Sayang, masihkah diizinkan kata itu kuucap barang sebentar?
Sayang, masihkah diberi izin kata itu untuk kuucap barang sebentar?
Malam ini, jemari menari di atas tuts piano lagi. Niatnya supaya hilangkan sunyi. Berhasil memang, sunyinya pergi. Namun, hatiku makin dipeluk sepi. Jiwaku seolah mati.
Sayang, masihkah diberi izin kata itu untuk kuucap barang sebentar?
Maaf karena manusia ini banyak mau dan tidak tahu malu. Malam ini jemari kembali menari, niatnya masih sama. Ingin pecahkan sunyi yang terlanjur merajai hari. Dari petang hingga pagi, sejak bulan bertakhta sampai matahari tiba. Rasanya sunyi sekali, bukan karena tidak ada bunyi. Ini semua murni karena hatiku sudah pergi dan enggan untuk kembali. Raga ini penuh luka, tapi yang ditangkap semua insan justru sosok manusia yang diselimuti tawa nan jemawa.
Maaf, ya....
Maaf karena begitu pandai berpura-pura.
Sayang, masihkah diberi izin kata itu untuk kuucap barang sebentar?
Seperti malam-malam sebelumnya, jemari ini kembali menari. Niatnya tentu masih sama, mengikis sunyi. Kali ini suaranya jadi lebih ramai. Karena di luar hujan. Seharusnya sekarang masih musim kemarau, tapi dunia tampaknya terlampau tua. Hingga senang sekali munculkan anomali yang buat orang-orang bertanya. Aku juga mengajukan satu tanya, masih tentang anomali. Dunia masih beruntung menerima anomali di kala senja, tapi kenapa aku dan kamu harus merasakannya di usia muda?
Sayang, untuk apa?
Sayang, masihkah diberi izin kata itu untuk kuucap barang sebentar?
Di luar hujan.
Denting piano buat hawanya makin dingin. Di luar hujan makin deras, Sayang. Tubuhku menggigil. Entah apa yang membuat suhu di sekitar menjadi beku. Jemari masih menari, kali ini berbeda karena sedikit kaku. Malam ini denting pianoku menang. Kalahkan suara hujan yang kini sisakan rinai.
Sayang, masihkah diberi izin kata itu untuk kuucap barang sebentar?
Di luar sudah tidak hujan.
Langit malam sudah kembali bertabur bintang, mereka ramai. Seakan menghinaku yang selalu tenggelam dalam kesendirian. Rasa sepi, sunyi, dingin dan beku semakin memeluk tubuhku hingga benar-benar kaku. Di luar sudah tidak hujan, awannya pergi dari luar ke dalam. Sayang, lihat! Awannya menggantung di langit-langit kamar.
Di luar tidak hujan, di dalam hadir badai.
Maka pantas jika segalanya terasa beku. Sayang, maafkan aku yang melupakan fakta jika kamu pergi bukan karena keinginanmu sendiri. Maaf karena selalu berusaha sembunyi meski tak kuasa lagi untuk berlari. Maaf karena sudah buat inginmu jadi angan semu.
Sayang, masihkah diberi izin kata itu untuk kuucap barang sebentar?
Maaf karena telah bertransformasi dari yang paling kamu banggakan, menjadi sosok paling bajingan.[]
19.12.21
Narasi ini ditulis untuk event di twitter
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top