Bab 6

The conversation

Sepanjang perjalanan, Raya tak mampu menghapus kalimat Abhi yang terdengar mudah diucapkan, tapi sulit untuk dilakuakan. Jika lelah, berhenti. Saat sudah merasa kuat, lanjutkan. Namun, jika itu menghancurkan dirimu. Letakkan dan tinggalkan. Beberapa kali ia menghela napas panjang untuk meredakan sesak di dadanya. Namun, sesak itu semakin besar mengimpit ketika kembali terngiang pengakuan Pram.

Raya memutuskan untuk langsung menuju rumah, dengan harapan Pram masih berada di kantor atau mungkin di rumah kekasihnya yang berbadan dua. Seketika genggaman tangan di kemudi mengerat membayangkan suaminya menghabiskan waktu bersama perempuan yang membuat kehidupan rumah tangganya hancur berantakan seperti saat ini.

Selama hampir dua bulan, Raya menghindar untuk berdua bersama Pram lebih dari lima belas menit. Setiap kali pria itu berusaha untuk mengajaknya berbicara tentang masalah mereka, Raya selalu mengangkat tangan meminta Pram untuk berhenti. Ia merasa belum siap untuk mendengar langkah yang akan suaminya ambil karena di dalam hati, ia belum siap untuk mengambil sikap apa pun.

Namun, semenjak kalimat Abhi terngiang seperti suara nyamuk yang berputar-putar tepat di depan telinganya, Raya merasa telah melakukan kebodohan dengan membiarkan masalah rumah tangganya berlarut-larut. Hingga akhirnya kabar tentang perselingkuhan dan kehamilan perempuan itu terdengar ke keluarga Pram. Raya yakin kabar itu tak lama lagi akan terdengar ke semua pegawainya, bahkan ia curiga mereka semua mengetahui itu, tetapi tidak ingin mengatakan apa pun kepadanya.

Raya memutuskan untuk menebalkan muka, menutup telinga, dan mengangkat ketika mendapatkan lirikan, pandangan kasihan, dan cemoohan dari salah satu saudara Pram yang tidak sengaja bertemu di salah satu mal beberapa minggu lalu.

Tante kan sudah sering bilang, kamu harus kurangi pekerjaan. Biarin aja itu Pram yang kerja. Kalau sudah gini kan kamu sendiri yang rugi!” Setiap kali mengingat itu, rasanya ia ingin berteriak dan melayangkan pukulan tepat di hidung Pram.

Raya kembali menghela napas panjang ketika Raya menghentikan mobil di depan pintu garasi yang terbuka, ia bisa melihat mobil Pram masih berada di posisi yang sama. Beberapa menit ia terdiam di dalam mobil memikirkan apa yang harus dilakukannya. Keinginannya untuk menghindari Pram sepertinya tidak berjalan baik, karena saat ini sepertinya Tuhan menginginkannya untuk menyelesaikan masalah yang sudah membuatnya tersiksa selama dua bulan ini.

Raya tak segera melangkah keluar sejak ia mematikan mesin mobil beberapa menit yang lalu. Ia membutuhkan waktu untuk mengatur napas dan juga emosinya yang naik semenjak teringat perkataan pedas adik sepupu mama mertuanya. Jika ia akan melakukan pembicaraan terpenting dalam hidupnya, Raya menginginkan dalam keadaan tenang dan tidak emosional. Karena ia menyadari itu akan menjadi penentu dalam kehidupan rumah tangganya.

Jika itu menghancurkan dirimu. Letakkan dan tinggalkan. “Ya Tuhanku, aku lelah,” bisiknya setelah teringat kembali kalimat Abhi. Setelah mengucap doa dalam hati, Raya membuka pintu mobil dan menutupnya pelan sebelum melangkah dengan langkah yang sedikit goyah menuju pintu utama rumah yang selama ini menjadi tempatnya pulang, hingga dua bulan lalu Pram menghancurkan segalanya.

Rumah dua lantai yang selalu ia sebut forever home berubah menjadi tempat penyiksaan baginya. Karena setiap kali ia melangkah memasuki rumah yang mereka bangun berdua, Raya selalu merasakan ada kebohongan di sana.

“Dari mana kamu?!” Suara keras membuat langkahnya terhenti ketika kakinya sampai di anak tangga pertama. “Aku nyoba hubungi kamu, tapi semuanya ditolak?!” bentak Pram lagi. “Kenapa enggak ngabari kalau kamu ke Batu!” Raya menghela napas sebelum memutar badan dan berhadapan dengan Pram yang terlihat marah, tapi juga kuatir. Raya bisa melihatnya dengan jelas di mata yang tertuju padanya saat ini.

“Kamu tahu aku kuatir setiap kali kamu ke luar kota sendiri, Hon!”

Mendengar panggilan sayang Pram membuat air matanya luruh tanpa disadarinya. Kakinya melemah dan ia terduduk di anak tangga dengan kepala tertunduk di antara kedua lututnya. Tetesan air mata itu berubah menjadi semakin deras saat Raya merasakan lengan Pram menariknya masuk ke pelukannya. Ia bisa menghirup wangi parfum yang selalu membuatnya rindu selama ini. Raya bisa merasakan detak jantung pria yang selama ini selalu menjadi tempatnya pulang. Jantungnya berdetak kencang merasakan lengan kokoh yang sejak dulu menjadi penopangnya melingkar erat di pundaknya.

Raya membiarkan air mata itu membanjiri dan membawa serta semua sakit, marah, dan juga kecewa yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Ia meluapkan semua yang selama dua bulan ia tahan dengan sekuat tenaga.

“Aku lelah, Mas. Lelah banget.” Ia bisa merasakan isakan lolos dari bibir Pram yang berkali-kali mengecup pelipisnya. Mengucapkan kata maaf yang tak membuat tangisnya mereda. Mengatakan sayang dan cinta yang membuat tangisnya semakin kencang.

Ia tak tahu berapa lama ia menangis dalam pelukan Pram yang sudah membiarkan perempuan lain memasuki hatinya. Mengambil posisi di antara mereka berdua dan dalam waktu dekat akan mengambil semua yang Raya punya. Hingga ia merasa air matanya berhenti dan badannya terasa semakin lelah.

Raya menegakkan badan sebelum berdiri untuk naik ke lantai dua. “Honey,” panggil Pram.

“Kasih aku waktu satu atau dua jam, Mas. Kita akan bicara nanti, aku janji.” Tanpa menunggu jawaban dari Pram yang terlihat tidak rela melepaskannya, Raya berjalan gontai menuju lantai dua. Setiap langkah yang diambilnya, ia berkata dalam hati, “Kamu kuat. Kamu berharga. Kamu berhak untuk bahagia. Kamu enggak sendiri. Lakukan untuk dirimu sendiri, bukan untuk orang lain. Live you life!”

Raya memasuki kamarnya tanpa merasa perlu untuk menutup pintu. Ia menanggalkan satu per satu pakaian yang melekat di badannya dan menuju kamar mandi. Berdiri di bawah guyuran air dan berharap semua beban yang ada di pundaknya akan luruh dengan sendirinya. Ia membutuhkan semua itu menghilang untuk bisa berdiri dan menghadapi dunia di balik dinding pertahanannya. Ia membutuhkan tenaga untuk kembali melangkah dengan senyum di bibir. Karena ia rindu Naraya Mahardika yang bebas dan selalu tersenyum.

Membiarkan rambutnya dalam keadaan basah, Raya turun setelah menggunakan salah satu baju tidur satinnya yang cukup tertutup dan sopan. Kebiasaan yang tak pernah ia lakukan semenjak menikah dengan Pram, karena ia lebih sering menggunakan baju tidur tipis yang selalu berhasil membuat Pram tergoda. Semenjak keluar dari kamar tidur utama, Raya menyimpan semua koleksi baju tidurnya dalam kotak yang tidak ingin ia buka kembali, karena setiap kali ia melihat secarik kain itu, pikirannya penuh dengan bayangan Pram memandang perempuan lain dengan baju yang sama.

Saat kakinya sampai di lantai satu, ia melihat Pram sudah menanti dengan secangkir teh hangat di tangannya. “Oke, mari kita bicara dan selesaikan hari ini,” katanya menuju kamar tidur utama. Karena ia tak ingin Siti mendengar apa pun yang akan mereka katakan malam ini.

Raya mendengar langkah kaki Pram mengikutinya dari belakang. Jantungnya bertalu kencang seiring kakinya menuju pintu kamar yang selama ini menjadi tempatnya menghilangkan penat setelah seharian bekerja di luar rumah. Napasnya semakin memburu ketika ia mendorong pintu berwarna cokelat di depannya. Selama dua bulan ia tak pernah memasuki kamar utama lagi. Namun, saat ini ia merasa kewalahan begitu kenangan menerpanya ketika Raya kembali melangkah memasukinya. Banyak hal terjadi di kamar ini, ia bisa melihat semuanya terputar kembali di pikirannya seperti film usang.

Langkahnya goyah, tapi ia menolak ketika Pram menangkap sikunya. “Aku bisa sendiri, Mas,” katanya pelan menuju ruang duduk yang berada tepat di samping jendela menghadap halaman belakang.

“Aku enggak mau kita bercerai!” Seolah mendapat ayunan palu tepat di ulu hatinya, napas Raya tercekat mendengar kalimat Pram. Pria yang duduk di depannya terlihat tenang dan bertekad seperti halnya dirinya saat ini. Namun, apa yang ia inginkan bertolak belakang dengan keinginan suaminya.

happy reading guys
🥰🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top