2. Bucin

Selamat tahun baru 2024, Kakak2!
Semoga di tahun 2024 ini Kakak2 sekeluarga selalu sehat, makin sukses n lancar berkah rejekinya.

Terima kasih sudah setia dan sll mendukung saya selama ini 😘😘

* * *

"Wah Om! Ini enak banget!" puji Farah dengan wajah berbinar ketika mencicipi rasa sup yang sedang diaduknya.

"Pinter kamu masaknya."

Lelaki yang berdiri di sisi Farah, sambil menata salmon yang sudah di-grill pada 2 piring, balas memuji gadis itu.

Tapi alih-alih senang karena dipuji, Farah justru mencebik.

"Om Erlang nyindir? Aku kan cuma motong-motong bumbu dan ngaduk-ngaduk doang," protes Farah.

Lelaki itu, Erlang, tertawa puas.

"Boerenkool soup kalau nggak diaduk dengan benar, tekstur dan rasanya nggak akan bisa seenak itu," kata Erlang, ngeles.

Tentu saja Farah tidak percaya. Tapi dia membiarkan lelaki itu berusaha menghiburnya.

"Parah banget deh. Soal masak-memasak, aku justru kalah dibanding Om yang laki-laki," Farah menggerutu pada dirinya sendiri.

"Memangnya kamu yakin kalau kamu perempuan?" ejek Erlang sambil menuang saus di atas salmonnya.

"Astaga, Om!" pekik Farah. "Perlu bukti?"

Farah bersiap membuka kancing blouse-nya, membuktikan bahwa dirinya benar-benar perempuan. Sok berani, padahal cuma menggertak. Berharap Erlang yang waras dan memalingkan wajahnya. Tapi ternyata Erlang sama sintingnya. Lelaki itu malah makin fokus pada bagian dada Farah.

"Buka terus!" Erlang jelas tahu bahwa Farah hanya menggertak. Maka Erlang justru makin menantang.

Respon Erlang itu membuat Farah manyun. Akhirnya gadis itu menyerah, menghentakkan kakinya dengan kesal. Membuat Erlang tertawa puas karena sudah berhasil menggodanya.

"Playboy dasar!" cibir Farah. "Digituin bukannya risih, malah minta nambah."

Erlang tertawa. Kemudian lelaki itu melangkah mendekati Farah. Farah bahkan tidak siap karena Erlang baru berhenti ketika ujung jari kaki mereka sudah bertemu, dan lelaki itu menunduk. Membuat jarak antara wajah mereka sangat dekat.

Terkesiap, Farah memundurkan tubuhnya secara mendadak, membuat dirinya oleng. Beruntung Erlang segera menangkap pinggang gadis itu dengan tangan kirinya.

Tapi hal itu justru membuat jantung Farah berdebar-debar.

"Jangan melakukan hal kayak gitu lagi di depan laki-laki lain," kata Erlang memperingatkan dengan suara rendah. "Mereka bisa memaksa meminta lebih."

Dengan tangan kanannya Erlang memutar kompor hingga apinya mati. Ia lalu melepaskan pinggang Farah perlahan dan menunggu sampai gadis itu menyeimbangkan berdirinya.

"Boerenkool soup-nya sudah matang. Taruh di mangkuk," perintah Erlang.

Lelaki itu kemudian pergi dari dapur sambil membawa dua piring grilled salmon bersamanya.

Setelahnya, Farah sibuk menarik dan menghembuskan nafas beberapa kali. Mencoba menenangkan degupan jantungnya yang tidak terkendali. Kalau dia begini terus, dia bisa mati muda, pikirnya.

* * *

"Enak!" puji Farah sekali lagi, ketika rasa saus grilled salmon menyebar di mulutnya. "Om Erlang emang jago masak."

Farah tidak bohong. Airlangga Kamanjaya memang pintar sekali memasak. Berkat kesukaannya memasak, Erlang sudah membuka tiga restoran fussion food Eropa-Asia di Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Bandung, satu restoran masakan Indonesia, serta satu kafe Korea di dekat sebuah kampus di Depok. Tentu saja dia tidak memasak langsung di restoran tersebut. Dia hanya mengelolanya. Tapi dia kerap memberikan ide-ide menu kepada para kokinya.

Tiap kali Erlang mendapat ide menu baru untuk restorannya, ia pasti mengundang Farah untuk mencobanya. Bukan hanya satu-dua kali, tapi Erlang sudah sering sekali memasak untuk Farah.

Farah biasanya hanya membantunya mengupas bawang, memotong wortel atau menghabiskan masakannya. Erlang bilang, ada dua hal yang membuatnya senang memasak. Pertama, karena dia senang makan. Kedua, karena dia senang melihat Farah makan. Dia bisa sangat hilang kendali saat memasak. Dia bisa memasak lima jenis makanan dengan porsi besar. Lalu dengan semena-mena ia akan menjadikan Farah kambing hitam. Seperti sekarang, contohnya.

"Syukurlah kalau enak," kata Erlang, "Kamu harus bertanggung jawab!"

"Dih! Emangnya aku menghamili siapa?" balas Farah. Meski ia tahu, maksud Erlang adalah agar ia bertanggung jawab menghabiskan semua masakannya.

Erlang hanya tertawa sambil menyodorkan semua masakannya ke depan muka Farah, menyuruh gadis itu menghabiskannya.

"Tapi ini bukan menu baru untuk restoran Om kan?" tanya Farah, mencoba mengingat. "Kayaknya Om pernah masakin menu ini buat Farah juga setahun lalu."

Erlang mengangguk. "Betul. Grilled salmon, boerenkool soup dan salad tuna ini udah masuk ke menu restoran Om kok."

Berarti kali ini Erlang mengundang Farah makan di rumahnya bukan sebagai tester menu barunya. Pasti ada maunya yang lain nih.

"Aku dikasih makan makanan enak dan mahal gini, bakal disuruh ngapain nih Om?" tanya Farah lugas.

Erlang terkekeh karena maksud terselubungnya ketahuan. Sementara Farah, tahu bahwa dirinya tidak akan bisa menolak permintaan lelaki itu. Semua ini gara-gara kebucinan kronis yang dideritanya.

Gadis-gadis lain mengalami cinta pertama ketika mereka beranjak remaja. Itu mengapa ibu Farah bingung sendiri karena sampai usia 20 tahun ini Farah belum juga mengenalkan seorang lelakipun padanya. Bukannya Farah terlambat mengalami cinta pertama, gadis justru sudah merasakannya jauh sebelum gadis-gadis lain. Farah hanya tidak berani bilang pada ibunya. Farah bahkan tidak berani bilang pada laki-laki itu. Mungkin Farah memang tidak perlu bilang pada keduanya. Toh orangtuanya sudah mengenal lelaki itu, dan lelaki itu pasti sudah menyadari perasaan Farah, meski tidak tepat seperti yang dia rasakan.

Sejak pertama kali Farah bisa mengingat, Farah sudah jatuh cinta pada Erlang. Jadi kalau mau bicara soal cinta pertama, dialah orangnya. Sampai Farah sebesar ini sekarang, belum ada laki-laki lain yang berhasil menggeser posisinya di hati gadis itu. Farah tidak tahu sampai kapan perasaan ini bertahan, meski ia sudah tahu bahwa hubungan mereka yang seperti ini tidak bisa bertahan selamanya.

* * *

Gedung itu memang merupakan bagian dari gedung di universitas tempat Farah kuliah. Tapi karena gedung pusat riset yang sering menjadi tempat rapat para dosen lintas jurusan, dan tidak berada di fakultasnya, Farah agak kesulitan menemukan tempat yang ditujunya. Baru lima menit setelah memasuki gedung itu, ia menemukan seseorang yang dicarinya berdiri di dekat pintu masuk sebuah ruangan, sedang berbincang dengan seseorang.

Farah tahu, bahwa tidak sopan menyela pembicaraan seseorang. Tapi ia membutuhkan lelaki itu segera. Jadi dia memberanikan diri untuk menyela obrolan kedua orang itu.

"Selamat siang, Pak Attar," sapa Farah sopan, sambil membungkukkan badan sekilas kepada lelaki yang dipanggilnya Attar. Ia melakukan hal yang sama pada perempuan yang sedang bicara dengan Attar, dan dibalas dengan senyum oleh perempuan itu.

"Eh, Farah!"

Sebelumnya, Farah memang sudah mengiriminya pesan singkat, dan meminta ijin bertemu karena ada dokumen yang sedang dibutuhkannya segera dan memerlukan tandatangan Attar. Sehingga Attar tidak terlalu kaget lagi ketika melihat Farah disana.

"Sebentar ya, Sofia," kata Attar pada perempuan yang tadi sedang ngobrol dengannya.

"Iya, Bang," jawab Sofi, sambil mengangguk.

Refleks saja, Farah merasa tertarik dengan lawan bicara Attar. Sepertinya kedua orang ini cukup dekat, jika dilihat dari cara mereka saling memanggil. Kalau sampai mahasiswi fans Attar tahu, mereka pasti patah hati.

Attar kemudian menyingkir menuju sebuah kursi panjang di koridor. Farah mengikutinya dengan cepat.

"Maaf saya mengganggu, Bapak. Tapi saya butuh tandatangan Bapak untuk mengajukan perpanjangan beasiswa. Saya baru dapat info bahwa mendadak deadlinenya dipercepat jadi sore ini. Maaf jadi mengganggu Bapak pas rapat," kata Farah. Sambil mengikuti Attar, ia mengambil sebuah map berisi beberapa berkas di dalamnya. Lalu ketika Attar sudah duduk di kursi panjang, Farah dengan cepat menyerahkan berkas tersebut kepada Attar.

Farah memang bukan mahasiswa Teknik Arsitektur. Dia adalah mahasiswa Teknik Industri. Tapi karena Attar adalah Manajer Kemahasiswaan Fakultas Teknis, tandatangannya dibutuhkan oleh mahasiswa yang mengajukan beasiswa, terutama beasiswa eksternal.

Keluarga Farah sebenarnya bukan keluarga yang kekurangan secara finansial. Tapi juga tidak berlebihan. Oleh karena itu, beasiswa yang diperjuangkan Farah ini, yany dapat membayar seluruh uang kuliahnya, sangat membantu keuangan keluarga mereka. Untuk jajan dan ongkos ke kampus, pekerjaan sampingan Farah sebagai guru les juga sangat lumayan. Orangtua Farah bersyukur karenanya, sehingga mereka bisa menabung lebih banyak untuk adik Farah yang masih SMA.

Attar mengambil berkas beasiswa Farah, membacanya, lalu menandatanganinya. "Nggak apa-apa," jawab Attar santai.

Farah tersenyum.

"Nanti sore ngajar Ahsan lagi kan?" tanya Attar mengenai jadwal les putera tunggalnya.

"Iya, Pak," jawab Farah.

"Kalau gitu, pulang bareng saya saja. Saya sudah selesai rapat jam 4."

"Boleh nebeng nih Pak?" tanya Farah, diiringi senyum semringah.

"Kan barusan saya yang nawarin."

"Hehehe, makasih banyak Pak."

Attar selesai menandatangani berkas beasiswa Farah dan mengembalikan map itu kepada gadis itu.

"Oiya Pak, hari Minggu ini, saya ijin ga menemani Ahsan dulu ya Pak. Kalau Bapak nggak keberatan, apa boleh diganti jadi hari Sabtu?" tanya Farah.

"Hari Sabtu sebenarnya kami ada rencana lain. Tapi kalau Farah bisa mengajar jam 8-10, mungkin bisa."

"Jam 7 pagi juga bisa Pak!" jawab Farah cepat.

Attar tertawa. Lalu mengangguk.

Pantes banyak fansnya, emang ganteng sih, pikir Farah, tapi tetep gantengan om Erlang dong.

"Kamu mau kemana memangnya hari Minggu?" Attar menanyakan itu hanya iseng saja, basa-basi. Tapi karena tiba-tiba wajah Farah merona, Attar jadi ingin menggoda. "Pacaran?"

"Nggak kok, Pak," jawab Farah. Tapi Attar kan bukan anak kemarin sore. Dia jelas tahu bahwa terkaannya tidak meleset jauh.

"Yasudah. Nanti ketemu di halte Teknik jam 4.15 ya," kata Attar.

Tadinya ia ingin melanjutkan menggoda Farah. Tapi Sofia sudah memberi kode, menunjuk ruang rapat, bahwa rapat akan segera dimulai kembali. Jadi Attar terpaksa menahannya untuk nanti.

"Siap Pak!" jawab Farah sambil cengengesan.

Dia bersyukur juga Attar tidak terlalu kepo. Sebab dia bingung juga menjelaskannya, kenapa dia harus mengorbankan jadwal mengajar lesnya demi permintaan aneh Erlan.

Susah memang kalau sudah bucin begini.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top