang hari ini. Terima kasih byk sdh menolong saya, Pak 🙏🏻

Attar: Alhamdulillah sudah boleh pulang. Nanti pulang sama Faris?

Faradiba: Faris baru pulang sekolah sore, Pak. Saya keluar RS siang ini.

Attar: Dijemput ibu?

Faradiba: Mama masih marah sama saya, Pak.

Attar: Kalau gitu, saya jemput ya?

Faradiba : Eh? Nggak usah, Pak. Makasih. Om Erlang sudah jemput.

Attar: Oh, okay. Kalau gitu, smg cepat sembuh ya.

Faradiba : Terima kasih Pak 🙏🏻

Attar meletakkan ponselnya dan berdecih. Sebenarnya apa lagi yang dia harapkan. Andaipun dugaannya benar bahwa Farah dan Erlang, yang ternyata adalah ayah dari janin Farah yang gugur, sempat berselisih hingga Farah tidak mau meminta pertanggungjawaban Erlang, tapi jelas kejadian kemarin membuat mereka berdua bersama kembali.

Sekarang Attar merasa bodoh karena menawarkan diri untuk menjemput Farah pulang dari RS. Tentu saja tawarannya itu tidak berguna. Sudah ada lelaki itu di samping Farah. Dirinya sudah pasti tidak diperlukan.

Attar mengingatkan dirinya, bahwa dia harus tahu batasan. Dia tidak boleh lagi melewati batasan tersebut.

* * *

Sambil membantu Farah berkemas untuk pulang, Erlang melihat gadis itu berbalas pesan dengan seseorang. Ia melirik, dan mendapati nama Attar di ponsel gadis itu.

"Kamu dekat banget sama dosen kamu itu ya?" tanya Erlang spontan. Meski sudah berusaha cool, tapi intonasi kepo dan sinis dalam suaranya tidak bisa ditutupi.

Farah menutup aplikasi pesannya dan menurunkan ponselnya.

"Pak Attar?"

"Iya."

"Beliau yang berkali-kali nolong aku pas aku pingsan. Beliau yang pertama kali tahu aku hamil. Beliau juga yang bawa aku kesini pas aku pendarahan."

"Nggak sekalian, dia juga yang mau bertanggung jawab atas kehamilan kamu?" sindir Erlang sinis.

"Beliau memang menawarkan itu."

Erlang memutar lehernya dengan kecepatan tinggi. Untung lehernya tidak terkilir. Ia lalu memandang Farah dengan ngeri.

"Kamu nggak menerima tawaran itu kan?"

Farah enggan menjawab. Ia hanya memalingkan wajah.

Erlang menutup tas ransel Farah setelah mengemasi pakaian gadis itu. Ia lalu duduk di sisi ranjang Farah.

"Mulai sekarang, biar aku yang jaga kamu, Far," kata Erlang sambil menyentuh jemari Farah.

Tapi Farah segera menarik tangannya, menjauhkannya dari tangan Erlang.

Justru kalau ada Om, aku nggak yakin bisa jaga diri.

Meski sebagian dirinya merasa marah pada Erlang, tapi sebagian dirinya yang lain menyadari bahwa dia masih mencintai lelaki itu. Budak cinta banget kan dia, sampai bisa setolol itu? Tapi dengan semua hal yang pernah terjadi diantara mereka, dan setelah tahu perasaan Erlang pada ibunya, Farah tahu hubungan mereka tidak akan sama lagi.

Kalaupun sekarang Erlang bersikap baik padanya dan menjaganya di rumah sakit, Farah sadar, itu pasti karena lelaki itu merasa bersalah dan bertanggung jawab atas kehamilannya. Tidak lebih. Dan Farah tidak mau menyakiti hatinya lebih dari ini. Jadi dia sudah bertekad akan menjauh dari Erlang. Dan kini, dengan tidak adanya lagi bayi Erlang di kandungannya, Farah tidak punya ikatan apapun lagi dengan lelaki itu. Tidak ada lagi alasan baginya untuk tetap dekat dengan lelaki itu.

* * *

Setelah berminggu-minggu gadis itu menghindarinya, Erlang kira kini Farah sudah bisa menerima kehadirannya kembali. Gadis itu sudah membiarkannya menjaga di rumah sakit. Gadis itu juga sudah tidak lagi menggunakan kata "saya". Itu kemajuan yang baik bagi Erlang. Tapi ternyata, Erlang belum bisa mendekat lebih dari itu.

Bahkan setelah seharian ia menemani Farah di rumah sakit, dan mengantarnya pulang, gadis itu tetap tidak mengijinkannya untuk menunggu di rumahnya hingga Fariha atau Faris pulang. Gadis itu berkeras agar Erlang segera pulang saja.

Padahal Farah yang dulu selalu senang berlama-lama menghabiskan waktu dengannya dan sangat senang menggelayut manja di lengannya. Bahkan hingga gadis itu dewasa. Jadi ketika kini Farah menarik diri sedemikian rupa, Erlang baru merasa kehilangan sosok manja itu.

Erlang tidak menyalahkan sikap Farah. Mengingat apa yang sudah dilakukannya pada gadis itu, sangat wajar jika Farah menjaga jarak darinya. Tapi meski ia memahami, ia tetap merindukan sikap Farah yang dulu.

Sekarang, jika ia ingin hubungan mereka kembali lagi seperti dulu, tentu banyak usaha yang harus dilakukannya.

Eh? Seperti dulu? Om dan keponakan?

Tiba-tiba saja Erlang tidak lagi ingin hubungannya dan Farah seperti dulu.

Meski belum yakin, ia menginginkan hubungan seperti apa, yang jelas ia ingin menjadi orang yang bisa diandalkan oleh Farah. Sehingga gadis itu tidak lagi bergantung pada laki-laki lain. Seperti Attar, misalnya.

* * *

Makin dekat dengan waktu pulang kerja ibunya, Farah makin panik. Tapi di saat yang sama, ia juga ingin segera bertemu ibunya. Ia ingin minta maaf. Dari cerita Faris, ia tahu bahwa ibunya merasa sangat kecewa padanya. Farah sangat mengerti alasannya. Ibu mana yang tidak akan marah dan kecewa saat tahu bahwa anaknya telah hamil di luar nikah.

Jadi ketika ia membukakan pintu untuk ibunya yang pulang mengajar, dan mendapati ibunya melengos saja mengabaikan dirinya, Farah buru-buru mengejarnya.

"Ma... maafin Farah...." kata Farah. Ia meraih tangan ibunya, menciumnya takzim dan meminta maaf dengan mata berkaca-kaca.

Ibu Farah menepis tangan puterinya. Tapi Farah sama berkerasnya, dan meraih tangan ibunya kembali.

"Ma... " kata Farah merengek.

Biasanya ibunya akan mudah luluh kalau Farah sudah merengek. Tapi kali itu wajah ibunya tetap keras.

"Tega banget kamu, Far!" kata sang ibu, dengan suara pelan tapi bergetar. "Papa baru aja meninggal. Dan kamu, bukannya banyak-banyak berdoa buat Papa, malah berbuat maksiat."

Farah jatuh berlutut di hadapan ibunya. "Maaf, Ma. Maafin Farah..." Kali itu matanya tidak hanya berkaca-kaca, tapi sudah banjir.

"Apa kamu dipaksa? Diperkosa?" tanya sang ibu, kali ini suaranya melunak.

Farah tadinya ingin mengangguk saja, supaya segalanya lebih mudah. Supaya ibunya mau memaafkannya. Tapi Farah tidak tega membohongi ibunya lebih jauh lagi. Jadi dia terpaksa menggeleng.

"Jadi kamu melakukannya dengan sadar?" tanya ibu Farah. Kali ini intonasi suaranya kembali naik. "Kok kamu tega, Far, sama Mama, sama Papa..." lalu beliau mengenyahkan tangan Farah dan menghempaskan diri di kursi makan.

Ibu Farah menumpukan kedua tangannya di atas meja makan, lalu menutupi wajahnya yang kini mulai menangis, dengan kedua telapak tangannya. Farah segera menyusul, duduk di hadapan ibunya.

"Kurang apa selama ini Mama sama Papa mendidik kamu, Far? Kenapa kamu tega berbuat seperti itu? Apa kamu nggak mikirin perasaan Mama sama Papa? Kamu itu panutannya Faris. Tapi dengan perbuatan kamu sekarang, dia kecewa. Mungkin dia nggak menunjukkannya, tapi dia kecewa, Far. Mama dan Faris kecewa. Papa juga pasti kecewa."

Mendengarkan semua perkataan ibunya yang dikatakan sambil berurai air mata, air mata Farah juga makin deras mengalir.

"Kapan itu terjadi? Apa saat kamu sering nginep-nginep di kos teman-temanmu menjelang sidang?"

Farah menggeleng.

"Siapa orangnya? Siapa ayah dari anak itu?" tanya sang ibu kemudian.

Farah masih diam, menunduk sambil menangis.

"Bilang ke Mama, siapa orangnya?! Dia harus bertanggung jawab."

"Tapi bayi itu udah nggak ada, Ma," jawab Farah. "Kalau ada yang harus bertanggung jawab, itu Farah sendiri, Ma. Farah yang salah. Maafin Farah, Ma..."

"Pacar kamu?!"

Farah menggeleng.

"Atau jangan-jangan dosen kamu itu ya?"

"Dosen siapa?"

"Pak Attar."

"Ma...."

"Mama kenal Farah, anak yang baik. Jarang kemana-mana selain kuliah, belajar kelompok, atau ngajar privat. Jadi dimana lagi dan dengan siapa lagi kamu bisa melakukan hal itu? Apa mungkin laki-laki itu adalah Pak Attar? Saat kamu di rumahnya? Dia maksa kamu, karena berkuasa sebagai dosen? Kalau memang dia, Farah nggak perlu takut mengaku. Mama akan .... "

"Ma!" potong Farah dengan cepat.

"Kamu melindungi dia karena dia dosen kamu? Mama bisa melaporkan perbuatannya dan merusak reputasinya sebagai dosen!"

Farah memandang ngeri. Dia tidak bisa membiarkan nama Attar tercemar. Apalagi saat ini pria itu sedang dalam proses mengajukan jabatan Profesor. Tidak boleh ada skandal sekecil apapun, atau proses kenaikan jabatannya akan terhambat.

"Bukan Pak Attar, Ma," Farah segera mengklarifikasi. "Beliau malah banyak nolong Farah."

"Kalau bukan dia, jadi siapa?"

Farah kembali menunduk dan diam. Keterdiaman Farah itu membuat ibunya frustasi.

"Farah!"

"Nggak penting siapa orangnya, Ma. Farah udah keguguran."

"Tapi dia tetap harus bertanggung jawab. Dia harus tetap menikahi kamu."

"Farah nggak mau. Buat apa, Ma?"

"Buat apa?!" kali ini ibu Farah membentak. "Kamu pikir masih ada laki-laki yang mau nikah sama kamu di masa depan, setelah kamu nggak perawan lagi?"

Farah membuka mulutnya, ingin membantah. Tapi ia menutupnya kembali. Meski pahit, kata-kata ibunya tidak salah. Di masa ini, meski pergaulan makin bebas dan katanya banyak orang sudah tidak lagi terlalu mementingkan keperawanan saat akan menikah, nyatanya masih beredar luas slogan sialan "main-main boleh sama siapa saja, tapi nikah tetep harus sama yang masih perawan". Slogan yang tidak adil, karena hal tersebut tidak bisa diberlakukan pada keperjakaan seorang laki-laki. Padahal ketidak-perawanan seorang perempuan bisa saja terjadi karena banyak alasan di luar kuasa perempuan tersebut.

"Siapa laki-laki itu, Far?" tanya ibunya sekali lagi.

Farah kembali diam.

"Kenapa kamu melindungi dia?"

Farah makin mengkerut dan menunduk.

"Terserah kamu!" kata ibu Farah akhirnya, membentak dengan habis sabar. "Jangan harap Mama mau maafin kamu kalau kamu nggak mau mengaku siapa laki-laki yang harus bertanggung jawab itu."

"Ma...."

Kemudian tanpa menunggu pembelaan Farah lagi, ibunya bangkit dari duduknya dan meninggalkan Farah, masuk ke kamarnya, lalu menutup pintunya dengan keras.

Tangis Farah pecah kembali saat itu juga. Apakah hanya itu satu-satunya cara mendapatkan maaf dari ibunya? Dengan mengakui siapa laki-laki itu?

* * *

Siapa yg kzl sm Farah? Apa sih susahnya mengakui pelakunya? Bukannya malah enak, langsung dikawinin sama laki-laki yang udah lama dia cinta?

Dasar perempuan, ribet banget mikirnya!

Apa sih alasan Farah nggak mau keluarganya tahu tentang Erlang?

Eh, atau harusnya tadi bilang aja bahwa yg menghamilinya adl Pak Attar ya, jadi bisa langsung dikawinin sama pak dosen. Hihihi.

Payah ah Farah!




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top