18. Gelap
Sesuai dugaan, bab kemarin dipenuhi oleh emak2 yang ngamuk-ngamuk dan gadis2 yg protes dengan kelakuan om Erlang. Ada yang manggil "burung" sampai ada yang nggak mau menyebutkan nama om Erlang lagi. Hihihi. Pukpukpuk om Erlang yang kehilangan beberapa fansnya. Syukurlah masih ada bbrp yang tetap setia menanti om Erlang insyaf. Jadi mari kita terus optimis dan tidak patah semangat!!!
Dibalik adegan ena-ena yang bikin penulis stres nulisnya, yang dinikmati sebagian orang dan dicaci sebagian yang lain, ada beberapa hal yang dapat kita ambil hikmahnya:
1. Lelaki sebaik apapun dan perempuan sepintar apapun tetaplah dua kutub yang berbeda, yang secara natural akan saling tarik menarik saat jarak keduanya berada pada medan magnet.
Yang namanya bisikan syaiton itu aluuusss banget. Makanya jangan suka mancing2 laki-laki selugu apapun dia menurut kamu, dan jangan mudah terbawa bujuk rayu perempuan. Juga, meski kita sudah merasa dekat dg seseorang seperti layaknya keluarga/sodara, selama dia bukan mahram, ada batas-batas yang harus dijaga. Pokoknya hindari berduaan dengan yang bukan muhrim deh.
2. Mudah bagi kita untuk menyukai dan mendukung seseorang yang baik, pintar, cantik/tampan, mapan, sopan, menawan, perawan. Tapi bagaimana kalau kita tahu bahwa orang tersebut punya kekurangan atau pernah melakukan kesalahan fatal dalam hidupnya? Akankah kita langsung menghakiminya berdasarkan satu dosa tersebut, atau apakah kita bisa tetap melihatnya sebagai manusia, sebagai pribadi yang utuh yang memiliki kelebihan/kebaikan dan juga kekurangan/kesalahan?
Sebenernya ada 1 lagi hidden message yg mau saya sampaikan di cerita ini sih. Tapi kalau dibahas skrg, nanti jadi spoiler. Jadi nanti aja deh dibahasnya hehehe.
Makasih Kakak2 yg udh vote n komen. Vote n komen lagi yg banyak yuk, biar bab selanjutnya cepet di-update.
* * *
Ini pasti mimpi.
Hal itu yang terus diputar ulang di kepala Erlang ketika melajukan mobilnya pulang ke rumahnya. Dia sudah menganggap Farah sebagai keponakannya sendiri, jadi dia tidak mungkin melakukan hal biadab itu pada gadis itu kan?
Tapi halus kulit gadis itu, lembut dan manis bibirnya, hangat nafasnya, dan suaranya yang mendesah pelan di bawah dirinya... kenapa semua itu terasa sangat nyata?
Dan Erlang tidak bisa lagi menampik kenyataan itu ketika ia melihat bekas gigitan di bahunya dan luka cakar di punggungnya. Semua itu menegaskan bahwa kejadian itu nyata. Bahwa dia sudah melakukan hal bejat itu pada gadis yang mempercayainya sebagai om.
Lalu tiba-tiba ingatan lain menghantamnya. Ingatan tentang betapa sulitnya ia memasuki gadis itu hingga ia harus bergerak dengan kasar dan keras untuk memaksa masuk. Dia pasti sudah sangat menyakiti gadis itu. Terlebih, dia sudah mengambil sesuatu yang paling berharga bagi seorang perempuan.
Kamu brengsek, Angga! Bangsat! Setan!
Erlang jatuh terduduk sambil mencengkeram rambutnya. Frustasi dan menyesal. Sumpah serapah kepada dirinya sendiri menggema dalam batinnya.
Dan setelah semua yang dia lakukan pada gadis itu, dia pergi begitu saja! Tanpa penjelasan apapun. Melarikan diri.
Bajingan! Pengecut!
Sekali lagi dia mengutuki dirinya sendiri.
Dan setelah semua yang dia lakukan kepada gadis itu, bagaimana kini dia berani bertemu dengan keluarga itu... dengan gadis itu?
* * *
Diantara semua tempat, kenapa dirinya akhirnya berada disini?
Koridor putih berbau antiseptik. Di depan ruangan bertuliskan Intensive Care Unit. Pada waktu sepagi itu. Langit memang sudah terang, tapi embun masih membasahi rerumputan dan suhu masih teramat dingin.
Erlang masuk ke ruangan tersebut setelah meminta ijin kepada perawat yang berjaga. Lalu duduk di kursi yang tersedia di sisi tempat tidur, dimana seseorang lelaki terbaring dengan tenang dengan beberapa peralatan medis yang terhubung ke tubuhnya.
Erlang menatap wajah lelaki yang terbaring di hadapannya itu. Lelaki dengan beberapa helai rambut yang mulai memutih, dengan wajah yang tenang. Andai lelaki itu dalam keadaan sadar, Erlang tentu tidak berani berhadapan dengannya. Tidak, setelah apa yang telah dilakukannya pada puteri sulung lelaki itu semalam.
Erlang mendekatkan tubuhnya pada lelaki itu, dengan menumpukan lengannya pada kasur. Lalu berbisik.
"Aku minta maaf, Mas. Aku minta maaf. Maafin aku..."
Dengan terus menundukkan kepala di hadapan lelaki yang terbaring itu, Erlang terus mengulang permintaan maafnya. Ini satu-satunya kesempatannya meminta maaf saat ini. Setelah ini, rasanya dia belum sanggup berhadapan dengan anggota keluarga lain dari lelaki ini.
Pengecut sekali bukan dirinya? Di saat harusnya ia menemui gadis yang telah ditidurinya semalam, menjelaskan banyak hal dan menyatakan siap bertanggung jawab, tapi yang dilakukannya malah melarikan diri.
Air mata mulai mengalir seiring permohonan maaf yang berulang kali dibisikkannya kepada lelaki itu. Sampai akhirnya ketika tiba-tiba Erlang mendengar bunyi yang tidak biasa dari alat pendeteksi denyut jantung yang tersambung ke tubuh lelaki itu. Tubuh yang terbaring tersebut juga tampak bergerak, seperti kesulitan bernafas.
Kepanikan tiba-tiba melanda Erlang. Dengan segera ia hendak memanggil perawat atau dokter jaga. Tapi sebelum ia sempat memanggil paramedis, mereka sudah memasuki ruang tersebut dengan segera. Sejumlah alat pemantau detak jantung dan pemantau pernafasan yang terpasang pada tubuh lelaki itu, pada sisi lain memang terhubung dengan ruang jaga paramedis, sehingga mereka bisa terus memantau keadaan para pasien.
"Bapak adalah adiknya pasien kan?" tanya sang dokter jaga. Beberapa kali Erlang memang bertemu dengan dokter ini ketika menemani ibunya Farah menjaga pasien tersebut. "Bisa tolong minta istri pasien kemari? Kami akan tangani pasien segera disini."
* * *
Farah tertidur hanya sesaat. Itupun hanya karena kelelahan setelah menangis semalaman. Tapi mimpi buruk yang dialaminya membuatnya terbangun hanya dua jam setelah tertidur.
Perlahan Farah bangkit. Dan sontak, kondisinya yang tanpa busana, beberapa tanda merah di beberapa bagian tubuhnya yang biasanya tertutup pakaian, bercak merah yang tertinggal di kasusnya serta rasa perih di area diantara kedua pahanya, menyadarkannya bahwa yang dialaminya semalam adalah nyata. Bukan sekedar mimpi buruk.
Lalu pagi itupun ia mulai dengan suara isak tangis.
Bukan hanya menyesali yang terjadi, dia juga menangisi sikap Erlang yang mencampakkannya begitu saja. Tapi di sisi lain, Farah mengingatkan dirinya sendiri, bahwa dirinya lah yang mengkonfrontir Erlang. Sehingga meski Farah sakit hati dengan perlakuan Erlang, Farah tidak bisa seratus persen menyalahkan lelaki itu. Dirinya juga punya andil dalam kesalahan tersebut.
Mereka berdua memang sebuah kesalahan.
Farah melalui pagi itu seperti orang linglung dan setengah sadar: membersihkan diri, merapikan kasur, mencuci dan menjemur seprai dan selimut... Lalu tiba-tiba sekarang dia sudah berada di koridor menuju ruang ICU di RS tempat ayah dan adiknya dirawat.
Farah tidak benar-benar sadar bagaimana caranya dirinya bisa sampai di RS tersebut, tapi yang jelas Farah memang tidak tahan berada di rumah. Terutama berada di kamarnya sendiri. Setiap sudut kamarnya mengingatkannya bahwa mereka adalah saksi kebodohannya semalam.
Farah tidak benar-benar berniat masuk menemui ayahnya. Karena dirinya merasa amat malu bertemu sang ayah, bahkan meski beliau masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Jadi dia hany berhenti dengan ragu di depan pintu bertuliskan ICU.
Tapi tiba-tiba dua paramedis berjalan tergesa dari arah koridor, membuka pintu ruang ICU dan dengan cepat melangkah masuk. Saat pintu itu dibuka, saat itulah Farah mendengar suara-suara panik dan kehebohan. Perasaan Farah langsung tidak enak.
Dari depan pintu ruang ICU, ia bisa melihat beberapa paramedis mengerumuni tubuh ayahnya yang terbaring pasrah. Mereka tampak sibuk mengerjakan dan memantau beberapa hal sekaligus. Dan jantung Farah langsung mencelos ketika melihat dua orang di sudut ruangan. Tidak jauh dari pintu masuk ICU tempat Farah berdiri sekarang. Ia mengenal kedua orang itu.
Sang perempuan adalah ibunya. Yang tampak histeris ingin mendekati ranjang tempat ayahnya terbaring. Dan sang lelaki yang saat ini sedang memeluk ibunya adalah lelaki yang sama dengan lelaki yang semalam memeluk dan menjelajahi tubuhnya.
"Mas Farhan! Bangun! Jangan tinggalin aku. Aku dan anak-anak nggak bisa tanpa kamu..." Farah mendengar suara ibunya merintih memanggil-manggil ayahnya.
Saat itulah Farah tahu bahwa kondisi ayahnya sedang kritis.
Ia ingin menghambur masuk dan menemui ayahnya, tapi kakinya seperti terpatri di depan pintu, tidak bisa bergerak.
Sementara suara peralatan medis dan percakapan panik paramedis membuat Farah makin ketakutan. Farah merasakan bahwa ibunya juga merasakan hal yang sama, karena bersamaan dengan kegiatan paramedis yang makin panik, ibunya juga ikut berteriak panik, seolah tahu apa yang akan terjadi.
Farah memaksakan kakinya untuk melangkah masuk. Tapi langsung terhenti ketika mendengar suara lelaki yang kini sedang memeluk ibunya dan berusaha menenangkannya.
"Mbak! Tenang dulu!" suara lelaki itu nyaris membentak.
"Mas Farhan, Lang! Mas Farhan.... Aku nggak bisa hidup tanpa dia..."
"Mbak tenang dulu! Dokter lagi berusaha."
"Mas Farhan!!!"
Ibu Farah tampak memberontak ingin mendekati ranjang ayahnya. Tapi lelaki itu lebih kuat menahannya. Dan sekonyong-konyong Farah mendengar suara lelaki itu membentak ibunya.
"Fariha!!! Riha!!! Dengar! Masih ada aku!"
Saat itu juga ibu Farah tampak luruh di lantai dan menangis tersedu, yang langsung ditangkap dan dipeluk oleh pria itu.
Far... riha.
Tadi malam, Farah mengira dirinya salah mendengar, akibat gelombang orgasme yang baru saja menerbangkannya. Tapi ternyata dia tidak salah mendengar.
Nama yang diucapkan lelaki itu saat mencapai puncaknya memang bukan namanya.
Tapi nama ibunya....
Bersamaan dengan kesadaran yang menghantamnya itu, salah satu mesin yang terpasang pada tubuh ayahnya membuat suara panjang yang memekakkan telinga. Dari sinetron-sinetron, Farah tahu arti bunyi panjang yang tidak lagi beritme itu.
Pegangan tangannya pada pintu ruang ICU terlepas sehingga ruangan itu tertutup lagi di depan mukanya. Dan Farah jatuh terduduk disana. Menangis.
Ia tidak tahu mana yang paling membuatnya menangis. Kepergian ayahnya, penyesalan akan kebodohannya semalam, atau fakta tentang perasaan lelaki - - - yang dicintainya dan telah ia beri yang paling berharga dari dirinya - - - terhadap ibunya.
Lalu dunia Farah menjadi gelap gulita.
* * *
Sampai di bab ini, survey dulu yuk.
Berapa orang yang masih #TimErlang?
Berapa orang yang #TimAttar?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top