1. Pada Suatu Minggu
Halo Kakak2!
Gimana persiapan akhir tahun? Semua laporan kerjaan udah beres? Atau masih ngejar deadline 31 Des jam 23.59?
Sekarang lagi siap2 masak bakar2an? Tapi ga berencana bakar petasan kan? Buang2 uang n bikin kaget aja soalnya hehehe.
Tahun baru biasanya saya post cerita baru. Sayangnya, di tahun 2023 performa menulis saya di WP kurang aktif. Jadi saya masih ada utang cerita nih. Di tahun 2024, saya berencana menyelesaikan EKSIPIEN dan melanjutkan SLICE OF LOVE. Makasih ya buat Kakak2 yang sll setia nungguin kedua judul tsb meski lama updatenya.
Nah, sambil nunggu update kedua cerita tsb, saya mau re-post cerita yang saya tulis tahun 2020.
Banyak yang minta repost HaHa Couple sih. Tapi cerita itu udh pernah saya repost sebelumnya. Jadi kali ini saya mau re-post cerita yang belum pernah saya re-post sebelumnya.
Untuk Kakak2 yg sdh pernah baca, semoga tetep suka baca cerita ini dan bisa jadi nostalgia. Buat pembaca baru, monggo mampir kesini. Dijamin ketagihan baca! Uhuk!
Selamat membaca Kak!
* * *
"Hari ini kita udah selesai. Rabu depan kita belajar bareng lagi ya."
Seorang gadis berambut ikal merapikan alat tulisnya, juga pensil warna milik seorang anak berwajah tampan, yang berserakan di meja.
"Yaaahh Kak," anak lelaki, berusia 7 tahun itu, mengeluh. "Kan baru mewarnai 1 gambar. Kok Kak Farah udah mau pulang?"
"Oh masih mau mewarnai ya?" tanya gadis itu sambil mengacak gemas rambut anak lelaki itu. "Boleh. Sini, Ahsan. Lanjut mewarnai sini." Farah membuka kembali kotak set pensil warna yang tadi dia rapikan dan mengulurkannya di hadapan anak lelaki itu.
Dari sudut matanya Farah melihat seorang perempuan melangkah mendekati meja tempatnya dan Ahsan belajar. Saat itu ia segera mendapatkan ide.
"Ahsan lanjut mewarnai ditemani Mbak Wati ya," kata Farah sambil melirik perempuan yang datang sambil membawa beberapa potong kue pukis dan meletakkannya di meja.
"Mbak Farah sudah mau pulang?" tanya perempuan bernama Wati. Usianya beberapa tahun lebih tua daripada Farah.
"Iya, Mbak. Saya pulang dulu."
"But i want coloring this robot with Kak Farah!" kata Ahsan protes.
Farah tersenyum geli. Bukan hanya karena melihat ekspresi Ahsan yang sedang kesal. Tapi juga karena mendengar kata-kata anak itu.
Buset deh, anak SD jaman sekarang makannya apa si? Kecil-kecil udah pinter bahasa Inggris. Jaman gue dulu, kayaknya kelas 2 SD gue baru belajar one-two-three, pikir Farah.
Farah mengecek arlojinya. Ini sudah 30 menit sejak waktu mengajarnya berakhir. Tadi dia sudah menambah beberapa waktu untuk menemani Ahsan melanjutkan mewarnai hingga selesai, meski sudah lewat jam mengajarnya. Tapi ternyata Ahsan ingin lanjut mewarnai gambar robotnya yang lain.
Sebenarnya Farah bukan orang yang perhitungan. Dia sama sekali tidak pernah keberatan menemani Ahsan lebih lama. Toh honornya sebagai guru les Ahsan memang sudah lebih tinggi daripada honor yang seharusnya diterimanya sebagai guru les anak SD. Apalagi bebannya tidak terlalu berat. Ia hanya harus menemani Ahsan membuat PR 2x sepekan. Dan apa susahnya PR anak SD sih? Farah tidak harus menguras otak sama sekali. Yang membuat honornya lebih tinggi dari honor guru les SD lainnya adalah karena Ahsan bersekolah di SDIT dengan kurikulum internasional, jadi PR-PRnya juga berbahasa Inggris. Pada awal mengajar, sikap Ahsan juga cukup menantang dan menguji kesabaran. Itu mengapa ayah Ahsan memberikan honor yang lebih tinggi, supaya Farah mau lebih bersabar menghadapi Ahsan. Beberapa guru les sebelumnya mengeluh kewalahan dengan sikap Ahsan yang susah berkonsentrasi.
Setelah tahu bahwa kedua orangtua Ahsan sudah bercerai dan Ahsan hanya diasuh oleh Mbak Wati, sementara ayahnya sibuk bekerja, Farah jadi mengerti mengapa sikap Ahsan lebih menantang. Tidak mudah menjadi anak berusia 7 tahun yang sudah tidak lagi bertemu dan dimanja ibunya tiap hari.
Setelah beberapa kali waktu les, akhirnya Farah berhasil memenangkan hati Ahsan dengan sebuah perjanjian. Asal Ahsan mau menyelesaikan PR dengan baik, Farah akan menemaninya main lego, main PS atau mewarnai. Itu mengapa Farah memang sering menemani Ahsan hingga melebihi waktu les.
Tapi hari Minggu itu berbeda. Farah ingin segera pulang karena suatu hal. Itu mengapa kali itu ia tidak bisa menemani Ahsan terlalu lama.
"Hari Rabu nanti Kak Farah temani mewarnai lagi ya? Sekarang sama mbak Wati dulu, ga apa2 ya Ahsan?" kata Farah membujuk.
"Iya, sama Mbak dulu yuk Mas Ahsan," Wati juga ikut membujuk.
"Nggak!" tolak Ahsan tegas.
Farah dan Wati saling berpandangan bingung. Ahsan anak yang baik sebenarnya. Tapi kadang bisa jadi keras kepala juga.
"Kalau besok-besok mau lebih lama main dan mewarnai bareng Kak Farah, Ahsan harus mengerjakan PR lebih cepat."
Farah menoleh ke arah suara berat itu. Seorang lelaki tampak menuruni tangga, sambil menatap puteranya dengan wajah serius.
"Makin cepat Ahsan menyelesaikan PR, makin banyak waktu tersisa untuk main sama Kak Farah."
Ahsan menoleh pada ayahnya, lalu merengut. Terlihat jelas ia ingin protes, tapi tidak berani.
Farah bangkit dari duduknya lalu menghampiri ayah dari murid lesnya itu. Gadis itu mengulurkan tangannya pada lelaki yang sudah sampai di dasar tangga, dan berhadapan dengannya.
"Pak," sapa Farah singkat sambil mencium punggung tangan ayah Ahsan.
"Kalau Farah sudah selesai mengajar, pulang saja. Biar Ahsan sama saya," kata ayah Ahsan.
"Makasih Pak. Maaf ya hari ini saya nggak bisa lama-lama, Pak. Ada urusan keluarga."
"Iya, nggak apa-apa. Memang jadwal lesnya sudah selesai kan?" jawab ayah Ahsan. Lelaki itu kemudian menghempaskan diri di samping Ahsan dan dengan main-main memiting leher anaknya itu.
"Ahsan aja nih yang manja sama Kak Farah," kata lelaki itu menggoda anaknya.
"Abisnya Papa sibuk terus sih. I have no friend!" gerutu Ahsan, sambil mencoba melepaskan lengan ayahnya yang membelit lehernya.
"Kan ada Mbak Wati."
"Gambarnya Mbak Wati nggak bagus. Masa gambar kambing, jadi kayak anjing. Kalau Kak Farah pinter gambar."
Ayah Ahsan, Farah dan Wati saling berpandangan sesaat sebelum mereka tertawa bersamaan.
"Sekarang Kak Farah harus pulang dulu. Hari Rabu dan Minggu depan kan belajar bareng Ahsan lagi. Nah Ahsan harus menyelesaikan PR cepat-cepat, supaya bisa cepat main sama Kak Farah. Oke?"
Meski masih manyun, akhirnya Ahsan mengangguk juga, menyetujui kata-kata ayahnya. Hal itu membuat Farah lega. Ia segera memasukkan alat tulisnya ke tas, dan berpamitan pada Ahsan, ayahnya Ahsan dan mbak Wati.
Sambil melangkah keluar rumah, Farah mengetikkan alamat rumahnya pada aplikasi ojek online, dan beruntung tidak sampai 5 menit kemudian abang ojek sudah tiba di depan rumah Ahsan.
Farah pamit sekali lagi pada ketiga orang yang mengantarnya ke halaman depan. Tak lupa ia mengecup pipi Ahsan sekilas. Lalu langsung melompat ke atas motor abang ojek online.
Sebenarnya hari Minggu itu, ia tidak ada acara keluarga apapun. Hanya saja, ia sedang menanti kehadiran seseorang di rumahnya, sehingga ia ingin cepat-cepat pulang. Orang itu bilang bahwa ia akan mampir ke rumah Farah di hari Minggu pagi.
Begitu turun dari motor ojek, Farah menemukan sebuah mobil yang sudah sangat dikenalnya terparkir di luar pagar rumahnya. Hatinya langsung mekar. Dengan tidak sabar ia berlari masuk ke dalam rumah.
Orang itu sedang duduk di kursi makan, mengobrol dengan ayah dan ibunya, sambil menyesap kopinya.
Gara-gara pekerjaan, ia sudah beberapa minggu tidak bertemu dengan lelaki itu. Dan meski dia tidak mengatakan apa-apa pada orang lain, dirinya merasa sangat rindu pada orang itu.
Ia ingin sekali mengatakan bahwa ia merindukan lelaki itu. Tapi dia tahu, bahwa dia tidak boleh mengatakannya.
"Om Erlang! Mana oleh-olehnya?!" kata Farah, sambil langsung memeluk leher lelaki itu dari balik punggungnya. Ia sengaja mengganti kata-kata "aku kangen" dengan permintaan oleh-oleh.
Lelaki yang dipanggil "om Erlang" itu menoleh dan mendapati perempuan berambut ikal itu memeluknya dengan wajah riang, membuat senyum lelaki itu tertarik lebar.
"Baru pulang nih. Badan masih pegal-pegal. Pijitin dulu lah, baru Om kasih oleh-oleh," kata Erlang menggoda.
Farah mencebik, tapi tidak melepaskan pelukannya. Ia memang sengaja mengambil kesempatan.
"Farah! Malu ih! Udah gede masa masih gelendotan sama omnya!" tegur ibu Farah, sambil meletakkan sepinggan makaroni di meja makan.
Farah bergeming. Tidak melepaskan leher lelaki yang dipeluknya.
"Biarin aja, Mbak," kata Erlang membela gadis itu. "Ini kan keponakan kesayangam Om," lanjutnya sambil mengangkat tangannya, lalu membelai kepala Farah yang bertopang di bahunya.
Seperti biasa, ada semut yang menggigit jantung Farah. Rasanya nyelekit. Tapi dia sudah lama mengalami perasaan seperti ini.
Ini risiko yang harus ditanggungnya karena nekat mencintai seseorang yang hanya menganggapnya anak kecil... hanya sebagai keponakan.
* * *
Apakah ada Kakak2 yang ingat tentang Ahsan dan ayahnya?
Siapa yang kangen sama cerita Farah?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top