13 - Kesalahan Zayyan

"Kembaran lo sadis sih, Yan! Dia pertama dateng langsung nendang Elang sampe jatuh. Nggak nunggu lama, dia langsung nyamperin dan nginjek perut Elang kenceng banget! Lo liat sendiri tadi di gudang ada bekas muntahannya si Elang," jelas Evan menggebu-gebu.

"Kenapa lo nggak lerai sih?"

"Gue takut, anjing! Lo liat sendiri gimana seremnya muka Zafran tadi. Nggak pernah gue liat dia kaya gitu sebelumnya."

Sekarang mereka sedang berada di rumah sakit, mengantar Elang untuk mendapat perawatan. Zayyan dengan tegas menyuruh Zafran mengurus segala administrasi dan keperluan Elang di rumah sakit, termasuk menghubungi keluarga Elang. Dengan ditemani supirnya, pak Damar, Zafran memilih nurut sama omongan Zayyan daripada kembarannya itu makin murka.

"Sebenernya masalah apa sih, Yan? Kenapa Zafran sampe kaya gitu?"

"Ya, biasa lah. Zafran emang orangnya emosian. Disulut dikit langsung kebakar. Lo sebagai temannya bukannya matiin apinya malah ikut kesulut."

"Ya, maap anjir! Gue juga takut dihajar Zafran kalo nggak nurut. Nggak inget apa gue juga pernah konflik sama dia?"

Zayyan menghela napas kesal. "Emang dari Zafran nya aja yang harus berubah. Cape gue ngeliat dia berantem kaya gini."

"Elang ngomong macem-macem tentang lo ya, Yan?"

"Omongan biasa aja sebenernya, Van. Gue juga nggak permasalahin."

"Biasa buat lo nggak berarti biasa juga buat Zafran kali. Lo tau sendiri kembaran lo selalu sensitif sama semua hal tentang lo."

"Ya gue tau. Cuman ya dia harus tau batasan lah. Kalo Elang beneran mati tadi gimana?"

"Viral sekolah kita, Yan!"

"Nah, makin lebar kan masalahnya?"

"Tapi menurut gue, lo jangan terlalu nyalahin Zafran. Gimanapun dia kaya gitu juga buat belain lo. Dia peduli sama lo."

"Ya caranya nggak kaya gini lah. Jangan bahayain diri sendiri atau orang lain."

Obrolan mereka terjeda oleh kedatangan Zafran dengan wajah masamnya. Seragamnya kotor penuh debu hasil berkelahi dengan Elang tadi. Walaupun Elang sampai tak sadarkan diri di IGD, Zafran tampak mulus tak ada luka sedikitpun.

"Udah selese, Ran?" tanya Zayyan saat abangnya itu mengambil tempat duduk di samping Evan.

"Udah," jawab Zafran singkat.

"Pak Damar mana?"

"Lagi jemput ibunya Elang."

"Lah? Kok jadi pak Damar yang jemput?! Kan udah gue bilang lo yang urus semuanya!"

"Ya, udah sih?? Gue juga udah bantu nyariin alamat rumahnya Elang."

"Ya lo ikut jemput lah! Ngapain enak-enak duduk di sini!"

"Brisik lo ah!"

Evan yang berada di tengah-tengah menutup mulutnya rapat. Kalau diibaratkan singa, Zafran itu kaya singa jantan dan Zayyan itu singa betina. Segalak-galaknya Zafran, dia bakal menciut kalo Zayyan udah ngomel. Buktinya meskipun jawaban Zafran ketus tapi intonasi bicaranya tidak lebih tinggi dari Zayyan.

Dan Evan berperan sebagai pawang yang bisa diterkam kapanpun oleh siapapun kalo dia salah langkah. Makanya dia milih diem walaupun kupingnya udah panas banget.

"Elang kaya gitu gara-gara lo, bego! Rasa bersalah lo mana?!"

Zayyan memulai perdebatan lagi. Evan memejam pasrah lantas menyandarkan punggungnya.

"Duit tabungan gue udah habis buat bayarin biaya perawatan dia. Lo mau gue gimana lagi sih, Yan?!"

Zafran mulai kehilangan kesabaran. Evan kembali menegakkan tubuh untuk menghalangi pandangan keduanya.

"Ya lo jagain kek! Dia sendirian noh di sana!"

"Ogah amat! Emang gue pembantunya??"

"Nah kan lo gitu kan. Emang nggak punya rasa bersalah lo sama dia."

Zafran tiba-tiba berdiri menuding Zayyan. Evan pun refleks ikut bangkit menghadang Zafran.

"Gue ngelakuin ini semua buat lo! Tapi lo nggak ada rasa terima kasih buat gue! Lo harusnya seneng gue masih peduli di saat semua usaha gue nggak pernah lo hargain!"

"Gue nggak suka cara lo yang suka pake kekerasan!"

"Bro, tenang, bro. Ini rumah sakit, Bro."

"Nggak suka?" jeda Zafran untuk terkekeh sinis. "Oke, kalo lo nggak suka sama cara gue peduli sama lo, gampang!"

Zafran mengemasi barang-barangnya dengan kasar.

"Gue bakal berhenti peduli sama lo!"

***

"Tur."

"WAAA!!!"

Guntur berjingkrak kaget saat Zayyan tiba-tiba muncul dan menepuk bahunya. Sebenernya nggak tiba-tiba juga sih. Guntur udah liat Zayyan masuk kelas tapi dia berusaha sebisa mungkin menghindari kontak mata karena PLIS dia nggak mau Zayyan menegurnya.

"Lo kenapa sih?" tanya Zayyan heran.

"Yan, gue minta maaf banget kalo ada salah sama lo. Kalo omongan atau perilaku gue ada yang nyakitin lo, gue juga minta maaf banget. Gue sama sekali nggak ada niatan nyakitin lo. Kita sahabat kan, Yan? Inget kan dulu gue pernah nolongin pas kepala lo benjol kena bola? Itu cuman gue yang nolong lo yan. Gue ini sangat berjasa bagi hidup lo. Jadi tolong banget ini mah kalo ada apa-apa, kita bicarain baik-baik ya."

Hampir nggak ada jeda yang dipake Guntur buat ngomong sebanyak itu. Gimana respon Zayyan? Dia cuman melongo.

"Ngigau ya lo?"

"Plis, Yan! Kalo gue ada salah, bilang aja! Biarkan gue merenungi kesalahan ini dalam keadaan tulang rusuk yang masih utuh."

"Ngomong apaan sih lo? Gue cuman mau nanya, Zafran mana?"

"HUWAAA LO MAU LAPORIN GUE KE ZAFRAN??? GUE MOHON AMPUN YAN! GUE MASIH PENGEN HIDUP!"

"LO KENAPA SIH?"

Guntur menggigit bibirnya takut. "Semua orang udah tau soal Elang yang masuk RS karena berantem sama kembaran lo. Gue jadi segan sama lo, apalagi sama Zafran. Tolong banget ini mah lo harus selalu inget kalo gue adalah sahabat yang menemani lo di kala suka dan duka."

Zayyan menghela napas berat. "Tuhkan, malu-maluin banget," gumamnya.

"Gue merinding denger ceritanya. Si Elang sampe retak rusuknya cuman karena diinjek sama Zafran. Nggak bisa bayangin gimana sakitnya dia."

"Emang, gue jadi ngerasa bersalah sama Elang."

"Tapi denger apa yang dibilang Elang ke lo pantes sih Zafran semarah itu. Cuman gue nggak nyangka marahnya kembaran lo bisa serem banget."

"Serem apaan? Sok jagoan iya!"

Zayyan nggak pernah suka kalo ada orang yang muji Zafran, apalagi karena perkelahiannya dengan Elang tempo hari. Bikin orang celaka dengan alasan yang sebenernya bisa dibicarakan baik-baik itu nggak ada keren-kerennya buat Zayyan.

"Btw, lo ngeliat dia nggak?" tanya Zayyan.

"Sepanjang gue di kelas, dia belum keliatan. Emang nggak berangkat bareng?"

"Tadi dia berangkat duluan. Gue emang lagi kurang akur sama dia."

"Kenapa? Karena masalah kemarin?"

Zayyan mengangguk. "Gue nggak suka dia berantem sama Elang sampe separah itu. Gue nggak masalah mereka berantem, tapi yang wajar aja. Nggak usah sampe bahayain nyawa orang."

"Iya, katanya Elang sampe nggak sadar seharian ya, Yan?"

"Iya, tapi dia sekarang udah siuman kok. Makanya gue nyari Zafran buat ngajakin dia nengok Elang."

"Yakali lo mau nemuin Elang sama Zafran. Yang ada si Elang bonyok dua kali!"

"Nggak lah, gue bakal marah banget kalo Zafran sampe berani nyakitin Elang."

Guntur tiba-tiba terbahak. "Aneh dah lo!"

Zayyan menoleh, menatap Guntur skeptis.

"Aneh gimana?"

"Orang yang nyakitin lo dilindungi abis tapi orang yang peduli sama lo malah dibuang."

Zayyan terdiam.

"Padahal gue seneng loh liat Zafran sekarang peduli banget sama lo. Inget dulu lo segitu ngemisnya nyari perhatian sama Zafran. Tapi pas dia udah peduli, giliran lo yang nggak pernah hargain."

Lelaki itu tertegun. Teringat ucapan Zafran kemarin yang mengatakan kalau dia nggak akan peduli sama Zayyan lagi. Apa ini berarti ... Zafran akan kembali seperti dulu? Kembali menjadi sosok asing dalam hidup Zayyan?

"Gue mau nyari Zafran dulu."

***

"Nantangin ini orang," gumam Zafran sambil terkekeh menatap ponselnya.

"Siapa, Ran?" tanya Devon.

Mereka (Zafran, Evan, Devon, Farrel) tengah berada di warung kopi yang jauh dari wilayah sekolah. Menuruti ajakan Zafran untuk bolos hari ini. Sebenernya ketiganya itu cukup berat hati buat bolos karena resikonya cukup besar.

Tapi inget apa yang dialami Elang kemarin, kayaknya mereka mau cari aman aja deh. Soalnya singa jantan satu ini masih dalam mode maung.

Zafran menyerahkan ponselnya ke Devon. Farrel dan Evan ikut mengintip.

"Wih! Berani amat nantangin kaya gini!" seru Farrel.

"Ini siapa? Anak gengnya Elang?" tanya Evan.

"Palingan," jawab Zafran sembari menghisap rokoknya.

"Trus mau lo samperin, Ran?" tanya Devon.

"Iya lah!"

"Sama siapa?"

"Sendiri?"

"Gila! Jangan lah! Kalo lo dikeroyok gimana?"

"Ya ... lawan lah?"

"Lo pikir tenaga lo segede bison bisa ngelawan mereka sendirian?!"

Zafran hanya diam. Memikirkan ucapan Devon yang ada benarnya juga.

"Lo berdua bisa berantem kan?" tanya Devon ke Farrel dan Evan. Yang ditanya mengangguk. "Ya udah, kita bertiga ikut!"

"Di mana emang?" tanya Evan lantas membuka link location yang dikirim orang asing itu. "Oh, ini gue tau tempatnya. Cuman agak jauh."

"Bawa mobil aja, gue ada di rumah," tawar Zafran.

"Oke, berarti kumpul di rumah lo?"

"Jangan lah! Nanti monyet di rumah gue ngomel lagi."

Mereka langsung tahu siapa monyet yang dimaksud Zafran setelah sebelumnya Zafran menceritakan rasa kesalnya pada sikap saudara kembarnya kemarin.

"Kita kumpul di studio."

***

Zafran Zayyan jauhan lagi, yes or yes? 🤡

Terima kasih sudah mampir🌻
Jangan lupa vote dan komentarnya banyakinnn‼️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top