15. Hujan

Karena weekend, jadi re-post nya lebih sering deh. Semoga Kakak2 suka 😘😘

* * *

Farah bersyukur kali itu tidak bertindak keras kepala menolak pertolongan Erlang. Tidak lama setelah mobil Erlang keluar dari rumah sakit, hujan turun dengan lebat. Farah bisa membayangkan jika tadi dirinya berkeras naik ojek online, dengan intensitas hujan seperti ini, dirinya bisa basah kuyup seperti bebek kecebur empang, bahkan meski sudah memakai jas hujan.

Hujan yang deras di luar mobil, ditambah AC mobil, membuat Farah makin kedinginan. Ia memeluk dirinya dan menggosok-gosok lengannya dengan tangannya sendiri untuk menghangatkan diri.

"Dingin ya? Maaf Om nggak sedia jaket di mobil," kata Erlang sambil menaikkan suhu AC mobilnya.

"Nggak apa-apa, Om," jawab Farah.

Suasana di dalam mobil kembali hening. Hanya lagu-lagu dari radio yang terdengar pelan diantara derasnya hujan dan klakson mobil di sekitar mereka.

"Maaf ya, Om jadi repot nganterin aku, ujan-ujan dan macet gini. Makasih ya Om," kata Farah. Ia merasa tidak enak karena Erlang jadi terlibat kemacetan di tengah hujan deras ini karena dirinya.

"Apaan sih. Kayak sama siapa aja," sanggah Erlang.

Farah melihat Erlang melirik kepadanya. Dan Farah membalasnya dengan senyuman.

"Mana tega Om lihat kamu ujan-ujanan naik ojek. Kamu tuh udah Om anggap ponakan Om sendiri."

Detik juga senyum Farah langsung menghilang. Ia memalingkan wajahnya kembali, menatap hujan yang deras jatuh di kaca mobil.

Dia tidak suka tiap kali Erlang menganggapnya sebagai keponakan, padahal dirinya tidak pernah bisa menganggap Erlang sebagai paman. Dia tidak suka Erlang memperhatikan dan menjaganya hanya karena dirinya adalah anak dari orangtuanya, yang sudah dianggap Erlang sebagai kakak sendiri. Dia ingin Erlang melihatnya sebagai Farah, sebagai dirinya sendiri, sebagai seorang gadis. Bukan sebagai anak orangtuanya, atau sebagai keponakan.

"Skripsimu masih jalan terus kan?" tanya Erlang, kali ini memulai percakapan.

"Minggu ini belum lanjut bimbingan, Om. Tapi aku udah cerita tentang kondisi Papa dan Faris ke dosen pembimbingku. Alhamdulillah beliau mau ngerti. Jadi Farah diijinin kirim revisian via email dulu."

"Syukurlah kalau gitu," kata Erlang lega. "Om tahu, pasti berat berkonsentrasi nulis skripsi dengan kondisi keluarga kamu sekarang. Tapi sebisa mungkin, usahakan tetap lulus semester ini."

"Iya, Om."

"Dosen pembimbing skripsi kamu juga udah jenguk Papa dan Faris?"

"Belum Om. Emmm, atau mungkin memang nggak jenguk sih. Kemarin temen-temen skripsiku udah dateng jenguk, dan titip salam dari dospem. Jadi kayaknya dospem-ku ga bakal jenguk."

"Tapi Pak Attar yang bukan dosen pembimbing kamu malah jenguk segala?"

Farah tahu kemana arah pertanyaan Erlang barusan. Dari beberapa kali percakapan mereka, Farah selalu merasa bahwa Erlang tidak menyukai kedekatannya dengan Attar. Bahkan meski Farah telah berkali-kali mengklarifikasi bahwa dirinya dan Attar tidak pernah dekat secara personal, kecuali karena Attar adalah Manajer Kemahasiswaan di fakultasnya, tempatnya meminta tanda tangan tiap semester untuk perpanjangan beasiswa, dan ayah dari muridnya.

Karena tahu bahwa Erlang hanya akan nyinyir padanya, maka Farah malas menjawab pertanyaan Erlang. Tidak ada faedahnya juga mengklarifikasi tentang hubungannya dengan Attar, kalau Erlang sudah punya tuduhan sendiri.

Tapi tidak adanya jawaban dari Farah bukannya membuat Erlang berhenti, lelaki itu malah melanjutkan komentarnya tentang Attar.

"Jangan terlalu menanggapi kebaikannya, Far."

"Maksudnya?" tanya Farah. "Kalau Pak Attar baik sama aku, harus aku jutekin gitu?"

"Ya nggak harus jutek juga. Asal jangan terlalu ramah."

"Nggak jutek, tapi juga nggak ramah itu gimana maksudnya Om?"

"Ya intinya, kamu jangan sampai tergoda sama dia. Dan kamu jangan menggoda dia."

Farah menoleh dan menatap lelaki yang sedang menyetir di sebelahnya dengan tatapan tajam. "Menurut Om, aku ini cewek penggoda?"

"Eh?" Erlang dengan cepat mendeteksi perubahan intonasi pada suara Farah, dan mendapati gadis itu menatapnya dengan sengit. "Bukan itu maksud Om."

Masalahnya, tanpa kamu sengaja menggoda pun, kamu memang sudah menggoda bagi banyak laki-laki, gerutu Erlang dalam hati.

"Asal Om tahu, aku nggak pernah godain Pak Attar. Pak Attar juga nggak pernah godain aku," kata Farah sengit. "Aku nggak ngerti kenapa Om segitu nggak sukanya sama Pak Attar, padahal Om baru dua kali ketemu sama beliau."

"Kamu cuma belum sadar," kata Erlang. "Dia laki-laki dewasa. Sudah pernah menikah. Sudah banyak pengalaman. Dia menggoda perempuan bukan dengan cara yang sama dengan yang dilakukan cowok-cowok seusia kamu."

Farah menghela nafas. Mereka kembali lagi kepada percakapan seperti ini. Lagi-lagi asumsi Erlang.

"Lagian kalaupun Pak Attar mendekati aku, apa salahnya? Dia bukan suami orang."

"Tapi dia duda. Dan sudah punya anak."

"Dan apa masalahnya?"

"Kamu berhak dapat laki-laki yang lebih baik daripada dia."

"Laki-laki seperti apa contohnya? Seperti Om?!" tukas Farah, tidak sabar. "Om selalu melarang Farah pacaran. Alasannya karena belum lulus kuliah. Sekarang Farah udah hampir lulus, tapi Om tetep ngelarang Farah dekat sama cowok. Sekarang Om malah ngelarang Farah dekat sama Pak Attar, padahal kami sama sekali nggak dekat seperti yang Om duga. Jadi maksudnya aku harus sama laki-laki yang kayak gimana? Yang kayak Om? Om cemburu lihat Farah sama Pak Attar? Om naksir sama Farah?"

Dengan wajah merah, Farah memberanikan diri mengungkapkan rasa penasarannya. Dia mungkin akan dianggap ke-pede-an, mengira Erlang memiliki perasaan kepadanya. Tapi dirinya tidak bisa menahan diri untuk tidak menduga demikian.

"Jangan ngawur!" tolak Erlang cepat. Dan itu membuat hati Farah nyeri. "Om melakukan semua ini karena Om sayang sama kamu sebagai keponakan Om. Om nggak ingin kamu salah pilih, dan bikin orangtua kamu sedih."

"Tapi Farah bukan keponakan Om!" Farah membalas dengan sama cepatnya. Dia sudah berusaha agar tampak cool, tapi ternyata dia gagal. Karena pada detik berikutnya kalimat itu sudah meluncur begitu saja, tidak terkendali, dengan suara gemetar. "Farah nggak pernah menganggap Om sebagai pamannya Farah. Farah cinta sama Om Erlang!"

Pegangan Erlang pada setir mobilnya menegang. Ia berusaha tetap berkonsentrasi pada jalanan di depannya, tapi jujur saja konsentrasinya pecah akibat kalimat Farah barusan. Ia melirik gadis di sebelahnya dengan tatapan ngeri.

Melihat tatapan Erlang, Farah makin terluka. Apa dirinya semenjijikkan itu, sampai-sampai lelaki yang dicintainya mengernyit ketika mendengar pernyataan cinta darinya?

"Apa Om nggak bisa sekaliiii aja lihat Farah sebagai seorang perempuan? Perempuan yang jatuh cinta sama Om," pinta Farah lirih. Malu dan sedih karena ia punya firasat bahwa dia akan ditolak dan setelah ini hubungannya dengan Erlang tidak akan bisa sedekat sebelumnya, Farah menunduk. "Farah bukan ponakan Om..." lanjut gadis itu, sedih.

"Tapi kamu adalah anak ibu kamu..."

Farah tidak mengerti maksud perkataan Erlang. Dirinya memang anak orang tuanya. Trus memangnya kenapa? Pasti lagi-lagi itu hanya alasan Erlang saja untuk menolak dirinya. Sama seperti ketika Erlang selalu mengatakan berkali-kali bahwa lelaki itu menyayangi Farah sebagai keponakannya. Lelaki itu memang tidak pernah bisa menganggapnya lebih dari sekedar keponakan.

Bedanya, selama ini Farah belum pernah berterus terang tentang perasaannya kepada laki-laki itu. Tapi kali ini ia sudah memberanikan diri berterus terang dan lelaki itu berkeras menganggapnya sebagai keponakan. Itu merupakan suatu penolakan yang lugas. Farah tidak bisa lebih maju lagi. Dan sepertinya dia memang sudah tidak punya muka lagi di hadapan lelaki itu. Farah tahu, mulai saat ini hubungannya dengan lelaki itu tidak akan sama lagi. Lelaki itu mungkin akan menjauh, dan dirinya mungkin juga harus menjauh kalau tidak mau dianggap sebagai perempuan yang tidak tahu malu.

Farah membuang wajahnya ke kiri. Menyaksikan hujan masih turun dengan deras dari jendela kiri mobil. Seperti juga hujan di hatinya yang terluka. Dan air mata mulai mengaliri pipi gadis itu dalam diam.

* * *

Gimana perasaan #TimErlang setelah baca bab ini?

Lega, krn akhirnya Farah ngaku?

Sedih, krn Farah ditolak?

Atau ada perasaan lain?

#TimAttar harap tabah ya. Perasaan seseorang cuma bisa diperjuangkan, tapi nggak bisa dipaksakan kan. Ya kalo Farah cintanya sama Om Erlang, Pak Attar bisa apa?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top