Sederhana

Inspired by KuroyukiAlice.
ヾ(〃^∇^)ノ~

Kagamine Len x Reader
Vocaloid Fanfiction;


Sederhana


Dari kaca jendela yang berembun, tampak pemandangan putih sejauh mata memandang. Udara dingin menusuk. Jalanan, taman, atap-atap rumah, bangunan, dan pohon, semuanya tertutup salju. Memasuki pertengahan musim dingin, pemandangan seperti ini adalah wajar. Dan bagi gadis seusia remaja bersurai [h/c] itu, ini adalah favoritnya.

Gadis itu, [y/n], tampak tersenyum singkat menatap seseorang berdiri di depan gerbang rumahnya yang terlihat dari balik jendela kamarnya. [y/n] sudah siap dengan jaket tebal, sarung tangan serta syal rajut warna kesukaannya. Gadis itu bergegas turun ke lantai satu untuk segera pergi keluar rumah.

Apalagi kalau bukan untuk menemui pemuda yang belum lama menunggu gadis itu di depan gerbang.

Setelah siap memakai sepatu but, [y/n] pergi keluar rumah dan tak lupa mengunci pintu. Dia tersenyum menyapa pemuda bersurai pirang yang tengah memeluk dirinya sendiri sambil melamun menatap butir salju berjatuhan.

Kagamine Len. Orang yang sudah membuka sekaligus menempati ruang spesial di hati [y/n].

"Len," sapanya dan yang dipanggil pun menoleh. [y/n] langsung mendekati si pemuda pirang lalu memeluknya erat; gemas dan tidak tega melihatnya kedinginan karena menunggu. "Maaf, aku terlalu lama ya?"

Menggeleng pelan. "Tidak, kok."

Kau tersenyum menatap merah samar pada wajah pucat Len. Kemudian menggandeng tangan kirinya yang dingin seolah menuntun agar dia tak tersesat. "Ayo."

Telapak sepatu dari dua pasang kaki yang berjalan bersisian tampak jelas tercetak di atas lapisan salju tipis. Jalanan terlihat sepi, hanya satu-dua pejalan kaki atau kendaraan lain lewat.

[y/n] mendongak, menatap langit yang berawan. Butir-butir salju dingin menerpa wajahnya. Hembusan napasnya tampak jelas di depan wajahnya. Entah kenapa, [y/n] menyukai ini.

Len di sampingnya melirik wajah cerah gadis itu, sebelum menunduk lagi. Dia menggerakkan tangan ke depan bibir untuk meniupnya pelan sambil menggesek keduanya. Udara yang sangat dingin membuat tangannya sedikit gemetaran.

Atau, karena gadis yang dia sukai sedang berada di sampingnya kini?

"Tidak pakai sarung tangan?" tanya [y/n] tiba-tiba.

Len berusaha untuk tidak terlonjak, menggeleng kaku. "Lupa."

"Cuacanya dingin begini lho," tegur gadis [h/c] itu yang mana membuat Len menghindari tatapannya.

[y/n] tiba-tiba meraih kedua tangan Len, menggenggamnya di antara sarung tangan yang dia kenakan dan meniupnya. Kali ini Len sungguhan terlonjak kaget.

"[y-[y/n]-senpai ...!"

Mukanya merah padam dan Len menarik tangannya dari genggaman [y/n]. Malu, Len benar-benar malu. Biar bagaimana pun, meskipun [y/n] adalah pacarnya, Len tidak terbiasa diperlakukan begini. Apalagi oleh seorang perempuan. Apalagi kalau perempuannya itu [y/n].

[y/n] mengerjap. "Eh, maaf, aku membuatmu kaget ya?"

Len hanya menunduk, mencoba menyembunyikan merah wajahnya. Cuacanya masih dingin tapi sekarang Len merasa hangat--bukan hanya tangannya yang baru saja dihangatkan oleh seniornya itu, tapi juga pipi dan seluruh mukanya.

"Pakai ini."

"Eh?"

Kepala pirang mendongak dan menemukan [y/n] melepas sarung tangan kanannya. Tak berapa lama sebelah sarung tangan itu disodorkan pada lawan bicara. "Nih."

"I-iya ..."

Setelah Len memakainya, baru saja ia hendak bilang terima kasih saat tangan kanan [y/n] yang tidak lagi terlapis kain apapun meraih tangan kirinya yang sama-sama telanjang. Menggenggan erat di antara jari-jemarinya kemudian memasukkannya serta ke dalam saku jaket tebal miliknya.

"Dengan begini, kita tetap hangat," ujar [y/n]. Senyum masih belum pudar dari bibirnya.

Len tidak tahu harus bicara apalagi. Kini dirinya hanya membenamkan sebagian wajah pada syal sambil kakinya mengikuti langkah [y/n].

Mungkin dia akan mencoba untuk menikmati semua iniーseperti yang [y/n] lalukan.

Entah sejak kapan, mungkin ketika awal liburan musim dingin, dua pasangan ini mulai memiliki kebiasaan untuk jalan-jalan di luar pada sore hari. Len senang karena dia bisa bersama [y/n] sepanjang sore, tapi jantungnya selalu berisik.

Tapi memikirkannya, dia jadi bertanya-tanya.

Apa yang [y/n] rasakan ya?

Apakah sama dengan yang Len rasakan saat ini?

"Indahnya."

Sang pemuda pirang menoleh mendengar sebuah komplimen yang diikuti helaan napas dari sampingnya. Wajah gadis itu diterpa cahaya sore di ujung sana.

Len mengikuti tatapan gadis itu dan terdiam takjub.

Keduanya sampai di jembatan sungai ternama di kota itu dan setelah beberapa sore mereka lalui, akhirnya kali ini mereka melihatnya; pemandangan matahari tenggelam di garis horizon ujung sungai. Seolah muncul dari balik awan, sinar yang dipancarkannya terlihat seperti mantra cerah. Aliran air di sana yang beku sebagian tampak berkilauan.

"Keren ..." gumam Len.

"Akhirnya kita melihatnya ya?" ujar [y/n].

Len mengangguk dan untuk beberapa lama, keduanya terdiam menatap pemandangan di hadapan. Tangan kanan Len sudah berpegangan pada besi pembatas di pinggir jembatan.

"Aku harap bisa seperti ini setiap hari," gumam sang perempuan lirih. "Tapi tidak mungkin, ya ..."

"[y/n]-senpai."

"Hm?"

Len terdiam sejenak untuk menimang-nimang apa yang hendak dia utarakan. Diambilnya napas sebelum membalas tatapan mata [e/c] yang kini menaruh atensi padanya.

"Kenapa [y/n]-senpai memilihku?" tanyanya akhirnya. Sedikit ragu-ragu, Len lalu mengalihkan pandang ke lapisan salju di bawah kakinya. "Begini ... di antara yang lainnya yang menyukai [y/n]-senpai, waktu itu, kenapa kau mau memilihku?"

[y/n] hanya tersenyum simpul. "Menurut Len kenapa?"

Len menggeleng. Tidak tahu. Dia juga tidak punya ide kenapa gadis di depannya itu memilihnya.

"Kalau aku tanya, kenapa Len mau berjalan-jalan setiap sore denganku padahal cuacanya sangat dingin, Len akan jawab apa?"

Len diam sejenak.

Kenapa? Dia sendiri juga bingung. Hanya, dia suka melihat senyum gadis itu. Dia senang menghabiskan waktu dengannya. Dia tidak pernah bosan mendengar suaranya. Hanya itu saja.

"Karena aku ... suka."

Aku suka [y/n]-senpai.

Senyum simpul seorang [l/n] [y/n] masih belum pudar saat kedua tangannya menangkup kedua pipi Len yang dingin.

"Nah, jawabanku juga begitu," ujarnya.

Len tidak lagi berkata-kata saat [y/n] menghapus jarak wajah keduanya, lalu mendaratkan kecupan singkat di bibirnya.

Suka.

Sesederhana itu, dan Len tahu dia tidak butuh jawaban lebih.

Wajah pucat itu dihiasi warna merah, manik safirnya berbinar saat [y/n] tertawa melihat ekspresi lucunya saat ini. Gadis itu tidak tahu saja, Len rasanya nyaris terkena penyakit jantung karena sikapnya. Gemuruh di dadanya tidak kunjung hilang dan Len sudah kehabisan cara untuk menutupi wajah malunya.

Tangan [y/n] meraih tangan Len dan menariknya pelan agar dia mendekat. Sambil melangkah, gadis itu mengajak Len beranjak dari tempatnya berdiri. "Cari kafe sekalian makan malam, yuk!"

Dan Len tersenyum merasakan hangat tangan gadis yang dia sayangi menggenggam di sela jemarinya erat. Kepala pirang itu mengangguk.

Len mungkin tidak pernah tahu kalau [y/n] juga merasakan debaran yang sama.

Yang Len tahu, dia menyukai gadis dengan senyum manis itu tulus segenap hatinya.

Karena Len menyayangi [y/n] dengan sederhana; seperti sinar mentari sore yang jatuh pada dinginnya permukaan salju.


Fin.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top