7 - Kencan
Alasan Zafran mengajak Zayyan untuk pergi bersama Zanna tidak lain karena dia tahu saudara kembarnya itu masih menyimpan rasa pada cewek yang berani mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu itu. Ia pun tahu, Zanna adalah cewek yang baik untuk Zayyan. Zanna selalu mendampingi Zayyan dari waktu pertama kali ia mengetahui penyakit yang diderita Zayyan. Ia adalah cewek yang setia. Meskipun Zayyan takkan pernah menerima cintanya.
Zayyan takkan pernah mengakui perasaannya pada Zanna. Ia akan memendam perasaan ini sampai akhir hayat. Zayyan tidak rela Zanna bersedih dengan memikul beban perasaan yang ia tinggal di dunia.
Dia memilih meninggalkan Zanna tanpa mengakui kalau ia juga memiliki perasaan yang sama. Biarkanlah ia turut membawa perasaan ini ke hadapan Tuhan, tanpa membaginya kepada Zanna.
Zayyan tidak ingin kepergiannya ditangisi banyak orang. Bahkan jika diijinkan, ia ingin pergi tanpa diketahui oleh siapapun, seperti seekor kucing peliharaan yang mendadak sering menghilang kalau sudah mendekati ajal.
Sebenarnya Zayyan tidak setuju dengan rencana Zafran kali ini. Apa yang akan mereka lakukan hanya akan menambah daftar kenangan yang akan menyiksa Zanna di kemudian hari. Namun Zayyan juga ingin egois. Dia ingin merasakan kebahagiaan bersama seseorang yang ia cintai. Zayyan berharap, Zanna akan mengingat kenangan ini dengan senyuman daripada bulir air mata.
"Pertama, kita jemput Zanna dulu abis itu Hana," usul Zafran yang sudah siap di balik kemudi mobil dengan Zayyan yang duduk di sebelahnya.
"Lo serius mau ngajak Hana?" tanya Zayyan memastikan.
"Serius lah!" jawab Zafran lantang sembari menyalakan mesin mobil.
"Kalau lo mau balas dendam sama Evan, nggak kaya gini caranya. Apa bedanya lo sama dia kalo lo ngelakuin hal yang sama?"
"Biar dia tau apa yang gue rasain, Yan."
"Trus apalagi? Itu aja alasannya?"
Zafran membawa mobilnya keluar dari halaman rumah. "Udahlah, lo nggak usah ikut campur. Lo fokus sama Zanna aja. Nggak usah mikirin gue."
Zayyan menghempaskan punggungnya pasrah. Dia cuman bisa mengikuti semua kemauan kakaknya yang nggak akan bisa terbantah.
"Emang Hana mau jalan sama lo?"
"Siapa sih yang nggak mau jalan sama Zafran?"
Zayyan pengin nampol tapi ya gimana, nggak ada yang salah dari omongan Zafran. Dia kan emang disukai banyak cewek.
***
"Serius nih gue diajak jalan sama seorang Zafran?"
Hana tidak percaya. Sepasang anak kembar incaran cewek-cewek di sekolah kini berdiri di ambang pintu rumahnya. Ya, walaupun dia lagi deket sama Evan yang nggak lain temennya Zafran, Hana sama sekali nggak keberatan diajak jalan Zafran. Kapan lagi coba dia deket sama cowok incaran semua temennya itu?
Kadang masih kepikiran alasan Zafran mendadak ngajak jalan. Melihat mantan terakhirnya Zafran yang selebgram itu, nggak mungkin Zafran lagi deketin dia. Hana cuman cewek biasa yang sedikit terselamatkan oleh beauty privillage di sekolah karena wajahnya yang manis. Dikenal sama orang juga karena dia beberapa kali jalan sama Evan. Ya, semoga aja Evan nggak marah. Lagian Evan juga sering jalan sama Allisya. Emang dia doang yang bisa bikin cemburu?
"Duduk di depan aja, Han," pinta Zayyan melihat Hana hendak membuka pintu belakang.
"Eh? Lo aja, Yan. Gue di belakang aja nggak apa-apa. Nanti Zanna ikut juga, kan?"
"Nggak apa-apa. Lo duduk di sebelah Zafran aja."
"Halah, bilang aja lo mau duduk sebelah Zanna!" timpal Zafran. "Sini, Han! Ada yang mau ngebucin di kursi belakang," ajaknya pada Hana kemudian.
Hana terbahak. "Oh, iya, gue nggak kepikiran! Ya, udah, gue depan aja deh, Yan. Biar lo enak ngebucinnya."
"Awas ya lo!" ancam Zayyan pada Zafran dengan mengacungkan kepalan tangan membuat Hana yang mendengarnya kembali tertawa.
***
"Gue juga bingung dianggep apa sama Evan. Dia sering ngajak pulang bareng. Kita juga beberapa kali main. Tapi dia belum juga nembak gue."
Aroma rempah menguar. Lagu berbahasa Jepang menggema di sebuah restoran makanan Jepang yang menjadi singgahan dua pasang anak remaja itu. Hana mengaduk ramennya lemas. Mengingat hubungannya dengan Evan yang nggak terbaca arahnya.
"Tapi bukannya Evan sering bareng Allisya juga ya?" sahut Zanna yang langsung disikut Zayyan. Cewek itu terkejut dan beberapa saat kemudian menyadari ucapannya salah. "Eh, maaf, Han." Ia menatap Zafran takut. "Maaf juga, Ran," ujarnya lirih.
"Bener yang dibilang Zanna. Si Evan kan sering jalan sama Allisya. Ngapain masih lo pertahanin?" timpal Zafran terlihat tidak masalah dengan ucapan Zanna.
"Gue juga nggak bisa apa-apa, Ran. Gue bukan siapa-siapanya Evan. Nggak ada hak ngelarang dia jalan sama siapapun."
Zafran mengubah posisi duduknya hingga menghadap Hana lebih dekat. "Lo jangan mau digantung. Kalo dia nggak ada kejelasan, lepas aja lah! Mending sekarang kita foto bareng biar itu orang nyadar lo nggak bisa digantung seenaknya."
Hana terkejut saat tangan Zafran melingkar di bahunya dan menariknya mendekat. Matanya membulat sempurna ditambah semburat merah di pipinya. Sedangkan si cowok tampak biasa saja, tersenyum manis menatap kamera.
"Muka lo jangan tegang gitu dong. Nanti Evan mikirnya gue maksa lo lagi," ujar Zafran setelah melihat hasil foto mereka.
"Emmm ... anu ... sorry gue ...." Hana tergagap sambil melirik tangan Zafran yang masih bertengger di bahunya.
"Eh, sorry, refleks." Zafran yang sadar dengan reaksi tak nyaman dari Hana lantas segera menarik tangannya dari sana.
Keduanya mendadak salah tingkah. Zayyan dan Zanna hanya menggeleng melihat mereka.
"Hana?"
Yang dipanggil hanya satu orang, tapi keempat orang di sana ikut menoleh bersamaan. Mereka memasang raut wajah terkejut. Seseorang yang menjadi target utama kencan pura-pura ini mendadak muncul. Evan, dengan seorang cewek di belakangnya, menatap tak percaya cewek yang sedang ia incar berjarak begitu dekat dengan seseorang yang nggak lain sahabatnya sendiri.
"Lo ngapain di sini? Katanya lo ada acara," tanya Evan kemudian.
Hana awalnya merasa bersalah sudah membohongi Evan. Namun melihat Evan ternyata juga pergi bersama cewek lain membuat rasa bersalah itu terbakar oleh rasa cemburu.
"Ya, ini acaranya," jawab Hana sebisa mungkin terlihat santai.
"Lo ngapain jalan sama cewek gue, Ran?" Kini perhatian Evan beralih pada Zafran.
"Bukannya cewek lo yang sekarang ada di sebelah lo?"
Evan lantas melirik cewek sebelahnya. Itu Allisya, mantan pacar Zafran. Cewek itu juga terlihat terkejut melihat Zafran bersama cewek lain.
"Kenapa lo nggak bilang pergi sama Zafran?" Mengabaikan pertanyaan Zafran, Evan kembali mendesak Hana.
"Lo sendiri bilang nggak hari ini jalan sama Allisya?" sergah Hana.
"Hana, lo jangan salah paham. Gue sama Evan cuman temen kok. Tadi gue cuman minta ditemenin anter paket. Udah gitu aja. Kita nggak ada hubungan apa-apa," jelas Allisya. "Lagipula, gue juga belum selesai sama Zafran. Nggak mungkin gue deket sama cowok lain."
"Belum selesai apaan?" timpal Zafran tampak terganggu. "Gue udah nggak ada urusan apapun sama lo. Dan gue udah jadian sama Hana."
Berpasang mata di sana terbelalak. Bibir Zafran tersungging lantas kembali merangkul Hana. "Jangan ganggu cewek gue lagi," ujar Zafran.
"Brengsek lo, Ran!"
Evan hendak menyerang Zafran tapi segera dicegah oleh Zayyan yang kebetulan posisi duduknya dekat dengan Evan. Seluruh pelanggan restoran serentak menatap meja mereka. Evan dengan kilat amarah di bola matanya lantas melenggang pergi.
"Udah gila kamu, Ran," ucap Allisya sebelum menyusul Evan.
Si pembuat keributan tampak santai saja, malahan dia puas melihat reaksi Evan dan Allisya yang sesuai harapannya.
"Lo apa-apaan sih, Ran? Menurut lo keren begitu hah?" tegur Zayyan. "Punya otak dipake. Jangan nurut emosi mulu!"
"Ya, udah sih? Gue juga cuman bercanda," jawab Zafran membuat cewek di sebelahnya menoleh.
"Bercanda?" ulang Hana memastikan yang ia dengar benar. "Lo bilang di depan Evan kalo gue cewek lo itu bercanda, Ran?"
Zafran agak terkejut dengan reaksi Hana. "Ya, kan, emang bercanda, Han? Kita belum jadian, kan?" tanya Zafran bingung sekaligus ragu.
Hana menunduk lantas tersenyum tipis. "Bercandanya nggak bikin gue ketawa, Ran."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top