17+

Bab ke-17, khusus buat yang 17+.
Udah dikasih warning lho ya.
Dedek gemesh dan Kakak2 yang nggak suka baca adegan dewasa, harap menyingkir dulu.

* * *

Farah sekuat tenaga mengatupkan bibirnya, menahan suara-suara yang sejak tadi sebenarnya mendesak keluar dari bibirnya, akibat perlakuan lelaki itu di seluruh tubuhnya. Sebagian akal sehatnya yang tersisa masih memerintahkannya untuk tidak mendesah karena akan membuatnya makin terlihat murahan.

Farah tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaannya saat ini. Ini pengalaman pertamanya disentuh seintim ini oleh seorang lelaki. Ia merasa gamang dan takut. Tapi di sisi lain, ia juga tidak berani mundur karena dirinya sendirilah yang pada awalnya memprovokasi Erlang.

Ritme sentuhan bibir, lidah dan jemari Erlang pada kedua bagian tubuhnya yang paling sensitif membuat Farah merasa bingung. Ada rasa yang makin mendesak, membuatnya merasa harus berhenti, tapi di saat yang sama membuatnya ingin segera menggapai rasa itu. Dan ketika badai itu datang, ia menerjang, memberinya rasa puas dan menggulung semua akal sehat Farah.

Farah masih terbaring lelah, dengan mata terpejam dan nafas terengah, ketika mendengar denting ikat pinggang yang dibuka. Lalu sebelum kesadarannya kembali, dia sudah merasakan kedua kakinya dilebarkan, dan lelaki itu menempatkan dirinya diantaranya.

Mata Farah terbuka dan menatap dengan bingung, ketika mendapati sebuah wajah maskulin tepat 5 cm di hadapannya. Nafas hangat pria itu membelai kulit wajah Farah.

"Cantik..." lelaki itu mendesis.

Farah mengerjap ketika tangan lelaki itu bergerak naik, dari paha, ke pinggul, perut, lalu dadanya. Dan matanya mengerjap makin cepat ketika merasakan sesuatu yang keras menyapa bagian dirinya yang sudah basah.

"Jangan minta aku berhenti," kata sebuah suara berat.

Dan bagai terhipnotis, Farah menggeleng. Lelaki itu segera mengartikan gelengan itu sebagai tanda bahwa gadis itu memintanya untuk tidak berhenti.

Maka ia kembali mulai memilin puncak yang digenggamnya, dan melumat bibir ranum itu. Membuat gadis itu kewalahan dengan perasaannya sendiri, dan memastikan gadis itu tidak akan bisa menjerit, ketika akhirnya lelaki itu memasukinya dengan kasar.

Tanpa bisa dicegah, air mata Farah mengalir dengan deras. Meski ia tidak mengeluarkan suara isak tangis sedikitpun.

Erlang diam selama beberapa saat, sambil mengeringkan air mata Farah, dan mengecupi leher gadis itu. Membuat tubuh Farah yang awalnya kaku, kembali menggeliat.

Perlahan Erlang kembali bergerak. Makin lama dengan tempo yang makin cepat, sambil memeluk tubuh gadis itu dengan makin erat. Rasanya seluruh kulitnya kini bersentuhan dengan kulit gadis itu.

Farah masih merasakan nyeri itu. Tapi di saat yang sama dia juga mulai merasakan badai yang tadi menerjangnya, kini kembali mendekat seiring makin cepatnya tempo gerakan lelaki di atas tubuhnya itu.

Lelaki itu menyurukkan kepalanya ke sela bahu dan leher Farah yang telanjang ketika gerakannya mulai tidak beraturan. Di sisi lain, Farah merasakan badai itu akan datang sewaktu-waktu. Maka ia membenamkan wajahnya juga pada bahu kekar lelaki itu, dan refleks menggigit bahu dan mencakar punggung lelaki itu ketika badai itu menghantamnya.

Tidak lama kemudian Farah merasakan tubuh lelaki itu mengejang.

"Far..." Ia mendengar lelaki itu menggeram dengan keras, ".... riha."

Dan ia merasakan sesuatu yang hangat mengalir memenuhi dirinya, bersamaan dengan tubuh kokoh yang ambruk menindih dirinya.

Suara detik jarum jam terdengar lebih keras sekarang ketika semua indera mereka berdua teraktifkan dan segala sesuatu di sekitar mereka kembali hening. Suara nafas mereka yang masih memburu saling bersahutan ketika Erlang mengangkat tubuhnya yang menindih tubuh gadis itu, dan menahan tubuhnya dengan kedua lengannya.

Dalam temaram emergency lamp, kedua orang itu saling menatap. Erlang mengangkat tangan kirinya dan merapikan rambut Farah yang berantakan karenanya. Ia juga mengecup bahu telanjang gadis itu. Tepat saat itulah listrik kembali mengalir dan lampu kamar Farah kembali menyala, terang benderang.

Sekali lagi kedua orang itu bertatapan. Kali ini di bawah cahaya lampu yang terang. Erlang dapat melihat dengan jelas titik-titik keringat yang membasahi wajah, leher dan bahu Farah. Juga bibir ranum yang tadi dicumbunya. Dan mata yang menatapnya pasrah. Dan wajah yang...

"Om..."

Melihat wajah itu, kali ini di bawah penerangan yang jelas, dan mendengar panggilan itu, seketika Erlang merasa disengat listrik ribuan volt. Tubuhnya menegang.

"Brengsek!"

Lelaki itu memaki dengan keras. Farah tidak tahu makian itu ditujukan pada siapa. Di ruangan itu, hanya ada mereka berdua. Apa itu artinya Erlang sedang memaki Farah sebagai gadis brengsek?

Sontak Erlang menarik dirinya dari dalam diri Farah, tiba-tiba, dengan kecepatan yang membuat Farah kaget karena merasakan kekosongan yang mendadak.

Lalu dengan gerakan yang sama cepatnya Erlang turun dari tempat tidur dan menyambar selimut yang terjatuh di lantai dekat kaki tempat tidur Farah. Dengan cepat namun tanpa menoleh pada Farah, lelaki itu menyelimuti tubuh Farah yang tidak terlindung dari sehelai kainpun.

"Om?" hanya itu pertanyaan yang bisa diajukan Farah ketika lelaki itu berdiri memunggunginya, menaikkan dan menutup celana panjangnya tanpa sekalipun menoleh padanya.

Lalu tanpa peringatan, lelaki itu menyambar kemejanya yang tercecer di lantai dan berlari keluar kamar Farah. Selang beberapa detik kemudian bahkan Farah bisa mendengar suara pintu rumahnya terbuka lalu tertutup. Menandakan pria itu sudah pergi.

Bagian tubuh diantara kedua kakinya masih nyeri. Tapi rasa sakitnya tidak sebanding dengan rasa sakit dan sesak di dadanya.

Dengan meringkuk untuk meredakan nyeri di antara kakinya, Farah memeluk dirinya dan menangis penuh nestapa.

Apa yang telah lelaki itu lakukan pada dirinya?

Oh bukan! Bukan begitu.

Apa yang sudah kamu biarkan lelaki itu lakukan pada dirimu, Farah?, tanyanya marah kepada dirinya sendiri yang bodoh.

* * *

Bagi Kakak2 yang sudah membaca karya2 saya yang lain, pasti tahu bahwa pada novel ini pertama kalinya saya menulis adegan seperti ini. Ini pertama kalinya juga saya membuat lead male-nya bertingkah brengsek.

I challenged myself to write something beyond my comfort zone. And it's indeed uncomfortable for me.

Mungkin setelah ini saya akan mendapat banyak hujatan dari #TimAttar dan #TimErlang. Jadi saya akan melipir dulu sambil menunggu target vote dan komen tercapai.

Makasih Kakak2 yg tetep berkenan vote n komen, meski bab ini isinya somplaque dan mengecewakan.

So, what do you feel/think about this chapter?


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top