Sedikit lebih Lama

Tidak.

Mungkin kekanakan ketika mengatakan aku tak ingin jauh darimu. Ketika membayangkan betapa tidak menyenangkannya masa kanak-kanak yang kita lalui, betapa kurangnya moment yang kita habiskan berdua sebagai sepasang saudara.

Aku iri, dan ingin menggantikannya dengan masa sekarang sedikit lebih lama. Saat datangnya kesempatan bagi kita berdua untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama.

Setidaknya sedikit lebih lama.

Masih banyak hal yang belum kubagi. Masih banyak rahasia tersembunyi, maunya pelan-pelan kuungkap dengan mulutku sendiri. Tapi nyatanya ketika hendak kulakukan, semuanya selalu tidak berjalan. Entah engkau yang selalu membuat mood berceritaku berantakan. Atau berganti dengan aku yang terdiam mendengar semua yang kau sembunyikan.

Setidaknya sedikit lebih lama.

Harapku masih mampu membagi waktu serta keluh kesah berdua. Alasan kenapa enggan meninggalkan; bukan karena manja. Aku hanya ingin kita mengganti waktu yang dulu terlewati tanpa kebersamaan, ketika kali ini ada kesempatan.

Setidaknya sedikit lebih lama.

Sayangnya asaku tak mudah terlaksana. Dalam hitungan bulan semuanya berubah begitu cepat. Waktu terlalu jahat ketika aku terlalu banyak berharap. Kau akan berbagi kehidupan baru dengan orang asing yang mereka bilang 'jodohmu'. Kala itu, rasa bingung langsung menghampiriku.

Haruskah aku bahagia?

Bahagia, karena penantianmu telah sampai pada akhirnya. Rasa sakitmu mungkin akan segera terobati dan bebanmu perlahan akan terlepas dari pundak. Beban yang membuat kau berjalan begitu payah ketika kau sendiri sudah ingin menyerah.

Ataukah sedih?

Bersedih karena keegoisanku sendiri, yang menyadari ini adalah akhir bagiku untuk bersama denganmu. Tapi, aku tetap tidak mau.  Mencoba menggali kembali asa yang kian terkikis tiap detik. Kita masih bisa bersama meskipun kau memiliki kehidupan baru. Karena aku adikmu, benar bukan?

Hingga akhirnya malam itu menyadarkanku. Ketika tubuhku terkena demam karena terlalu lama bercengkerama dengan hujan. Kau datang dengannya, awalnya semua baik-baik saja. Hingga satu permasalahan yang kubenci kau ungkit kembali.

Mengenai kepindahanku.

Aku terdiam kala itu, karena selain enggan sebenarnya tubuhku sudah terlalu lelah setelah seharian bekerja ketika kondisiku tidak baik-baik saja. Aku ingin cepat-cepat tidur. Tapi kau terlihat marah atau aku yang salah?

Mungkin kau sangat kecewa padaku, Kak. Karena di matamu aku tidak menggunakan waktu seminggu yang kumiliki dengan baik.

Aku mulai kesal, dan pikiranku melayang. Semuanya sudah berubah lalu sekarang aku harus bagaimana? Kembali sendiri lagi? Aku sempat kesal karena semuanya berubah akibat dia, aku egois ya?

Ketika aku selalu disalahkan, hanya karena ingin sedikit perhatian?

Aku mendadak bisu ketika ingin mengungkapkan keresahanku, jika kau ingin tahu. Takut hanya dianggap angin lalu. Tapi yang sebenarnya ada dalam sanubari, aku lebih takut ungkapan hatiku menjadi beban baru bagi hidupmu. Adikmu ini menyedihkan yaa?

Setidaknya sedikit lebih lama.

Aku ingin sekali berteriak padamu akan hal itu, tapi lagi-lagi tidak bisa. Seolah tiba-tiba aku menjadi makhluk baru yang terlahir tanpa pita suara. Aku ingin kita bersama lebih lama.

Hingga, malam itu aku benar-benar merasa telah kehilanganmu seutuhnya. Kau tetap kakakku tapi entah kenapa rasanya semua menjadi berubah. Caramu berbicara padaku malah terasa bagai orang asing untukku. Aku gila sepertinya karena telah menilaimu dengan kurang ajar seperti ini.

Hingga malam itu, ketika airmata terus keluar dikala mata terpejam. Aku sepenuhnya sadar, kau sudah memiliki kehidupan baru.

"Aku menginap di tempat teman."

"Kapan aku pindah?"

"Baik, aku memilih tempat ini."

Aku harus hidup mandiri, iya kan? Jadi pada akhirnya aku memutuskan pergi tanpa banyak berpikir lagi.

Fin.









Note:
Ditulis sebelum berangkat kerja sambil duduk di pojok kosan, hari di mana terasa sendirian dan menyakitkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top