1
Anja harus berlari untuk mengejar lift yang akan menutup didepanya. Anja pikir tidak akan sempat, nyatanya ada tuan baik hati yang menahan pintu hingga Anja masuk dan seketika itu pintu lift menutup didepannya.
Anja menoleh pada penolongnya dan tersenyum sambil mengucapkan terimakasih
Pria yang menolongnya tadi, menatap anja sekilas dan melengos tanpa niat membalas sikap ramah anja.
Anja keki sendiri, sombong amat makinya dalam hati. Padahal cakep, kalau rajin senyum pasti lebih cakep.
Penampilan seperti eksekutif, tapi naik lift karyawan biasa.
Palingan sales jualan obat simpul Anja.
Melupakan sikap buruk pria itu, Anja mengangguk segan, pada penghuni Lift yang lain, yang sudah siap berangkat dan terhalang karena sifat ngototnya.
Memang sih, isinya hanya terdiri dari dua orang pria yang berpenampilan begitu rapi dan tiga orang perempuan yang terlihat high class.
Tapi Anja tetap tersenyum satu persatu pada mereka, namun hanya satu orang pria yang memegang map yang tersenyum. Satu lagi, si pria tampan yang dingin yang sudah menolongnya sama sekali tak perduli pada Anja dan segera mengalihkan matanya.
Anja melihat tombol lantai yang ditujunya. sudah ditekan, berarti ada yang turun dilantai yang sama dengannya. Saat Anja kembali mengangkat kepalanya Tiga orang perempuan disana kadapatan sedang menatap Anja dari atas kebawah dengan alis terangkat tak senang.
sampai-sampai Anja juga ikut memperhatikan dirinya dari atas kebawah.
Anja tersenyum dalam hati, kenapa pula dia heran, penampilan Anja persis bagaimana sebenarnya anak jalananan, bukan seperti anak jalanan yang ada di sinetron anak jelangkung yang pernah booming.
Anja belum sempat berganti pakaian. Dia langsung datang kesini begitu ibu rahma, ibu kepala panti menelponnya.
Apalagai kalau bukan mengabarkan tentang Panti. tempat Anja dibesarkan itu akan segera dirobohkan rata dengan tanah, meskipun akan dipindah ketempat lain dengan gedung baru, tapi rasanya tidak akan sama.
Dipanti ini Anja dibesarkan semua kenangan dalam hidup Anja akan hilang, hanya dipanti Anja memliki kenangan Indah dihidupnya.
Anja akan melakukan apapun asal panti itu tidak diroboh.
Sebetulnya kabar bahwa panti akan dirobohkan sudah disampaikan pada mereka dari tiga Bulan yang lalu.
Jadi Dengan naif, Anja bekerja serabutan. Mulai dari jam empat subuh sampai jam delapan pagi sebagai pekerja dikebun touge. Lalu lanjut
Dari jam sembilan sampai jam empat, jadi Kasir di minimarket. dan setelahnya dari jam lima sampai sepuluh malam Anja bekerja sebagai pelayan diwarung kaki lima pinggir jalan.
Anja pikir dia bisa mengumpulkan uang untuk bisa membeli tanah dimana panti tersebut berdiri.
Sayangnya, Anja kerja sampai matipun uang sebanyak itu tidak akan terkumpul.
Dan Surat Kepastian bahwa panti akan dirobohkan dalam seminggu lagi baru saja sampai ke meja buk Rahma.
selain mengemis dan memohon pada Nyonya Sovia, si pemilik yayasan, Anja tidak punya jalan lain.
Meskipun dia selalu diusir dan nyonya sovia tidak pernah mau menemuinya.
Anja bertekat, Kali ini dia harus bisa menemui si nyonya. Padahal Waktu Anja tidak banyak, sebentar lagi jam kerjanya dikedai ayam penyet akan di mulia.
Kalau tidak mau dimarah Anja tidak boleh terlambat.
Kesal dengan masalah yang dihadapinya Anja yang melihat bahwa ketiga perempuan itu masih melihat dan menilai penampilannya terang-terangan, mulai jengkel
penampilannya biasa saja, tak ada juga kotoran yang menempel ke bajunya. Jadi Anja mengangkat kepalanya dan menatap mereka bertiga.
"Kenapa, ada yang salah. Kok ngelihatnya gitu banget?" Anja langsung bertanya.
Ketiganya kaget dengan bola mata yang membesar, Anja tak perduli. Pria yang tersenyum padanya, kembali tersenyum. Sedangkan si mister es, sama sekali tak perduli.
Salah satu perempuan tersebut langsung tersenyum menghina.
"Dengan penampilan seperti pelukis jalanan, kamu jelas membuat kami heran. Kamu ini siapa, mau kelantai berapa kok naik Lift direksi?" kalau lihat pengenal yang tergantung dileher kamu itu. Kamu itu cuman tamu kan?"
Jawab si perempuan berbaju orange.
Anja kaget, menatap seputar lift, sial dia salah naik lift. Karena terburu-buru Anja sampai tak memperhatikan Lift yang mana yang seharusnya dinaikinya.
Berarti si salesmen adalah direksi diperusahaan ini, batinnya.
Meski tahu salah, Tapi Anja tak sudi dihina seperti ini. Biar miskin tapi dia harus punya harga diri, itu prinsip hidupnya yang takkan Anja lupakan.
Anja mengangkat dagunya.
"Kamu sendiri siapa di perusahaan ini?" Anja menatap para perempuan tersebut dan melihat tumpukan map yang dibawa oleh masing-masing mereka. Jadi simpul Anja mereka hanya para staf.
"Kamu kan cuma pekerja, jadi jangan sombong atau Jangan biasakan menilai seseorang dari penampilannya. Bisa sajakan aku ini menantu pemilik perusahaan ini, bukan?" tegur Anja. Wajah ketiganya memerah, tersinggung oleh ucapan Anja, lalu melirik malu pada si mister es.
Kali si pria ramah langsung tertawa dan cepat-cepat mengubahnya menjadi batuk. Sedangkan si pria es, mengangkat sebelah alisnya menatap Anja, mata mereka bertemu tapi kali ini Anja menang, dialah yang terlebih dahulu mengalihkan pandangan.
Setelah itu mereka berada dalam kesunyian hingga dua dari tiga perempuan itu turun. Yang tersisa si orange yang sudah tak sudi menatap Anja.
Mereka sampai kelantai teratas dan Anja dengan mental Kacungnya, menepi memberi ketiganya Jalan. Setelahnya Anja segera menyusul keluar.
Anja menghembuskan nafas kuat, siap berdebat dengan sekretaris ibuk sovia.
Anja tidak akan pulang dengan tangan kosong kali ini.
Anja melirik si pria es di depannya, yang terlihat begitu sombong dan PD. Kelihatannya dia yakin sekali kalau kehadirannya disini akan diterima, hingga tak perlu menanyakan atau minta izin masuk keruangan ibuk sovia, seperti yang Anja lakukan.
Si pria es mendorong pintu terbuka disusul oleh si pria ramah dan si perempuan sombong. Sebelum pintu perlahan menutup Anja melihat si dingin berhenti dan melirik padanya.
Otak Anja langsung berkerja cepat.
Dari pada memohon pada si sekretaris lebih baik Anja langsung menorobos masuk. Lebih Menghemat waktu dan hasilnya akan jauh lebih efektif.
Anja berlari cepat, tepat saat si dingin mendorong pintu untuk menutup. Dengan seluruh tenaganya, Anja menerobos dengan mendorong pintu tersebut.
Si sekretaris yang melihat ulahnya menjerit, padahal yang terkena akibatnya adalah si pria dingin, Seketika Pintu menghantam hidungnya membuat si dingin berteriak kesakitan, membungkuk sambil membekap hidungnya.
Anja sendiri panik melihat hasil perbuatannya. Di perempuan sombong dan si pria ramah langsung menghampiri si dingin yang masih membekak hidungya sambil melotot dengan mata merah dan berair pada Anja.
Anja tahu dia salah, namun dia punya hal yang lebih penting dari sekedar mengkhawatirkan hidung salah satu direksi nyonya sovia yang kelihatannya tak sampai patah.
Anja melewati si pria es, yang menatap tak percaya padanya, lalu segera menghampiri noynya sovia yang menatapnya datar padanya.
"Kau Anja, bukan. Salah satu penghuni panti tebar Kasih, bukan?" tanya Nyonya sovia, padahal Anja belum sempat membuka mulutnya.
Nyonya sovia mengibaskan tangan, membuat bibir Anja yang bergerak untuk bicara langsung mengatup kembali.
"Sudah kukatakan pada Rahma, jangan mengirimmu Lagi datang kesini. Keputusan ku sudah bulat untuk merobohkan panti itu. Apa kau tak melihat betapa bobrok bangunannya?"
Anja terdiam, memang bangunan tersebut sudah terlihat rapuh.
"Tapi buk, asal ibuk tak merobohkannya saya akan bekerja keras agar bisa merenovasinya. Sekarang saya punya sedikit tabungan jadi saya bisa memulai renovasiny jika ibuk membatalkan rencana ibuk" bantahan Anja berhasil membuat wajah kaku nyonya sovia berkerut.
"Apapun yang kau katakan keputusanku sudah bulat, sekarang keluarlah" titah Nyonya sovia tak terbantahkan.
Belum sempat Anja beraksi, tangannya sudah dicekal dan ditarik menjauh. Anja kaget dan langsung menoleh. Matanya dan si pria es langsung bertemu. Anja berusaha menarik tangannya tapi si pria yang hidungnya masih begitu merah, tak mau melepasnya.
"Keluar dari sini, apa kau tak mendengar Apa yang dikatakan olehnya, segera tinggalkan tempat ini. Sebelum aku memanggil keamanan" ancamnya.
"Lepas, ini Bukan urusanmu" perintah Anja, sambil menghentak tangannya. Cekalan si pria belum terlepas.
Nyonya Sovia menatap keduanya dengan alis yang terangkat. Tak biasnya ada perempuan yang berani menentang Altan seperti ini batinnya. Altan terlahir tampan dan mempesona hingga sudah biasa melihat perempuan tunduk padanya, hingga perempuan makin tak berharga dimatanya.
Namun perempuan ini terlihat tak terpengaruh dengan pesona Altan dan Altan yang biasanya dingin bisa terpancing seperti ini, adalah sesuatu yang luar biasa.
Nyonya sovia memberi kode agar, Valen dan lenia tak ikut campur, dan membiarkan Altan berhadapan dengan Anja. Keduanya patuh tapi terlihat keheranan. Nyonya Sovia tersenyum dalam hati, memang takkan ada yang bisa menebak jalan pikirannya.
Sedangkan Altan dan Anja masih saling tarik menarik.
Altan menarik Anja, dan Anja berpegangan kesofa tamu hingga sofa tersebut sedikit bergeser.
Beberapa kali Tangan Anja terlepas dari pegangan Altan.
Jantung nyonya Sovia berdetak cepat saat melihat Altan berdiri dibelakang Anja dan menarik pinggang Anja.
Nyonya Sovia antara mau tertawa dan menangis. Melihat tingkah kekanak-kanakan mereka dan kesadarannya bahwa untuk pertama kalinya Altan menyentuh perempuan dengan kemauanny sendiri dan Altan tak terlihat jijik. Altan lebih terlihat marah dan kehilangan kesabaran.
Jika Anja sudah bisa menarik emosi Alatan sampai seperti ini dipertemuan pertama mereka, apa yang terjadi jika mereka selalu bertemu setiap hari.
Saat Altan begitu dekat dengannya, Anja segera memutar badanya dan melayangkan tinjunya yang tepat mengenai rahang Altan. Kepala Altan terlempar kebelakang, tapi jari Anja berderak menyakitkan. Altan terperangah dan Anja kaget oleh sikapnya. Valen dan lenia melongo dengan bibir yang terbuka.
Sedang, Detik itu juga sebuah ide masuk dan menguasai pikiran nyonya Sovia. Ide yang tak mungkin dilewatkan olehnya begitu saja.
Saat melihat tangan Altan bergerak seoalah akan mencengkeram dagu Anja, nonya Sovia langsung bereaksi.
"Altan, lepaskan dia" perintahnya.
Tangan Altan membeku diudara, perlahan kepalanya menoleh pada Nyonya Sovia yang sedang memberi lodw agar Valen dan Lenia meninggalkan ruangannya.
Sebelum pergi Valen tersenyum pada Anja yang hanya membalas dengan anggukan samar.
posisi Altan yang nyaris menempel pada Anja membuat nyonya Sovia, geli dalam hatinya.
Begitu pintu tertutup dibelakang Valen, Altan menatap neneknya penuh tanya.
"Kalian berdua kemarilah, duduk didepanku"
Altan langsung bergerak mematuhi perintah neneknya, sedang Anja bergerak ragu-ragu.
Altan duduk dan menatap Anja yang mendekat seperti melihat kotoran. Anja balas melotot padanya.
Begitu Anja duduk dan melihat padanya, nyonya Sovia bergerak dan membuka Laci terbawahnya menarik sebuah map berwarna hijau dari sana dan meletakkan di atas meja.
"Surat kepemilikan tanah tempat yayasan tebar Kasih berdiri" ucapnya, menjawab keheranan Anja dan Altan.
Kerut kening Anja dan Altan semakin dalam.
"Sebaiknya kau kuperkenalkan dulu pada cucuku Altan, AnjA" kata nyonya Sovia pada Anja yang terlonjak Kaget.
Lihatkan, sifat gegabah Anja selalu membuatnya terlibat masalah.
Anja menoleh perlahan pada Altan yang sedang menatapnya dengan mengejek.
"Kau ingin panti itu tetap berdiri bukan?" suara nyonya Sovia mengalihkan perhatian Anja kembali padanya. Dan Anja segera mengangguk.
"Aku akan menyerahkan hak kepemilikan tanah itu padamu, asal kau setuju dengan usulku" Reaksi Anja bagai disetrum, saking kagetnya Anja sampai melompat berdiri, tahunya Altan juga begitu.
"Apa maksudnya mami ngomong kayak gitu. Kita sudah sepakat kan diatas tanah itu akan dibangun hotel Bintang Lima, prospek kesananya sangat Bagus, mi"
Bantah Altan segera.
Anja cuman menatap nenek dan cucunya ini bergantian.
Nyonya Sovia mengangkat tangan menghentikan bantahan Altan.
"Duduk, dan dengarkan apa yang akan kukatakan pada kalian" perintahnya Lagi.
Altan menghempaskan bokongnya kasar dan Anja terlampau pelan, hingga Altan gregetan dan ingin menekan bahu Anja agar bisa segera duduk.
"Jika kau mau menikah dengan Altan dengan syarat tertentu maka Akta ini akan beralih tangan padamu" ungkap Nyonya Sovia begitu Anja sudah duduk kembali di kursinya.
Lagi-lagi Anja dan Altan terlonjak.
"Mami, ini udah kelawatan" geram Altan. Nyonya Sovia tak perduli, dia hanya fokus pada reaksi Anja yang sekarang sedang memucat.
Tak menunggu reaksi Lanjutan dari kedua orang dihadapannya, Nyonya Sovia kembali melanjutkan untuk mengungkapkan idenya, sambil terus fokus menatap mata Anja yang melebar dan sedang menatapnya.
"Jika kau setuju menikah dengan cucuku dan dalam waktu enam Bulan hamil Anaknya, maka tanah panti dan semua yang tertera dalam Akta tersebut akan jatuh ke tanganmu. Tapi jika dalam waktu enam bulan kau tak bisa membuat cucuku menginginkanmu maka kalian akan bercerai dan panti tersebut akan segera dirobohkan setelahnya" beber nyonya Sovia.
Altan terperangah.
"Mami, kalau mami memang ingin Altan menikah, mami Tinggal bilang. Altan bisa bawa calon yang jauh lebih memadai dari pada gembel ini" ucap Altan sengit, sedangkan telunjuknya nyaris menekan pelipis Anja.
"Tidak, nanti yang kau bawa justru yang punya pisang atau yang berbatang sepertimu. Orang seperti itu mana bisa hamil dan memberi Mamai cicit" bantah nyonya Sovia seketika dan membungkam mulut cucunya.
Mendengar ucapan nyonya Sovia, Anja langsung menoleh pada Altan.
Gay. pria ini gay. batin Anja tak percaya. Nyonya Sovia meminta Anja menikah dengan seorang gay.
Dan jika menilik kata-kata nya, berarti Anja harus bisa membuat Altan bercinta dengan hingga Anja Hamil.
Berarti Nyonya Sovia menukar tubuh dan harga diri Anja dengan selembar surat tanah.
"Lupakan saja apa yang sudah Anda katakan. Saya takkan pernah mau menikah dengan laki-laki ini" ucap Anja sambil balas menunjuk pada pelipis Altan yang berdenyut menahan emosi.
Anja bergerak dan langsung berjalan menuju pintu. Tapi suara nyonya sovia menghentikan gerakan tangannya yang akan memutar kenop pintu.
"Jika kau berubah pikiran, kapanpun itu datanglah kesini. Kita bisa melanjutkan untuk membahas detailnya" kata-kata nyonya Sovia dibiarkan Anja yang tak berniat menjawabnya.
Anja segera keluar dan membanting pintu dibelakangnya agar menutup.
Jangan harap Anja mau kembali, itu hanya akan terjadi dalam mimpi nyonya Sovia.
***********************
(20082017) pyk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top