Kamu Lelah?
Kamu lelah?
Jika ada yang bertanya seperti itu, maka tanpa ragu akan kujawab, "Ya!"
Sayangnya tidak banyak yang bertanya seperti itu. Bahkan saat sudah tak kuat dan ingin mengeluarkan sedikit beban yang dirasa, tanggapan yang sering diterima bukanlah sebuah kalimat yang mampu menenangkan. Melainkan perbandingan-perbandingan. Katanya, aku berlebihan. Masalah dan kerjaanku tidak seberapa. Semua orang juga lelah, bukan aku saja.
Aku tahu, tentu.
Karena hidup pada dasarnya memang melelahkan. Bukan hanya aku?
Ya, itu pasti.
Namun, apakah salah jika sesekali aku ingin didengar suaranya? Cukup dengarkan saja. Jika tidak bisa memberikan semangat dan motivasi, bukan masalah bagiku. Aku bukan tipe orang yang akan marah ketika respons yang dilempar padaku berupa kata sabar. Kendati hanya satu kata itu, aku tidak akan pernah mempermasalahkannya. Daripada membuatku semakin terluka dengan membandingkan masalah mereka denganku.
Terasa sangat tidak adil. Karena setiap orang punya batas kekuatan masing-masing dalam menghadapi setiap problematika hidupnya. Kecil dan mudah bagi si A bisa jadi sangat besar serta sulit bagi si B.
Karena seringkali mendapatkan respons yang tidak menyenangkan, pada akhirnya dua kata itu selalu kulemparkan pada diriku sendiri tiap tengah malam. Saat sepi, hingga tidak jarang ketika ramai pun aku sering bertanya-tanya; kenapa rasanya lelah sekali?
Bahkan ketika sedang tertawa.
Lantas, saat pertanyaan itu terlalu sering kulempar pada diri sendiri, hal buruk lain terjadi tanpa kusadari. Karena segala hal yang telah menapaki ranah "terlalu"--semua yang berlebihan--pada dasarnya memang tidak baik. Tidak sesuai porsi dan bisa menimbulkan banyak penyakit. Salah satunya kufur nikmat.
Entah karena apa, saat kata-kata itu seringkali kulempar pada diri sendiri jawaban yang keluar malah tidak jauh berbeda dengan mereka. Pada akhirnya akan muncul segala bentuk perbandingan. Terlalu memanjakan diri sendiri, terlalu mengasihani diri sendiri, hingga muaranya berakhir pada titik tanya, "Kenapa hidupku begini? Tidak seperti ...."
Selucu itu, ya, manusia.
Tidak mau dibandingkan oleh orang lain, tapi seringkali membandingkan diri sendiri. Kurang lucu apa lagi, coba?
Rasanya berat sekali menjalani hidup. Sangat lelah. Karena ada begitu banyak asa yang tak jadi nyata. Rasanya kelewat lelah, karena merasa segala hal yang terjadi di masa depan terlalu gelap. Mustahil untuk bisa melihat, merasa kehilangan arah dan cahaya.
Terlebih ketika mengharapkan seseorang bisa memberi kita sedikit kekuatan untuk bertahan. Sekadar satu kata penyemangat pun tak apa. Namun, tiap kali harapan itu menumpuk makin besar, kemungkinan tak menjadi nyata juga tidak kalah besar.
Hanya semakin sesak saja.
Butuh waktu kelewat lama bagiku untuk menyadari apa penyebab utama rasa lelah ini. Raguku pada Tuhan dan besarnya harap pada manusia. Padahal, menaruh banyak harapan pada manusia sama halnya dengan menyakiti diri sendiri dengan sengaja.
Percayaku pada makhluk ciptaan jauh lebih besar dari percaya yang kuberi pada Sang Pencipta. Aneh, sangat-sangat aneh. Bagaimana bisa aku begitu sangsi pada Tuhanku yang Maha Besar? Padahal sudah pasti skenario yang dibuat oleh-Nya adalah yang terbaik bagiku. Semakin lama, waktu berjalan kian cepat melindasku yang senantiasa jalan di tempat. Aku begitu sedih menyadari hal yang begitu penting selambat ini, yaitu:
Bagaimana aku tidak merasa lelah, jika selama ini aku berharap dan melihat dari sudut pandang yang salah?[]
September 19
Repost 15.10.19
Cerita ini aku bikin untuk keperluan challenge menulis di sebuah grup kepenulisan.
Semoga bisa tersampaikan maksudnya apa ya :")
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top