16. Electricity

Pada banyak cerita di novel-novel, digambarkan bahwa orang yang baru saja ditolak cintanya pasti ingin bisa segera lenyap dari muka bumi ini. Minimal, bisa segera melenyapkan diri dari hadapan orang yang sudah menolaknya. Entah berharap ET menculiknya, atau berharap bumi menelannya.

Begitu pula yang Farah inginkan.

Setelah dengan terang-terangan Erlang mengatakan dengan lugas bahwa lelaki itu hanya menganggap Farah sebagai keponakan, Farah sepenuh hati berharap bisa segera menghilang dari hadapan Erlang. Dia sudah tidak punya muka lagi. Andai saat itu tidak hujan deras, tentu Farah sudah meminta Erlang menghentikan mobilnya, dan ia memilih pulang sendiri.

Ironisnya, saat dirinya ingin menghilang, takdir justru membuatnya terjebak bersama pria itu lebih lama.

Ketika memasuki komplek perumahannya, lampu-lampu rumah para tetangga serta lampu jalanan mati. Suasana komplek perumahan itu menjadi sangat gelap. Barangkali hujan yang sangat lebat menyebabkan pemadaman listrik di wilayah setempat.

Farah memang sudah kuliah. Tapi soal gelap, ia tetap seperti anak SD. Ia masih takut gelap. Terutama karena rumah tetangga-tetangganya juga gelap. Hanya cahaya kecil dari masing-masing rumah, yang barangkali bersumber dari cahaya lilin, lampu minyak, atau emergency lamp.

"Malam ini kamu nginep di rumah Om aja, gimana?" Erlang menawarkan, setelah menghentikan mobilnya di depan pagar rumah Farah yang gelap gulita. Dia jelas tahu bahwa gadis itu takut gelap.

Tapi bagi Farah, tentu saja itu ide yang sangat buruk. Bagaimana ia harus bersikap semalaman di rumah lelaki yang baru saja menolaknya. Pasti akan canggung sekali.

Hujan masih terus turun. Tapi tidak selebat tadi. Hal itu membuat Farah optimis listrik akan segera mengalir kembali ke komplek perumahannya, sehingga ia menolak tawaran Erlang. Ia berencana akan menunggu di luar rumah saja sampai listrik kembali menyala.

Tapi Erlang tahu bahwa itu bukan ide bagus. Bagaimanapun gadis itu berusaha menutupinya, Erlang merasakan ketakutan di mata gadis itu. Akhirnya ia memutuskan untuk menemani Farah di dalam rumah hingga listrik menyala.

Farah awalnya ingin menolak. Tapi ia juga tahu diri bahwa dirinya membutuhkan kehadiran Erlang untuk mengusir rasa takutnya tinggal di rumah yang gelap. Ia pikir, listrik padam ini tidak akan lama, sehingga ia tidak akan menghabiskan waktu lama bersama pria itu. Setidaknya, bagi Farah, ini opsi yang lebih baik daripada menghabiskan malam dengan canggung di rumah Erlang.

Sialnya, selewat satu jam listrik tidak juga kembali menyala. Rumah Farah tidak lagi terlalu gelap karena Erlang sudah meletakkan emergency lamp, baik di ruang tamu maupun di kamar Farah. Meski demikian, bagi Farah yang takut gelap dan terbiasa membiarkan seluruh lampu di rumahnya menyala ketika ia tinggal sendiri, suasana remang-remang tersebut tetap mencekam. Itu mengapa setelah mengganti pakaiannya dengan piyama tidur, ia kembali ke ruang tamu dan memutuskan untuk menunggu listrik menyala di sana, bersama Erlang.

Suasana di antara mereka memang menjadi sangat canggung. Mereka hanya saling terdiam sambil menyesap teh hangat. Tapi bagi Farah, suasana tersebut masih lebih baik daripada suasana mencekam jika ia ditinggal sendirian di rumah yang gelap itu. Dan ketika mengingat hal tersebut, Farah berterima kasih pada Erlang. Meski lelaki itu sudah menolaknya, tapi setidaknya pria itu tetap mau membantu dan menemaninya di saat seperti ini.

Hujan di luar rumah terdengar makin lebat. Dan selewat satu jam listrik belum juga kembali menyala. Farah mulai memikirkan kemungkinan terburuk kalau malam ini harus ia lewati dalam gelap seperti ini. Ia tentu akan merasa lebih aman jika Erlang mau menemaninya sepanjang malam seperti ini. Tapi dia juga harus tahu diri untuk tidak terlalu merepotkan Erlang.

"Mati listriknya nggak jelas sampai kapan, Om..." kata Farah pelan. "Kalau Om mau pulang, nggak apa-apa."

"Kamu berani sendirian di rumah?" tanya Erlang sangsi, sambil meletakkan cangkir tehnya yang isinya sudah habis diminum.

Farah tidak yakin. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Barangkali nanti setelah Erlang pergi, ia akan menyiapkan beberapa cangkir kopi dan memutuskan terjaga di ruang tamu hingga listrik kembali menyala.

"... Iya."

Tidak perlu penerangan yang cukup bagi Erlang untuk mendeteksi ketakutan di mata dan suara Farah, meski gadis itu bersikap sok berani.

"Om tetap di sini sampai listrik menyala," kata Erlang, memutuskan dengan tegas.

Farah terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengucapkan terima kasih. Sungguh, meski canggung berada berduaan saja dengan Erlang setelah penolakan lelaki itu, tapi dalam hati Farah berterima kasih karena Erlang tetap bersikap baik padanya.

"Nggak perlu berterima kasih sama om send___"

Di bawah penerangan yang minim dari emergency lamp-pun, Erlang dapat segera mendeteksi perubahan raut wajah Farah.

"Maaf, maaf," lanjut Erlang, buru-buru. Ia tidak bisa mengoreksi kata-katanya. Jadi yang bisa dilakukannya hanya minta maaf.

Hati Farah kembali nyeri dan kecewa ketika lelaki itu mengulangi kembali kalimat keramat itu. Membuatnya kembali diingatkan pada penolakan lelaki itu di dalam mobil tadi. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa marah, karena itu sepenuhnya hak Erlang. Lagipula ia masih membutuhkan lelaki itu untuk menemaninya di malam yang gelap itu. Jadi Farah memutuskan untuk diam saja.

Mereka terus saling diam di ruang tamu yang remang-remang itu hingga beberapa lama. Tidak melakukan apa-apa membuat Farah jadi mudah mengantuk dan tanpa sadar kepalanya sudah terantuk-antuk.

"Kalau sudah ngantuk, tidur di kamar aja," perintah Erlang sambil menyentuh bahu Farah. Membuat gadis itu kembali tersadar dengan tatapan linglung.

Farah kemudian menggeleng. "Aku di sini aja Om."

"Takut tidur sendiri di kamar?"

Farah mengangguk. Tentu saja Farah merasa lebih aman tidur di ruang tamu. Meski tidak nyaman dan badannya pegal, tapi masih lebih baik daripada ketakutan di kamarnya sendirian.

"Om temani kalau gitu."

Farah hanya menatap lelah sambil menggeleng. Nemenin gimana? Nemenin tidur maksudnya?

Farah kembali bersandar di sofa ruang tamu. Dan Erlang memerhatikan gadis itu yang lama kelamaan kepalanya kembali jatuh.

Beruntung, sebelum kepala Farah benar-benar jatuh terkulai, Erlang sudah meraih tengkuk gadis itu. Dengan cepat ia meletakkan satu lengannya yang lain di bawah lutut Farah, dan membopongnya. Refleks, Farah terbangun dan minta diturunkan. Dia berkeras tidur di ruang tamu saja.

"Jangan banyak gerak. Nanti kita jatuh," kata Erlang memperingatkan, karena Farah terus meronta minta diturunkan dari gendongan.

"Tapi Om..." protes Farah dengan wajah merah. Berada sedekat ini dengan laki-laki yang sudah lama disukainya membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Dan Farah malu kalau sampai Erlang bisa mendengar debar jantungnya.

Posisi seperti itu bahkan membuat Farah bisa mendengar detak jantung Erlang. Dan itu membuat wajah Farah makin memerah.

Perlahan Erlang menurunkan Farah di tempat tidurnya. "Tidur aja. Jangan takut. Om disini, nggak kemana-mana," kata lelaki itu pelan, sambil membentangkan selimut menutupi tubuh Farah. Ia kemudian turun, dan duduk melantai di sisi tempat tidur Farah.

"Nanti Om masuk angin kalau semalaman duduk di lantai," kata Farah, khawatir.

Akhirnya Erlang bangkit, dan duduk di tepi tempat tidur Farah.

"Sekarang kamu tidur!" titah Erlang.

Tapi alih-alih bisa tidur, debaran jantung Farah justru memompakan darah ke seluruh tubuhnya, dan membuat matanya tidak lagi mengantuk. Duduk bersisian dengan Erlang di ruang tamu, dengan berada berduaan di dalam kamar seperti ini, memberi efek yang signifikan pada jantung Farah.

"Om... " panggil Farah lirih, beberapa saat setelah mereka saling diam.

"Hmmm?"

"Jangan terlalu baik sama Farah."

Erlang tidak segera menjawab. Tapi setelah beberapa saat ia bertanya, "Apa kamu merasa lebih baik kalau Om pergi?"

Dengan cepat Farah mengeluarkan tangannya dari balik selimut dan menggenggam tangan Erlang.

"Jangan tinggalin Farah," jawab gadis itu.

Itu adalah kalimat yang ambigu. Bagi Erlang, Farah sedang menahannya agar tidak meninggalkannya sendirian di rumah yang gelap itu. Tapi bagi Farah, dia memang tidak ingin Erlang meninggalkannya, bukan hanya di malam ini, tapi juga seterusnya. Bahkan meski lelaki itu sudah menolak cintanya. Tidak tahu malu, bukan?

"Om tetap di sini. Jangan takut," jawab Erlang sambil menggenggam tangan Farah yang menggenggam tangannya.

Dalam penerangan cahaya emergency lamp yang tidak seberapa, mereka saling menatap. Erlang melihat gadis itu menatapnya dengan sedih. Lalu kemudian perlahan gadis itu bangkit dari tidurnya, tanpa melepas genggaman tangannya. Membuat kini mereka duduk berhadapan, saling menatap dan menggenggam tangan satu sama lain.

"Farah harus gimana supaya Om nggak melihat Farah sebagai anak-anak lagi? Nggak menganggap Farah sebagai keponakan lagi?" tanya gadis itu sedih.

Erlang tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa membalas tatapan Farah dengan sama sedihnya, juga dengan perasaan bersalah.

Farah menggeser duduknya maju, mendekat pada Erlang.

"Aku bukan anak-anak atau remaja lagi, Om. Apa Om nggak bisa lihat aku sebagai perempuan dewasa yang mencintai Om?"

Erlang menggeleng. "Kamu pantas mendapat laki-laki yang lebih baik."

"Aku nggak mau laki-laki yang lebih baik. Aku mau Om."

Kemudian sekonyong-konyong Farah menangkup kedua pipi Erlang, lalu memajukan tubuhnya makin mendekat pada lelaki itu. Dan ia mencium bibirnya.

Ini pertama kalinya Farah berciuman. Dia tidak menduga rasanya akan memabukkan seperti itu. Telapak tangannya merasa tergelitik dengan rambut halus di sekitar rahang Erlang yang dicukur tiap pagi itu. Perutnya juga terasa melilit dengan sensasi yang menyenangkan, bahkan meski ia sadar Erlang tidak membalas ciumannya. Dia tidak tahu dari mana ia mendapatkan keberanian sefrontal itu tiba-tiba.

Tapi perasaan menyenangkan itu hanya sesaat. Spontan Erlang mendorong bahu Farah menjauh dan membuat ciuman mereka terlepas.

"Jangan Far!" Erlang membentak, meski dengan suara pelan. "Nanti kamu menyesal!"

Erlang bisa melihat gadis itu menatapnya dengan mata kecewa dan terluka. Tapi kemudian gadis itu malah beringsut makin maju.

Barangkali hatinya yang terluka justru membuat Farah berbuat nekat. Ia kembali maju dan memaksakan ciumannya pada Erlang.

Erlang kembali mendorong bahu Farah. Tapi entah karena dirinya hanya setengah hati, ia tidak mampu menjauhkan tubuh Farah dari tubuhnya.

Setelah beberapa detik ciumannya tidak juga berbalas, Farah melepaskan diri. Ia menatap kembali lelaki di hadapannya.

"Aku bukan anak kecil, Om..." kata Farah dengan mata berkaca-kaca.

Erlang tahu gadis di hadapannya bukan anak kecil lagi. Justru karena itulah Erlang berusaha keras menahan diri. Tapi kenapa gadis ini justru sekarang mengkonfrontirnya seperti ini?!

Bahkan sebelum Erlang mampu menjauhkan diri, gadis itu justru melakukan hal yang makin frontal.

"Om.... " Gadis itu meletakkan kedua telapak tangannya di dada Erlang. "...Erlang."

Nafas Erlang tercekat. Dalam penerangan emergency lamp yang remang-remang, wajah gadis di hadapannya membawanya kembali ke masa lalu. Dan suara itu, yang memanggilnya "Erlang", membuat jantung Erlang terpacu. Perempuan dengan wajah serupa ini yang pertama kali memanggilnya seperti itu. Dengan kenangan masa lalu yang menghantamnya itu, Erlang merasa gamang dan limbung.

Farah hampir merasa putus asa dan menyerah, ketika ia akhirnya menurunkan tangannya dari dada Erlang dan menarik diri. Tapi tiba-tiba saja Erlang justru berbalik menarik tubuhnya.

"Kamu yang minta..." kata lelaki itu dengan suara berat. Farah menatap mata lelaki di hadapannya, dan dia mendapati sinar mata dan tatapan yang berbeda dari yang pernah dilihatnya selama ini. "... Jangan menyesal."

Sebelum Farah menyadari maksud kata-kata Erlang, lelaki itu sudah melumat bibirnya. Mendorong Farah hingga terbaring di kasurnya, kini lelaki itu mendominasi. Tanpa jeda.

* * *

Apakah adegan 21+ akan berlanjut? Atau listrik akan menyala? Atau ada gangguan klakson (kayak Pak Haris haha)?

Yg nungguin lanjutannya, yuk vote n komen yg banyak.

Begitu target vote tercapai, langsung akan update bab berikutnya.

Love you Kakak2

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top