16 - Sehat Selalu, Zayyan
"Separah apa masalah lo sama Elang sampe bikin emosi lo segede itu buat mukulin Elang, bahkan sampe Elang sendiri nggak bisa nyerang lo balik?"
Ketiga teman Zafran memandang Zafran bersamaan. Pandangan mereka sendu mengingat alasan Zafran bisa begitu marah pada Elang. Zafran juga tampak terdiam sambil sesekali meneguk ludahnya. Ia teringat pada Zayyan dan hubungan mereka yang kini sedang tidak baik.
"Dia ... ngejek adek gue, bang."
Zafran berujar lirih dengan suara beratnya. Meja yang tadinya dipenuhi gelak tawa berubah sunyi. Ketiga teman Zafran menunduk menatap gelas minuman masing-masing yang tersisa setengah.
"Bukan adek sih, kembaran gue. Tapi karna gue lahir sepuluh menit duluan makanya gue dianggep abangnya.
Adek gue sakit. Sekarang masih masa pemulihan. Kadang di sekolah kambuh, pingsan atau sesek napas. Kalo kambuh emang sering bikin heboh sekolah. Makanya banyak yang tau kalo adek gue sering sakit-sakitan.
Suatu ketika ada anak yang tanya bedanya gue sama adek gue apa. Si Elang nyeletuk 'Cari aja yang penyakitan. Udah pasti itu Zayyan' Zayyan nama adek gue btw."
"Anjing, Elang ngomong gitu sama lo?!" celetuk Yari yang langsung diangguki Zafran.
"Dia ngomong langsung di depan gue sama Zayyan bang sambil ketawa."
"Bocah tolol! Gue gampar mulut dia besok! Terus gimana? Langsung lo berantemin?"
"Nggak, soalnya Zayyan langsung narik gue pergi. Tapi pas jam pulang, gue sama temen gue giring dia ke gudang. Di situ baru gue mukulin dia, bang."
"Gobloookk goblok, beneran gue gampar congor dia! Gue akuin itu keterlaluan sih, Ran. Wajar kalo lo emosi. Sorry banget ya buat kelakuan adek gue."
"Sebenernya apa yang dia bilang nggak ada salahnya bang. Gue udah sering denger orang-orang bilang Zayyan penyakitan. Zayyan juga udah nggak asing sama sebutan itu. Cuman gimana ya, bang?"
Zafran menjeda kalimatnya untuk menarik napas dalam. Ketiga temannya sontak menoleh ke arahnya bersamaan. Memastikan Zafran masih baik-baik saja untuk melanjutkan ceritanya.
Mulut Zafran bergerak ragu, seakan mencari kalimat yang pas atau mungkin mengais kekuatan untuk melanjutkan ceritanya. Semua orang di gerombolan itu kompak diam menunggu kalimat yang akan terucap oleh Zafran.
"Gue, gue tiap hari bareng sama Zayyan. Gue tau gimana perjuangan dia buat sembuh. Gue tau berapa banyak obat yang dia minum. Gue tau berapa kali dia masuk rumah sakit. Gue ngeliat semua jatuh bangun dia dengan mata gue sendiri.
Waktu itu posisinya Zayyan baru keluar dari rumah sakit, bang. Sebenernya dia belum boleh ke sekolah. Tapi karena semangatnya Zayyan, gue sekeluarga akhirnya ijinin dia sekolah. Dia semangat banget, bang. Sumpah. Dia pengen beraktivitas normal kaya gue sama yang lain. Walaupun kalo kecapean dikit dia langsung sesek, tapi dia tetep semangat bang."
Suara Zafran mulai terdengar bergetar. Evan yang duduk di sampingnya lantas mengelus punggung Zafran.
"Gue cuman pengen orang-orang menghargai perjuangan Zayyan buat sembuh. Nggak perlu diomongin Zayyan penyakitan juga kita semua udah tau kok. Tapi ya gimana sih ...," potong Zafran terkekeh singkat dengan satu bulir air mata jatuh dari matanya yang langsung ia hapus.
"Kalo nggak bisa ngehargain yaudah diem aja, gausah banyak bacot. Apalagi sampe ngata-ngatain. Gue nggak mau Zayyan nge-down gara-gara omongan orang-orang yang nggak tau perjuangan dia. Gue nggak mau Zayyan kehilangan semangatnya buat sembuh."
Hening menyergap kala Zafran menjeda ceritanya untuk menenangkan diri. Yari tampak menghela napas panjang lantas tertunduk lesu. Evan menyodorkan minuman kepada Zafran agar lelaki itu sedikit lega. Sedangkan Devon menenangkan Farrel yang sudah berderai air mata sambil sesekali menepuk paha Zafran untuk menyalurkan kekuatan padanya juga.
"Sorry ya bang gue jadi cerita banyak gini," kekeh Zafran sembari menghapus air mata di pipi dan matanya. Suara Zafran sudah parau dan hidungnya tersumbat oleh tangis yang ternyata tidak bisa ia tahan lagi.
"Gapapa, Ran! Asli gapapa! Gue, aduh, sumpah gue merasa bersalah banget. Gue nggak tau masalahnya seberat itu. Gue, duh, gue bingung harus minta maaf gimana sama lo. Adek gue keterlaluan banget. Anjing, kok bisa gue punya adek kaya dia."
Yari mengusap wajahnya yang memerah dengan frustasi. Dia terlihat benar-benar merasa bersalah atas apa yang dilakukan adiknya.
"Gapapa, bang. Kelakuan dia udah gue bales kan," sahut Zafran dengan tawa singkat.
"Iya anjir! Harusnya lo sekalian bikin dia masuk ICU! Nanggung banget masuk UGD doang."
Zafran tertawa, yang lain pun kembali tertawa walau dengan wajah yang basah. Malam itu, Zafran merasa bebannya sedikit berkurang dengan bercerita pada orang-orang yang peduli dengannya.
"Gue boleh tau adek lo sakit apa?" tanya Yari.
"Kanker, bang. Kanker paru-paru. Tapi dia udah pernah operasi. Katanya sih udah bersih. Cuman sekarang masih masa pemulihan, bang."
Yari tampak terkesiap mendengar jawaban Zafran. Dia lagi-lagi menyugar rambut poninya dengan helaan napas panjang. Obrolan malam ini menguras habis tenaga dan emosinya.
"Gue nggak tau harus ngomong apa lagi sama lo, Ran. Gue bener-bener malu sama tingkah Elang. Sorry ya, Ran. Gue doain Zayyan cepet sembuh."
"Aamiinn." Begitu dalam Zafran mengamini doa Yari. Sangat berharap kalo doa tersebut akan terkabul suatu hari nanti.
"Zafran?!"
Kelimanya menoleh ke arah yang sama, ke seseorang yang memanggil Zafran. Ada seorang lelaki yang mirip Zafran berdiri di belakang mereka dengan seorang lelaki paruh baya di sebelahnya.
"Zayyan?"
***
"Hati-hati di jalan ya, Pak! Sorry, saya jadi bikin khawatir keluarganya Zafran. Padahal saya cuman mau ngobrol sama dia. Ya, tampang saya kaya gini wajar si Zafran ngira saya mau ngeroyok dia."
"Gapapa, mas Yari! Biasa, anak-anak suka lebay, kebanyakan nonton sinetron sih." Keduanya tertawa. "Saya juga minta maaf ya karena Zafran bikin adiknya mas Yari masuk rumah sakit."
"Alah! Santai saja, pak! Udah bener yang dilakuin Zafran biar anaknya kapok!"
Kedatangan ayah dan Zayyan yang tiba-tiba membuat Zafran harus menjelaskan semua yang terjadi kepada mereka. Zafran juga mengenalkan Yari kepada ayah dan Zayyan. Selama mengobrol, pandangan Yari tak lepas dari Zayyan. Di pikirannya terbayang oleh cerita Zafran tentang perjuangan anak itu melawan penyakitnya. Perasaan bersalah yang bercokol di benaknya makin menusuk saat bertemu Zayyan secara langsung.
Zafran agak terkejut mendengar ayahnya tau soal perkelahiannya dengan Elang. Namun ia bisa menebak pasti dari siapa ayah tau semua itu.
Mereka pun berpamitan. Yari bersalaman dengan ayah sambil mengucap maaf berkali-kali. Tiba giliran ia bersalaman dengan Zayyan. Yari tampak menatap anak lelaki itu sejenak sebelum mengulurkan tangannya.
"Mas Yari maaf ya Zafran udah bikin Elang sakit," ujar Zayyan saat berjabat tangan dengan Yari, bahkan dia hendak mencium tangan kalo Yari tidak menahannya.
"Gausah minta maaf, Yan! Elang yang salah. Lo jangan mikirin omongan Elang. Mulut dia emang nggak pernah disekolahin."
Zayyan terkekeh. "Iya, makasih ya mas Yari."
Yari tersenyum tipis. Ia lantas menepuk bahu Zayyan. "Sehat terus ya, Yan. Lo harus tetep semangat! Sejahat apapun omongan orang lain, lo harus inget ada abang lo yang bakal terus support lo. Jangan kecewain dia, oke?"
Jantung Zayyan mengentak keras. Ia melirik Zafran yang sedang menatapnya, tapi langsung berpaling saat beradu tatap dengannya.
Zayyan mengangguk. "Makasih banyak, Mas. Bakal gue inget terus omongan mas Yari."
"Sip! Kapan-kapan kita ngopi bareng lagi, ya! Save nomer gue, Ran. Biar nggak dikira mau ngeroyok lagi."
"Hahaha! Iya bang udah gue save!"
"Gue balik dulu, ya! Pak, saya pulang duluan. Sekali lagi maaf ya pak."
"Iya, mas. Hati-hati ya, mas!"
"Hati-hati, mas Yari!" ujar Zayyan sambil melambaikan tangannya dengan semangat. Zafran menatapnya diam-diam dengan senyuman tipis.
Sehat terus, Yan. Jangan kecewain gue.
"Ayah pulang duluan aja. Aku mau nganter yang lain dulu," ujar Zafran.
"Iya, ayah tunggu kamu di rumah. Masih ada yang perlu kamu jelasin ke ayah sama bunda."
"Iya, iya, nanti aku jelasin semua."
Zafran lantas mencium tangan ayahnya, diikuti oleh ketiga temannya yang ikut bersalaman dengan sang ayah. Dia hanya melirik Zayyan sekilas lantas melenggang pergi menuju mobilnya.
"Balik dulu ya, Yan!" pamit Evan disahuti oleh Farrel dan Devon.
"Iya, makasih ya Van udah ngasih tau!"
Zayyan dan ayahnya menatap Zafran dan teman-temannya sampai mereka masuk mobil. Mereka melangkah pelan saat mobil Zafran melaju dan membunyikan klakson sekali. Zayyan membalasnya dengan melambai pada Zafran.
Makasih, abang.
-To be continue-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top