14. Kwetiaw
"Saya jadi ngerepotin Bapak," kata Farah lemah, menunduk sambil meletakkan bokongnya di kursi panjang di koridor di depan ruang rawat Faris.
"Jangan mikir begitu. Saya nggak repot sama sekali. Saya mampir, sekalian pulang dari kampus." Lelaki di hadapannya ikut duduk di sisi Farah.
"Maaf juga ya Pak, mungkin seminggu ini saya belum bisa ngajar Ahsan dulu."
"Jangan mikirin itu dulu. Keluarga kamu lebih penting. Take your time, as much as you need."
"Makasih Pak. Makasih banyak."
Attar memerhatikan gadis di hadapannya dengan prihatin. Farah memang bukan tipe mahasiswa yang pecicilan, tapi gadis itu biasanya tampak ceria. Baru kali itu ia melihat wajah Farah yang kelelahan dan kuyu.
"Adik kamu kelihatan sudah membaik?"
"Alhamdulillah Pak. Lukanya nggak terlalu parah. Yang paling parah cedera di kaki. Tapi kata dokter, dalam sebulan sudah pulih. Luka di tempat lain bisa pulih lebih cepat."
Attar memang baru saja selesai membesuk adik Farah dan melihat bahwa keadaannya tidak terlalu parah. Pemuda itu juga menyambut kedatangannya dengan ramah.
"Ayah kamu gimana?"
Meski berusaha tampak biasa saja, Attar bisa melihat perubahan wajah Farah yang menjadi sendu.
"Belum sadar juga, Pak. Masih di ICU. Cedera di kepala Papa... berat." Suara gadis itu terdengar tercekat.
Baru saja Attar ingin mengucapkan kata-kata untuk menghibur, tapi gadis itu sudah keburu menangis duluan. Bukan tangisan tersedu-sedu. Hanya air mata yang sempat mengalir di sisi pipinya, yang buru-buru dihapusnya karena malu pada dosennya. Tapi pemandangan itu sudah dapat membuat Attar terenyuh.
"Maaf Pak, saya cengeng," kata Farah sambil menunduk, menghapus air matanya.
"It's okay. You have been so strong."
Air mata yang mengalir di pipi Farah membuat tangan Attar refleks terangkat untuk mengeringkannya. Tapi kemudian ia menahan diri, dan meletakkan tangannya di bahu gadis itu. Menepuk, berusaha menguatkan.
"Makanan yang tadi saya bawakan, jangan lupa dimakan. Kamu harus kuat, jangan sampai sakit," kata Attar kemudian.
Farah mengangguk dan mengeringkan air matanya. "Makasih banyak Pak."
"Itu kwetiau goreng Mang Yayat di kantin kampus. Kesukaan kamu. Jadi harus dimakan."
Farah baru saja akan bertanya, dari mana dosennya itu tahu makanan favoritnya di kantin kampus, ketika lelaki itu melanjutkan kalimatnya.
"Saya belikan dua porsi. Untuk kamu dan ibu kamu. Ibunya Farah menjaga disini juga kan?"
"Kami gantian, Pak. Sekarang Mama masih di rumah. Nanti malam baru giliran menjaga."
"Beliau datang jam berapa? Saya bisa menunggu sampai ibunya Farah datang, jadi Farah bisa pulang bareng saya."
"Eh?" Mata Farah membulat. "Nggak usah Pak. Mama mungkin baru datang habis Maghrib nanti. Bapak pulang duluan aja, Pak. Nanti saya bisa pulang sendiri. Makasih ya Pak."
Attar baru akan membuka mulutnya ketika terdengar gemuruh dari langit.
"Sebentar lagi hujan. Kamu gimana pulangnya?"
"Nggak apa-apa, Bapak, kan hujan air, bukan hujan batu. Santai aja," jawab Farah cengengesan. Melihat gadis itu sudah bisa tersenyum, Attar cukup lega. "Bapak pasti udah ditunggu Ahsan di rumah."
Attar bergumam. Dan akhirnya memutuskan untuk pamit pulang.
"Semoga adik dan ayah Farah cepat pulih," kata Attar sekali lagi sebelum pergi. "Dan kalau kamu butuh sesuatu, atau apapun yang bisa saya bantu, jangan sungkan, bilang aja."
Farah mengangguk dan tersenyum ramah. Tapi matanya agak berkaca-kaca, terharu dengan perhatian dosennya itu."Makasih banyak ya Pak, sudah jenguk dan mendoakan keluarga saya."
* * *
"Dosen lo baik banget, Mbak," kata Faris sambil menyantap cemilan yang dibawakan Attar ketika membesuknya tadi.
"Emang doi orangnya baik," jawab Farah singkat, sambil menyantap kwetiau gorengnya.
"Tapi dosen lo yang lain kok nggak jenguk gue juga? Dosen pembimbing skripsi lo udah tahu tentang kejadian ini belum?"
"Gue udah minta ijin nggak bimbingan minggu ini, jadi dosbing gue udah tahu sih. Tapi emangnya lo siapa, sampe ngarep dijenguk dosbing gue?" balas Farah.
"Ya gue emang bukan siapa-siapa. Tapi kan lo mahasiswa bimbingannya."
"Lha mahasiswa bimbingan beliau mah banyak. Ngapain beliau ngurusin masalah personal gini satu per satu? Emangnya gue mahasiswa spesial?"
"Berarti bagi Pak Attar, lo mahasiswa spesial dong?" tanya Faris, dengan tatapan mata nakal.
Farah memilih mengabaikan komentar ngawur Faris. Ia menutup kotak kwetiau goreng yang sudah tidak bersisa lagi. Kwetiau goreng Mang Yayat memang tiada duanya, bagi Farah. Ia kemudian mengambil botol air mineral dan meminumnya hingga tersisa setengah.
Tapi ketika akan membuang kotak kwetiau kosong itu ke tempat sampah, pikiran Farah jadi terusik. Apalagi setelah mendengar komentar Faris barusan. Dari mana Pak Attar tahu bahwa kwetiau Mang Yayat adalah salah satu makanan favorit Farah di kampus ya?
Pintu ruang rawat Faris terbuka tepat ketika Farah kembali duduk di kursi di samping kasur Faris. Ibunya masuk ke ruang rawat itu disusul oleh Erlang.
Wajah ibunya, meski masih terlihat sedih, tapi sudah lebih segar. Tiga hari berturut-turut beliau berkeras tinggal di rumah sakit, untuk menemani Faris dan terus memantau keadaan suaminya. Meski Farah, Faris dan Erlang terus membujuk beliau untuk pulang dan istirahat sejenak, beliau menolak. Selewat tiga hari dan belum ada tanda-tanda ayah Farah sadar, barulah Erlang bisa membujuk ibu Farah untuk pulang. Kini setelah cukup beristirahat, barulah ibu Farah nampak lebih kuat.
Ibu Farah terkadang memang bisa keras kepala. Dan saat ibunya berkeras tinggal di RS, Farah merasa tidak ada gunanya jika ia juga ikut tinggal. Setidaknya ia harus menjaga staminanya jika sewaktu-waktu ibunya kelelahan dan dirinya harus menetap di RS lebih lama. Jadi ketika ibunya ingin tinggal di RS malam itu, Farah memutuskan untuk pulang.
"Mama sebelum kesini udah makan malem, belum?" tanya Farah sebelum pamit pulang. "Tadi ada yang jenguk Faris. Sambil bawa makanan buat Farah dan Mama."
"Mama udah makan sih. Tapi Om Erlang belum. Makan malamnya buat Om Erlang, boleh?"
"Boleh lah, Ma."
Farah kemudian mengambil kotak kwetiau goreng di nakas, lalu menyerahkan kepada Erlang.
"Beneran nih, ga apa-apa kalau aku yang makan, Mbak, Far?" tanya Erlang sungkan, ketika menerima kotak kwetiau dari Farah.
"Makan aja, Om. Beberapa hari ini Om juga pasti capek nemenin Mama, dan banyak bantu kami. Makan yang banyak, Om!" jawab Farah sambil meletakkan botol air mineral di hadapan Erlang ketika lelaki itu membuka kotak kwetiau tersebut.
Erlang mengerling Farah dan mengucapkan terima kasih dengan matanya kepada gadis itu. Ia juga mengerling ibunya Farah, dan setelah perempuan itu mengangguk sambil tersenyum, Erlang mulai melahap kwetiau gorengnya.
Mumpung Farah belum pulang, ibu Farah meminta Farah menunggu beberapa saat lagi, karena beliau akan pergi ke ICU untuk mengecek keadaan ayah Farah.
"Kamu makan aja dulu," kata ibu Farah pada Erlang, ketika lelaki itu bersiap berdiri untuk menemaninya ke ruang ICU.
Mendengar itu, Erlang menurut dan kembali duduk menyantap kwetiau goreng.
Suara hujan mulai terdengar dari balik jendela ruang rawat Faris ketika Farah mengambil ranselnya, bersiap untuk pulang. Dari suaranya, sepertinya belum terlalu deras. Jadi Farah berencana segera ke lobby rumah sakit begitu ibunya kembali dari ICU nanti. Jika hujan tidak terlalu deras dan masih memungkinkan pulang dengan ojek online, ia akan segera memesan. Jika ternyata hujannya deras, ia akan menunggu hingga agak reda dan segera memesan ojek online begitu hujan agak reda.
"Enak nih kwetiaunya," komentar Erlang setelah menghabiskan kwetiau pemberian Farah. Ia menutup kotaknya dan mengecek, tapi tidak menemukan merk dagang di kotak tersebut. "Beli dimana nih ya?"
"Kwetiau kesukaan Farah di kantin kampus tuh," jawab Farah.
"Oh yang tadi jenguk Faris itu temen kuliah kamu? Sekalian bawain makanan dari kantin kampus?"
"Pacarnya mbak Farah, Om," celetuk Faris tiba-tiba.
Farah mendelik pada Faris. Itu anak dari tadi asik main game di ponselnya, tapi kenapa tiba-tiba jadi lambe turah begini.
"Kamu udah punya pacar?" tanya Erlang pada Farah, sambil membuang kotak kwetiau kosong ke tempat sampah, lalu membuka air mineral yang diberikan Farah dan meminumnya.
Alih-alih membiarkan Farah menjawab, Faris malah mensabotase dengan jawabannya sendiri.
"Dosennya mbak Farah yang duda itu lho Om. Pak Attar. Yang ayahnya muridnya mbak Far___"
Jawaban Faris terpotong oleh suara Erlang yang tersedak keras. Lelaki itu batuk-batuk karena sebagian air yang sedang diminumnya masuk ke hidung.
Bergegas Farah menepuk-nepuk punggung Erlang sambil mendelik lebih galak pada Faris.
"Lambe lo lemes amat, Ris!" kata Farah, sebal pada Faris. "Jangan suka gosip aneh-aneh deh. Om Erlang sampe kaget gini."
Farah menyerahkan beberapa lembar tissue kepada Erlang dan lelaki itu segera membersihkan mulut dan hidungnya.
"Ya kan emang bener. Yang tadi jenguk gue kan Pak Attar," kata Faris membela diri.
"Tapi kan bukan pacar gue!" sergah Farah.
"Tapi dia kan perhatian bener sama lo."
Erlang memperhatikan perdebatan Farah dan Faris dengan tatapan tajam. Farah sempat mengerling pada Erlang, dan merasa ngeri ditatap seperti itu. Akhirnya dia memilih mingkem aja, daripada meladeni adiknya yang nyebelin itu.
Ibu Farah kembali ke ruang rawat Faris tidak lama kemudian. Ia menceritakan keterangan dokter tentang keadaan suaminya. Masih belum ada perubahan, seperti keterangan yang didengar Farah tadi sore ketika mengecek ke ICU.
"Sabar ya Mbak," kata Erlang sambil menepuk bahu ibu Farah. "Kita doain Mas Farhan terus."
Ibu Farah menatap Erlang dengan mata berkaca-kaca dan mengangguk.
Setelah menunggu beberapa saat hingga melihat ibunya mulai tenang, Farah memakai ranselnya dan pamit pulang.
"Di luar hujan. Kamu naik taksi online ya," kata ibu Farah berpesan, ketika Farah mencium tangannya.
"Gampang, Ma. Kalo nggak deras, masih bisa naik ojek sih," jawab Farah. Kan lumayan beda ongkosnya.
"Jangan ngeyel. Nanti kamu sakit kalau hujan-hujanan."
"Iya, Ma," jawab Farah pendek. Biar cepet aja lah. Daripada berdebat sama ibunya. Tapi dalam hati Farah tetap berencana naik ojek online.
"Biar aku yang antar Farah, Mbak," kata Erlang tiba-tiba.
"Eh? Nggak usah Om!"
"Boleh deh!" jawab ibu Farah cepat, menerima tawaran Erlang.
"Nanti aku balik kesini lagi abis antar Farah."
"Kamu sekalian pulang aja, Lang. Aku bisa jaga sendirian."
"Justru harusnya kalau malam-malam begini, aku yang jaga. Mbak jaga kalau pagi atau siang aja."
"Kamu selalu nemenin aku jaga selama ini. Pasti capek. Kamu istirahat dulu aja, Lang. Langsung pulang abis anterin Farah."
"Farah bisa pulang sendiri, Om, Ma___"
Tapi kalimat Farah langsung terputus karena tatapan tajam Erlang dan ibunya yang tidak ingin diprotes.
Dengan cepat Erlang menyambar tangan Farah sebelum gadis itu nekat kabur dan pulang sendirian dengan ojek online. Setelah berpamitan pada ibu Farah dan Faris, Erlang menarik tangan Farah yang digenggamnya, untuk mengikutinya menuju parkiran mobil.
Ini sebenarnya gesture biasa. Tapi Farah tidak bisa menahan pipinya untuk tidak memerah, ketika menatap tangan Erlang yang menggenggam tangannya dengan posesif.
Ia selalu suka setiap Erlang memperlakukannya seperti ini. Membuatnya merasa ingin dimiliki.
* * *
Semoga #TimErlang dan #TimAttar suka baca bab ini, karena keduanya muncul bersamaan di bab ini.
Makasih sdh membaca, kasih vote n komen untuk cerita ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top